Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 7842 articles
Browse latest View live

Resahnya Masyarakat Sumsel akan Aktivitas Batubara

$
0
0

Salah satu operasi tambang di sekitar Gunung Serelo. Foto: Muhammad Hairul Sobri

Nasib nahas harus dialami Puput bin Iswandi (39), Kamis (7/8/14). Truk kayu Hino Dutro hijau bernomor polisi BG 8523 CD yang ia kendarai ditabrak dari belakang oleh truk pengangkut batubara Hino Dutro putih bernomor polisi BG 8260 EG. Posisi truk kayu saat itu sedang berhenti karena mogok.

Peristiwa yang terjadi di depan Rumah makan BPK Sembiring Jalan Jendral Sudirman, Kelurahan Sindur, Kecamatan Cambai, Prabumulih, Sumatera Selatan, ini tak pelak memakan korban. Puput harus merelakan kepergian Nopri Apriani (30) yang tengah mengandung empat bulan, Septiana (10), Muhammad Arpan (8), dan Iza Karmia Sabila (2). Keempatnya tewas terlindas. Sementara, profil supir yang menabrak adalah Irul (21), warga Desa Talang Gardu Kecamatan Tunggul Bute, Kabutapen Lahat.

Peristiwa tersebut merupakan satu dari rangkaian kecelakaan lalu lintas yang disebabkan truk pengangkut batubara. Padahal, tiga tahun lalu, pemerintah Sumatera Selatan telah mengeluarkan larangan truk pengangkut batubara melintasi jalan umum. Truk diminta menggunakan jalan khusus, seperti Jalan Servo yang menghubungkan Lahat-Muara Enim.

Namun, larangan tersebut mendapat perlawanan dari para pengusaha batubara. Mereka protes. Ratusan truk dikerahkan untuk melakukan aksi di Kantor Gubernur Sumatera Selatan dan DPRD di Palembang. Mereka enggan menggunakan Jalan Servo karena dinilai tidak layak.

Meski larangan tidak dicabut, truk pengangkut ini tetap menggunakan jalan umum sebagai jalur utamanya.

Jalan khusus batubara

Senin (11/08/2014), Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin kembali meminta perusahaan batubara membuat jalan alternatif angkutan. Pernyataan Alex ini terkait peristiwa kecelakaan yang menimbulkan empat korban jiwa di Prabumulih itu.

Alex mempersilahkan siapa saja yang berminat untuk membangun jalur khusus angkutan batubara. “Keputusan persyaratan tetap di tangan Kementerian Perhubungan. Pemerintah Sumsel hanya memberikan rekomendasi terkait usulan tersebut,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Perhubungan Sumsel Musni Wijaya mengatakan, pihaknya akan melakukan tilang ditempat terhadap truk angkutan batubara yang tertangkap melintasi jalan umum. Baik jalan nasional maupun jalan provinsi. “Pihaknya telah mengirimkan surat ke pengadilan untuk dibuatkan draf atau kisaran denda,” tuturnya.

Terkait batubara, Alex Noerdin juga mengeluhkan dana bagi hasil pertambangan, minyak, dan gas untuk daerah di Sumatera Selatan. Setiap tahun, Sumsel hanya mendapatkan Rp600 miliar dari royalti batubara. Sementara, batubara yang dihasilkan mencapai Rp6 triliun.

Royalti tersebut tidak sesuai dengan kerusakan lingkungan sebagai dampak aktivitas industri tambang. “Pihaknya akan mengajukan revisi besaran dana bagi hasil pusat yang sebelumnya 15 persen menjadi 25 persen,” tuturnya d Palembang, Kamis (10/7/2014) lalu.

Hentikan batubara

Walhi Sumsel meminta aktivitas penambangan batubara dihentikan. “Penambangan batubara merupakan industri kotor. Merusak lingkungan, dan terindikasi adanya korupsi dalam pemberiaan izin maupun pengemplangan pajak. Dampaknya membuat kemacetan, kecelakaan yang memakan korban, serta minimnya pendapatan bagi Sumsel,” kata Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel, Senin (11/08/2014).

Dikatakan Hadi, luasan Sumsel yang mencapai 8.702.741 hektar, sekitar 2,7 juta hektar diperuntukan bagi 300-an perusahaan pertambangan batubara.

JJ Polong dari Spora Institute mengatakan, Presiden Indonesia yang baru nanti diyakininya tidak akan mengandalkan batubara. Industri ini merusak lingkungan hidup, banyak korupsi, menyengsarakan rakyat, dan tidak berkelanjutan.

Pemerintah Sumatera Selatan harusnya mengembangkan pembangunan yang berbasis kualitas sumber daya manusia (SDM). Pertanian seperti padi lebak belum dikembangkan. Perkebunan buah seperti durian, duku, manggis, juga belum dioptimalkan.

Menurut Polong, Sumsel juga berpotensi mengembangkan pariwisata budaya. Seperti artefak Pasemah -bukti peradaban Bukit Barisan 2.000 tahun SM- peninggalan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, hingga Kesultanan Palembang Darussalam.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Resahnya Masyarakat Sumsel akan Aktivitas Batubara was first posted on August 14, 2014 at 2:42 pm.

Ranjau Peninggalan Perang Dunia II Ancam Petani Rumput Laut

$
0
0
Syamsul bersama keluarga memasang bibit rumput laut ke tali untuk kemudian di pasang di pesisir pantai Amal. Agar rumput laut tetap di permukaan, tali dipasangkan pelampung dari botol bekas air minum. Foto: Sofyan

Syamsul bersama keluarga memasang bibit rumput laut ke tali untuk kemudian di pasang di pesisir Pantai Amal. Agar rumput laut tetap di permukaan, tali dipasangkan pelampung dari botol air minum bekas. Foto: Sofyan

Ranjau laut peninggalan perang dunia ke dua yang masih aktif dan sulit terpantau terus mengintai nyawa petani budi daya rumput laut (algae) di sepanjang Pantai Amal, Kelurahan Pantai Amal, Tarakan Timur, Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Tarakan Letkol Laut (P) Aries Cahyono menjelaskan, budi daya rumput laut yang berada di kawasan ranjau laut sangat berbahaya dilakukan. Pihaknya bersama Pemerintah Kota Tarakan akan melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait ranjau laut yang sebenarnya diperuntukan kapal perang.

Aries belum memastikan kapan operasi khusus penyisiran dilakukan, namun pengarahan kepada petani akan diberikan dalam waktu dekat. Upaya perlindungan dan anitisipasi sudah disusun, tinggal eksekusi saja.

Meski demikian, belum semua petani rumput laut mengetahui bahaya ranjau yang mengancam nyawa mereka seperti yang diutarakan Syamsul. “Saya belum pernah dengar ada ranjau di Pantai Amal. Jangan-jangan hanya menakuti kami agar pindah,” ujarnya.

Bagi Syamsul, bukan bahaya ranjau yang ia takutkan melainkan turunnya harga rumput laut kering. Sejak 2010, Syamsul beserta petani lainnya memang telah mengembangkan usaha rumput laut yang awalnya dilakukan sebagai pekerjaan sampingan.

Saat ini “kebun” rumput lautnya mencapai 10 ribu tali dengan panjang masing-masing tali sekitar 15 depa atau setara 15 meter. Setiap 30 centimeter tali diikatkan tiga rumpun bibit rumput laut yang akan membesar dan dapat dipanen dalam waktu tiga bulan.

Jika setiap petani rumput laut memiliki 10 ribu tali yang ditanam, bisa dipastikan akan menghasilkan sedikitnya 10 ton rumput basah yang dikeringkan akan menjadi 8 ton. Penanaman dilakukan disepanjang garis pantai Amal hingga membentang ke lautan. Bahkan, tali-tali ini telah mencapai Pantai Pulau Bunyu yang jaraknya puluhan kilometer dari Pantai Amal.

Menurut Syamsul, ada tiga jenis rumput laut yang dikembangkan dan dibedakan berdasarkan warnanya yaitu cokelat, merah, dan hijau. Jenis berwarna cokelat dan merah memiliki pertumbuhan yang cepat sedangkan hijau lambat.

Biasanya, rumput laut yang dijual warga pantai Amal setiap minggunya mencapai tujuh ton atau sekitar 30 ton per bulannya. Harganya berkisar Rp12-15 ribu perkilogram yang terbilang bagus karena awalnya hanya Rp7 ribu.

“Kami hanya bisa membudidayakan rumput laut. Mudah-mudahan ranjau yang dikatakan itu tidak ada ataupun sudah tidak aktif lagi,” harapnya.

Pantai Amal yang berhadapan langsung dengan laut Sulawesi merupakan tempat favorit pendaratan tentara Jepang maupun Australia kala perang dunia ke dua. Tidak mengherankan bila ranjau laut banyak ditebar oleh Belanda kemudian Jepang saat berhasil merebut Tarakan.

Pulau Tarakan yang memiliki kandungan minyak kelas wahid ini pernah menjadi incaran tiga negara sekaligus: Belanda, Jepang, dan Australia.

Di sepanjang Pantai Amal, para pembudi daya rumput laut menggantungkan hidupnya.  Namun, mereka diresahkan adanya ranjau laut yang masih aktif. Foto: Sofyan

Di sepanjang Pantai Amal, para pembudi daya rumput laut menggantungkan hidupnya. Namun, mereka diresahkan adanya ranjau laut yang masih aktif. Foto: Sofyan

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Ranjau Peninggalan Perang Dunia II Ancam Petani Rumput Laut was first posted on August 14, 2014 at 4:42 pm.

Vonis 16 Bulan bagi Penjual Satwa Langka di Sumut

$
0
0
Trenggiling sitaan di Sumut. Satwa ini salah satu yang terus diburu untuk diperdagangkan. Foto: Ayat S Karokaro

Trenggiling sitaan di Sumut. Satwa ini salah satu yang terus diburu untuk diperdagangkan. Foto: Ayat S Karokaro

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (14/8/14), menjatuhkan penjara 16 bulan kepada terdakwa, Dede Setiawan, penjual satwa langka dilindungi. Dede tertangkap tangan tengah menjual dua kucing mas dewasa dan anak-anak, satu owa, dan satu siamang.

Dalam putusan, majelis hakim yang diketuai Waspin Simbolon, menyatakan, terdakwa terbukti sah melanggar Pasal 40 UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dede juga didenda Rp5 juta, subisider satu bulan kurungan. Vonis ini, lebih ringan dari tuntutan JPU, Emmi Manurung, yang menuntut dengan hukuman dua tahun penjara, denda Rp12 juta subsider dua bulan kurungan.

Dia menerima putusan majelis hakim. Sebelum pembacaan putusan, majelis hakim memberikan kesempatan terdakwa membela diri. “Saya menyesal tetapi mohon keringanan hukuman. Saya punya anak dan istri. Tetapi saya menerima dan siap menjalani hukuman atas kesalahan saya memperdagangkan satwa langka dan dilindungi UU.”

Dede ditangkap kala Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Utara (BBKSDA Sumut), mendapatkan informasi mengenai satwa dilindungi diperjualbelikan. Transaksi satwa dilindungi di Jalan Ngumban Surbakti, Medan, pada Jumat (7/4/14).

Menurut dia, satwa-satwa itu akan dibawa ke luar negeri. Dede mendapatkan satwa dari jaringan di Langkat, Mandailing Natal, Kota Sibolga, dan Simalungun.

“Ada yang pesan orangutan dan sudah pernah dijual oleh kelompok lain. Satwa-satwa ini ada dari hutan Leuser, Aceh. Pembeli dari Malaysia, China, dan Australia.”

Dede mengaku, baru dua kali melakukan transaksi. Menurut dia, mereka berbagi tugas, ada membeli dari pemburu, atau berburu sendiri. “Yang menjual saya dan Arbi Petong, warga Aceh. Aku menyesal tapi bagaimanalah, aku pengangguran,” kata Dede.

Menurut dia, pendapatan penjualan lumayan, jika berhasil dijual dapat upah Rp1-Rp2 juta. Sedang satwa, katanya, biasa diselundupkan melalui Pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai. Juga Pelabuhan Sibolga dan Nias.

Siamang ini berhasil diamankan ketika akan diperjualbelikan oleh Dede yang divonis  16 bulan di  PN Medan. Foto: Ayat S Karokaro

Siamang ini berhasil diamankan ketika akan diperjualbelikan oleh Dede yang divonis 16 bulan penjara di PN Medan. Foto: Ayat S Karokaro


Vonis 16 Bulan bagi Penjual Satwa Langka di Sumut was first posted on August 14, 2014 at 6:16 pm.

Warga Ini Terancam Dibui Gara-gara Tujuh Batang Sawit

$
0
0
Fransiskus sesaat menjelang sidang di Pengadilan Negeri Sintang dengan agenda pembacaan pledoi, Selasa (12/8/2014). Foto: Yusrizal

Fransiskus sesaat menjelang sidang di Pengadilan Negeri Sintang dengan agenda pembacaan pledoi, Selasa (12/8/2014). Foto: Yusrizal

Raut wajah Fransiskus (35) tampak lelah siang itu. Perjalanan dari Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Kalbar,  menuju Sintang cukup menyita tenaganya. Berkendara lintas kabupaten terpaksa ditempuh Fransiskus saban minggu. Karena, Kabupaten Melawi merupakan pemekaran dari Kabupaten Sintang, belum memiliki lembaga peradilan tersendiri.

Bersama istri, Fransiskus pergi-pulang menggunakan sepeda motor mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Sintang. Status terdakwa membuat dirinya tak bisa absen dari persidangan. Ketika berbincang, sesekali ia menghela nafas panjang sambil mengingat perkara hukum yang menjeratnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya tiga bulan penjara.

Sehari-hari, ayah dua anak ini bekerja sebagai petani. Untuk menambah penghasilan, ia menanam karet di lahan yang diberikan kakak iparnya di Desa Lenggkong Nyadom, Kecamatan Ella, Kabupaten Melawi. Namun, pada 2012 PT. Citra Mahkota (CM) datang dan menanam sawit di lahan yang sama.

Kesal lahannya diserobot tanpa ganti rugi, Fransiskus nekat menebas tujuh batang sawit milik perusahaan perkebunan itu. “Perusahaan menyerobot lahan saya. Permintaan ganti rugi juga tak dibayar meski sudah disepakati sebelumnya,” kata Fransiskus di Sintang, Selasa (12/8/2014).

Fransiskus menilai, pihaknya merasa tidak pernah menyerahkan lahan ke perusahaan. Penanaman sawit juga dilakukan tanpa izin ahli waris. Tuntutan ganti rugi dilayangkan beberapa kali. Di antaranya, 2 Juni 2012 dan 6 Januari 2013 melalui istrinya, Dina Mariana Juati.

Perusahaan di-deadline membayar ganti rugi paling lambat 10 April 2013 atas 16,29 hektar tanah yang sudah digarap dan 1.500 pohon karet yang dirusak. Namun, tuntutan itu ditolak perusahaan dengan alasan sudah membayar pada Linyang Cs (abang dari istri Fransiskus). Surat penolakan disampaikan 18 April 2013.

Mendapat penolakan dari perusahaan, Fransiskus kembali menyurati perusahaan pada 12 Desember 2013. Surat tersebut direspon lisan oleh perusahaan. Intinya, perusahaan bersedia menyelesaikan tuntutan ganti rugi. “Namun saya kecewa, karena janji perusahaan tidak ditepati hingga sekarang,” kesalnya.

Lantaran ingkar janji, PT. Citra Mahkota pun dilaporkan ke Polsek Ella Hilir pada 27 Januari 2014. Laporannya, penyerobotan lahan dan pendongkelan tanam tumbuh. Sampai sekarang laporan tidak pernah ditanggapi.

Tak direspon kepolisian dan perusahaan, Fransikus berang. Ia menebas tujuh batang sawit yang ditanam perusahaan di kebun karet miliknya. Setelah itu, kisruh ganti rugi lahan menemui kata sepakat pada 16 Januari 2014.

Inti kesepakatan menyetujui pembayaran ganti rugi tanaman karet Rp10 ribu per batang dan lahan Rp1,35 juta per hektar. Total ganti rugi yang dibayar Rp45.538.000. “Proses ganti rugi sudah disepakati, tapi mereka tidak bayar. Saya malah mendapat panggilan dari Polsek Ella Hilir karena merusak. Padahal, saya sudah melaporkan kasus penyerobotan lahan ke polisi,” sesalnya.

Kuasa hukum Fransiskus, Maria Magdalena mengatakan, selama mengikuti persidangan kliennya tidak pernah didampingi pengacara. Dia baru mendampinginya di persidangan pada saat pembacaan pledoi. “Kkasus ini mengandung unsur sebab akibat. Fransiskus menebang sawit karena perusahaan menyerobot lahan dan tidak membayar ganti rugi. Untuk itu, Fransiskus layak dibebaskan. Pun, jika harus dihukum, pihaknya minta hanya hukuman percobaan,” ucapnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aan mengatakan, Fransiskus didakwa pasal 406 KUHP dengan tuntutan tiga bulan penjara. “Fransiskus didakwa melakukan perusakan sawit milik perusahaan. Soal klaim tanah, itu kasus perdata,” jelasnya.

Mengenai tuntutan yang hanya tiga bulan, Aan mengakui jumlah tujuh batang sawit yang ditebang pertimbangan JPU. “Makanya dituntut ringan, kasus perusakan biasanya dituntut hukuman maksimal 2 tahun,” ucapnya.

Bacakan pledoi

Ketika membacakan pledoi di PN Sintang 12 Agustus 2014, Maria Magdalena menilai perbuatan Fransiskus tidak berdiri sendiri. Karena dilakukan sebagai akibat dari ulah PT. CM yang tidak punya niat menyelesaikan masalah. Baik menyangkut kepemilikan lahan maupun tuntutan ganti rugi.

“Tidak tepat jika kasus ini dikategorikan perbuatan yang sengaja melawan hukum. Sebelum merusak, terdakwa sudah berulang kali menyurati perusahaan dan mengingatkan agar segera menyelesaikan ganti rugi. Perbuatan terdakwa menebang tujuh pohon sawit milik PT. CM juga tidak mengakibatkan musnah atau hilangnya bentuk sawit. Buktinya, pohon sawit yang ditebas terdakwa tumbuh hidup kembali seperti semula,” bebernya.

Semua itu, kata Magdalena, jika disimpulkan masuk ke ranah perdata karena menyangkut hak-hak seseorang. Pihaknya menyimpulkan ada ranah hukum perdata yang dominan di dalam kasus ini, sehingga masalah pidana terdakwa harus ditangguhkan.

Perusahaan membantah

Manager PT. CM, Candra Yuda Mulya membantah perusahaannya belum membayar ganti rugi lahan yang disengketakan Fransiskus. Ia mengaku ganti rugi lahan sudah dibayar. “Tidak mungkin kami menggarap tanpa membayar ganti rugi. Lahan tersebut sudah diserahkan dan dibayar secara bersamaan,” kilahnya.

Menurutnya, permintaan Fransiskus soal ganti rugi, tidak serta-merta langsung dikabulkan karena harus diverifikasi terlebih dahulu. “Persoalan tersebut mengemuka saat lahan sudah diterasering oleh perusahaan. Di saat perusahaan menanam sawit, Fransiskus juga menanam karet. “Kasus ini kami serahkan ke proses hukum,” tukasnya.

Istri Fransiskus, Dina Mariana Juati (berjaket abu-abu) berbincang dengan kuasa hukum suaminya sebelum persidangan berlangsung. Foto: Yusrizal

Istri Fransiskus, Dina Mariana Juati (berjaket abu-abu) berbincang dengan kuasa hukum suaminya sebelum persidangan berlangsung. Foto: Yusrizal

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Warga Ini Terancam Dibui Gara-gara Tujuh Batang Sawit was first posted on August 15, 2014 at 12:37 am.

Pabrik Kertas Di Mojokerto Didesak Untuk Ditutup. Kenapa?

$
0
0

Belasan aktivis lingkungan dari LSM Tresno Boemi bersama warga Mojosari, mendatangi kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada Selasa (12/08), untuk memprotes pencemaran Kali Porong oleh limbah cair dari pabrik kertas PT. Mega Surya Eratama (MSE).

Mereka mendesak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto, agar meminta pertanggungjawaban pabrik kertas yang berada di wilayah Desa Jasem, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto yang mencemari Kali Porong.

Pengambilan sample di dekat outlet pembuangan limbah PT.MSE, Mojokerto, Jawa Timur. Foto : Petrus Riski

Pengambilan sample di dekat outlet pembuangan limbah PT.MSE, Mojokerto, Jawa Timur. Foto : Petrus Riski

Kerusakan ekosistem Kali Porong di wilayah Kabupaten Mojokerto, dinilai LSM Tresno Boemi sudah sangat memprihatinkan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat.

Mereka meminta BLH mendesak perusahaan pabrik kertas tersebut untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem di Kali Porong akibat pencemaran limbah.

Direktur LSM Tresno Boemi, Mojokerto, Zunianto mengatakan, pembuangan limbah cair pabrik kertas PT. MSE sudah dilakukan berulangkali, dan didapati melanggar baku mutu yang ditentukan.

“Pada tanggal 8 Agustus 2014 kami datang kembali ke outlet PT. Mega Surya Eratama, ternyata kondisi sungai di sekitar outlet pembuangan sungguh memprihatinkan. Kotor, berbusa, dan sangat bau. Tanah di sekitar juga berubah warna karena tertutup endapan dari limbah,” katanya.

Aksi masyarakat menuntut penutupan PT MSE yang mencemari Kali Porong, Mojokerto. Foto : Petrus Riski Pengambilan sample di dekat outlet pembuangan limbah PT.MSE

Aksi masyarakat menuntut penutupan PT MSE yang mencemari Kali Porong, Mojokerto. Foto : Petrus Riski
Pengambilan sample di dekat outlet pembuangan limbah PT.MSE

LSM Tresno Boemi sebelumnya sudah menerima laporan dari masyarakat mengenai banyaknya ikan mati di sungai, yang dilanjutkan dengan melakukan pemantauan pada pipa pembuangan di Kali Porong. Kondisi air sunga terlihat keruh berbusa serta menimbulkan bau tidak sedap.

“Sejak Juni sebenarnya kami mendapati pembuangan limbah secara langsung ke sungai, bahkan dalam kondisi masih hangat dan mengepulkan uap panas. Masyarakat sini terganggu dengan bau yang menyengat itu,” lanjut Zunianto kepada Mongabay.

Pencemaran ini juga telah dilaporkan kepada Perum Jasa Tirta dengan disertai sample air limbah dari Kali Porong. Pada tanggal 21 Juli hasil uji laboratorium yang dikeluarkan Perum Jasa tirta menunjukkan bahwa limbah yang dibuang ke Kali Porong oleh PT. MSE jelas melebihi baku mutu.

“Dari tiga kali pengujian terlihat kadar BOD (biochemical oxygent demand) cukup tinggi, yang melemahkan proses penguraian bahan oraganik. Kadar COD (chemical oxygen demand) yang sangat tinggi berarti  menunjukkan banyaknya kandungan zat kimia dalam sungai yang berbahaya bagi ekosistem yang hidup di dalamnya,” ujar Zunianto.

Berdasarkan Undang-undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Peraturan Gubernur Jawa Timur No.72/2013 tentang baku mutu air limbah industri, LSM Tresno Boemi telah mengirimkan surat pengaduan ke kantor BLH Mojokerto pada 4 Agustus 2014 terkait pencemaran sungai yang dilakukan PT. MSE.

Kondisi sungai Porong di Kabupaten Mojokerto yang tercemar. Foto : Petrus Riski

Kondisi sungai Porong di Kabupaten Mojokerto yang tercemar. Foto : Petrus Riski

“Sekarang kami meminta pemerintah dalam hal ini BLH Kabupaten Mojokerto untuk menindak mereka yang mencemari sungai. BLH jangan hanya diam dan terkesan membiarkan saja pencemaran terjadi terus menerus,” imbuhnya.

Pada aksinya di kantor BLH Mojokerto, LSM Tresno Boemi meminta dan mendesak BLH untuk menutup pembuangan limbah PT. MSE hingga ada perbaikan dalam pengolahan limbahnya.

“Kami minta BLH dalam waktu 2 x 24 jam untuk menutup outlet atau pembuangan limbah PT. Mega Surya Eratama, sampai perusahaan kertas itu mau memperbaiki kualitas IPAL dan tidak lagi mencemari Kali Porong,” tegas Zunianto yang juga meminta ijin pembuangan limbah cair perusahaan itu dicabut.

Sementara itu dari data dan hasil investigasi Tim Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) pada Juni lalu memastikan, bahwa kandungan limbah yang dibuang PT. MSE sangat membahayakan lingkungan, terutama di Kali Porong.

“Kalau limbah pabrik kertas itu tidak diolah dengan baik, maka akan menjadi ancaman terhadap habitat di Kali Porong, ini berdasarkan beberapa temuan kami,” kata Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton.

Beberapa hasil pengukuran limbah dari PT.MSE, dipastikan melebihi stadar baku mutu air. Kandungan kebutuhan oksigen untuk mereduksi bahan organiknya (BOD) mencapai 235,4 mg/L (standarnya 150 mg/L), kandungan kebutuhan oksigen untuk mereduksi bahan kimia (COD) mencapai 498,4 mg/L (standarnya 300 mg/L), Padatan larutan dalam air (Total Suspended Solid-TSS) mencapai 268,0 mg/L (standarnya 200 mg/L).

“Pengambilan limbah itu dilakukan 13 Juni 2014 lalu dan diulang pada 16 Juni 2014, kondisinya masih tetap sama,” ujar Prigi.

Sementara aktivis lingkungan dari Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan (KJPL) Teguh Ardi Srianto mengutarakan, pembuangan limbah pabrik kertas secara langsung ke sungai dikhawatirkan dapat mengakibatkan pendangkalan sungai, selain kerusakan ekosistem lainnya.

“Pantauan langsung KJPL disana, dipastikan kalau limbah yang dibuang PT. MSE ke Kali Porong, Mojokerto, menghasilkan bubur kertas yang mengakibatkan pendangkalan sungai. Selain itu, bau dari limbah yang dibuang lewat pipa limbah terlihat jelas warnanya yang keruh dan menimbulkan bau sangat menyengat,” papar Teguh.

Limbah bubur kertas dari pabrik kertas PT. MSE. Foto : Petrus Riski

Limbah bubur kertas dari pabrik kertas PT. MSE. Foto : Petrus Riski

Sementara itu pihak perusahaan yang dilaporkan melakukan pencemaran lingkungan dengan membuang limbah langsung ke sungai, masih belum dapat dimintai keterangan. Namun dari pantauan aktivis lingkungan sehari setelah berunjukrasa, pihak perusahaan berusaha melakukan pembersihan outlet pembuangan limbah cairnya di Kali Porong.


Pabrik Kertas Di Mojokerto Didesak Untuk Ditutup. Kenapa? was first posted on August 15, 2014 at 8:55 am.

Penyelesaian RTRW Sumut Terkendala Status Kawasan Hutan, Mengapa?

$
0
0
Ribuan kubik kayu dari hutan lindung di kawasan Humbahas, Simalungun, hingga Tapanuli Utara ini banyak tergerus. Pemerintah Sumut kini galau karena SK penunjukan kawasan hutan oleh Kemenhut telah dipatahkan MA, RTRW daerah inipun terancam molor. Foto: Ayat S Karokaro

Ribuan kubik kayu dari hutan lindung di kawasan Humbahas, Simalungun, hingga Tapanuli Utara ini banyak tergerus. Pemerintah Sumut kini galau karena SK penunjukan kawasan hutan oleh Kemenhut telah dipatahkan MA, RTRW daerah inipun terancam molor. Foto: Ayat S Karokaro

Menteri Kehutanan menerbitkan surat keputusan penunjukan kawasan hutan Sumatera Utara pada 2005 seluas 3,7 juta hektar lebih. Namun, SK ini digugat dan putusan Mahkamah Agung menyatakan penunjukan kawasan hutan di Sumut melanggar UU. Kondisi ini,  berdampak pada penyelesaian rancangan peraturan daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2014-2034 di daerah ini.

Nurdin Lubis, sekretaris daerah Sumut,  Rabu malam (13/8/14) mengatakan, ranperda RTRW belum bisa selesai, karena terhambat penunjukan kawasan hutan.

Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang evaluasi ranperda RTRW Sumut telah terbit. Evaluasi itu mengamanatkan rencana pola ruang pada raperda mempedomani SK Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan Sumut. Namun, pasca putusan MA yang menyatakan SK Menhut itu melanggar UU otomatis penyusunan RTRW terganjal.

Dalam amar putusan MA, SK Menhut tidak sah dan tidak berlaku untuk umum. MA memerintahkan Menhut, mencabut keputusan itu dan menerbitkan keputusan baru. “Finalisasi RTRW menunggu keputusan baru.”

Menurut dia, agar penyusunan RTRW cepat selesai, pihaknya sudah dua kali menyurati Menhut, pada Januari 2014, dan Agustus 2014.

“Jika tidak segera keluar surat keputuan baru, program kita khusus itu akan terganggu. Dampaknya akan terjadi konflik dan tumpang tindih kawasan hutan mana yang bisa dipakai dan tidak. Ini berbahaya jika dibiarkan, jadi kami pro aktif mempertanyakan ke Kemenhut. ”

Forum Masyarakat Adat Batak Padang Lawas (FMABPL)dan Ikatan Pemuda Menolak Eksploitasi Hutan Lindung Wilayah Barat Sumut (IPMEHLBS) berbagi pandangan.

Desa Sira Pispis, daerah pemekaran di Kabupaten Samosir yang terimbas SK 44 Menhut. Foto: Ayat S Karokaro

Edward Jore Napitupulu, FMABPL, kepada Mongabay mengatakan, ulah Kemenhut yang sembarangan membuat aturan penunjukan kawasan hutan Sumut, menjadi gambaran nyata kecerobohan dan rendahnya analisis maupun perhitungan soal itu.

Keadaan ini, memperlihatkan Kemenhut tidak menurunkan tim ke lapangan sebelum membuat aturan. Akhirnya, berdampak pada proses aturan daerah.

“Ini kecerobohan sangat fatal. Ada banyak pertimbangan seharusnya sebelum membuat keputusan,” katanya di Medan, Kamis (14/8/14)

Sedang Erlangga Hutabarat, dari IPMEHLBS, mengatakan, SK Menhut ini sarat kepentingan bagi para bandit kehutanan hingga sengaja digolkan menjadi aturan. “Itu sangat berguna bagi mereka untuk bisa masuk dan menguasi hutan dan lahan di Sumut.”

Berdasarkan catatan mereka, ada beberapa daerah masuk kawasan hutan, kini dikuasi pemodal yang berlindung di balik HPH maupun HTI.

Daerah yang masih berkonflik antara pemodal dengan masyarakat adat itu, seperti di Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan. Ada 12 masyarakat adat sampai kini berstatus tersangka.

Di Mandailing Natal, hutan Rantopuron, Desa Hutabargot, mengalami hal sama, Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ini rusak dan hancur. “Setidaknya 1.300 hektar hutan lindung hancur di Sumut.”

 


Penyelesaian RTRW Sumut Terkendala Status Kawasan Hutan, Mengapa? was first posted on August 15, 2014 at 4:56 pm.

Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa?

$
0
0
Pasangan ini memaparkan visi misi yang berkomitmen 100% terhadap perlindungan lingkungan. Foto: Sapariah Saturi

Pasangan ini memaparkan visi misi yang berkomitmen 100% terhadap perlindungan lingkungan. Foto: Sapariah Saturi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pemenang pilpres 2014. Meski, pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa tengah mengajukan gugatan terhadap penetapan pemenang pilpres ke Mahkamah Konstitusi, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sedang bersiap untuk membentuk kabinetnya.

Dengan membentuk tim transisi, Jokowi-JK tengah menggodok dan menerima masukan tentang nama-nama yang akan dicalonkan jadi menteri. Untuk memberi wacana dan masukan terhadap pembentukan kabinet tersebut,  Indonesia Climate Change Center (ICCC) mengadakan dialog bertema “Sains Bicara Indonesia Masa Depan dan Tata Kelolanya” yang membicarakan mengenai arsitektur kabinet baru, yang berlangsung di Kantor Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Jakarta pada Kamis kemarin (14/08/2014).

Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim, Agus Purnomo dalam acara tersebut mengatakan semua pihak punya concern yang sama agar Presiden Terpilih membentuk kabinet yang efektif dan efisien untuk menjalankan amanat pembangunan.

“Kita punya common concern. Kita berharap kabinet ke depan lebih efektif dalam bekerja. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan mengkonsolidasikan kewenangan, “ kata Agus Purnomo yang lebih akrab dipanggil Pungki.

Dia menjelaskan selama hampir 50 tahun, jumlah kementerian dan lembaga pemerintah terus bertambah, dan makin bertambah ketika desentralisasi atau otonomi daerah diberlakukan. Desentralisasi kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten dan kotamadya menimbulkan fragmentasi kewenangan (otoritas) yang tersebar di 40 kementerian dan ratusan lembaga non kementerian, termasuk lebih dari 550 pemerintah daerah.

“Dengan bertambahnya UU dan peraturan pelaksanaannya, banyak upaya strategis tersandera oleh centang perentang kewenangan dan adanya konflik di antara aturan-aturan yang berlaku, termasuk ‘kebingungan interpretasi aturan’ oleh aparat birokrasi yang seringkali dilatarbelakangi oleh kongkalikong dengan kekuatan ekonomi pasar,” katanya. Gemuknya postur kabinet, membuat keputusan dan kebijakan strategis pemerintah akan sulit diimplementasikan.

Kementerian saat ini mencapai 39, dimana 34 merupakan kementerian portfolio dan 5 merupakan kementerian non portofolio (menteri koordinator dan menteri negara). Jumlah 34 kementerian portofolio ini adalah jumlah maksimal yang ditentukan Undang-Undang dan telah diterapkan semenjak tiga kabinet terakhir di era setelah reformasi.  Adapun lembaga negara yang dimiliki Indonesia mencapai 28 Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan 129 Lembaga Non Struktural (LNS).

Oleh karena itu, postur kabinet harus dirampingkan dengan melakukan konsolidasi kewenangan untuk menjamin pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, terutama terkait isu lingkungan hidup dan perubahan iklim. Pungki menjelaskan konsolidasi kewenangan ini bertujuan untuk (a) meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya alam, (b) penyempurnaan koordinasi penataan ruang, (c) pelestarian lingkungan dan (d) penanganan perubahan iklim.

Kabinet yang efektif itu, kata Pungki, hanya bisa dilakukan dengan merombak struktur kabinet menjadi lebih ramping dengan mengkonsolidasikan kewenangan kementerian yang tugas dan fungsi pokoknya serumpun, misalnya kewenangan pada sektor pengelolaan sumber daya alam.

Dia menjelaskan posisi wakil menteri perlu tetap ada untuk membantu kerja seorang menteri bila terjadi perampingan kabinet. Wakil menteri bisa dirangkap jabatan dengan kepala badan,misalnya wakil menteri kesehatan merupakan Kepala Badan POM. “Ini akan menghemat anggaran negara, tidak ada biaya anggaran tambahan.  Dan akan sinergi yang lebih kuat di dalam kementerian itu,” katanya.

Permasalahan Tata Ruang dan Konservasi Alam

Kekacauan penataan ruang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan konflik horisontal di banyak kawasan hutan. Ruang (lahan) di Indonesia terbagi ke dalam kawasan hutan, seluas 109 juta hektar, yang dikelola Kementerian Kehutanan, lalu kawasan yang bukan hutan (Area Penggunaan Lain), seluas 80-an juta hektar dikelola oleh ratusan Kabupaten, Walikota dan  Propinsi, dengan sertifikasi penguasaan lahan oleh BPN. Lebih dari separuh kawasan APL dikelola oleh swasta (perusahaan dan perorangan), BUMN, TNI dan Polri, dalam berbagai  bentuk pemanfataan (budi daya).

Pembersihan lahan hutan oleh salah satu perusahaan penyuplai APP di Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi. Greenpeace bersama perwakilan DPR, dan Kepolisian langsung menjadi sakti kerusakan besar hutan gambut Indonesia di Sumatera. Foto: Greenpeace

Pembersihan lahan hutan oleh salah satu perusahaan penyuplai APP di Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Jambi. Greenpeace bersama perwakilan DPR, dan Kepolisian langsung menjadi sakti kerusakan besar hutan gambut Indonesia di Sumatera. Foto: Greenpeace

Meskipun Tata Ruang Indonesia dibagi kedalam beberapa tingkat, mulai dari Tata Ruang Nasional, Propinsi dan Kabupaten, akan tetapi perizinan pemanfaatannya terkotak-kotak di sejumlah kementerian dan ratusan pemerintah daerah,  sehingga pembangunan di Indonesia terhambat oleh proses perizinan yang bertele-tele, kolutif dan tidak transparan.

Untuk melakukan konsolidasi kewenangan penataan ruang, Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Planologi Kementerian Kehutanan, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Tata Ruang, dan beberapa unit eselon dua Bappenas, perlu digabung menjadi sebuah Kementerian baru yang memiliki kewenangan menata ruang dari awal proses sampai terbitnya sertifikat untuk berbagai jenis konsesi dan kepemilikan lahan.

Kementerian Pelestarian  Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim akan melakukan integrasi vertikal semua proses  penataan ruang dari tingkat nasional sampai ke lapangan.

Konsolidasi kewenangan tata ruang dibawah satu atap ini akan memudahkan penyelesaian sengketa penguasaan lahan, mempercepat pelaksanaan reformasi agraria, rehabilitasi lahan kritis, membuka peluang pembiayaan pelestarian lingkungan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain itu, konsolidasi ini akan mempercepat proses perizinan dan menekan biaya pengadaan lahan pembangunan PLT Panas Bumi, perluasan bandara dan pelabuhan, jaringan listrik, perlintasan kereta api dan jalan raya.

Pelestarian lingkungan perlu digabung dengan penataan ruang sehingga tejadi check and balances antara keinginan pemanfaatan sumber daya alam dengan kebutuhan pelestarian lingkungan atau pewujudan pembangunan berkelanjutan.

Direktorat Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan unit konservasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Bappenas digabung kedalam Kementerian baru yang bertugas melakukan Pelestarian Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim.

Konsolidasi penugasan konservasi alam ini akan meningkatkan efektifitas pemerintah dalam menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan sumber air bersih sebagai penopang kehidupan 245 juta jiwa penduduk Indonesia. Alokasi pemanfaatan ruang yang tepat dapat diberlakukan dengan mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang sudah terjadi dan kemampuan alam mendukung kegiatan pemanfaatan / budi daya di permukaannya.

Menteri Pelestarian Lingkungan, Tata Ruang dan Perubahan Iklim dengan tiga wakil menteri yaitu Wamen Pelestarian Air dan Keanekaragaman Hayati / Kepala BP REDD, Wamen Tata Ruang dan Reforma Agraria / Kepala BPN dan Wamen Pengendalian Pencemaran dan Emisi GRK / Kepala BMKG.

Penambahan tugas Perubahan Iklim di dalam portofolio diatas dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas komitmen pengurangan emisi, dan pelaksanaan penelitian ilmiah untuk mendukung  komitmen Indonesia yang akan disampaikan pada pertemuan UNFCCC di Paris bulan Desember 2015.

Selain itu, sumber emisi gas rumah kaca Indonesia yang paling besar adalah perubahan tata ruang yang terjadi di kawasan hutan dan lahan gambut, terutama bila kejadian kebakaran lahan dan hutan terus meningkat.

Kementerian Pengelolaan Sumber Daya Alam 

Pungki menjelaskan pengelolaan (budi daya) lahan, hutan, sungai, danau, rawa, pantai, laut dan pulau-pulau kecil juga perlu disatuatapkan agar terbangun konsistensi dan keterpaduan. Pembagian tugas diantara Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikan adalah warisan evolusi birokrasi yang berakibat kelembaman (inersia) dalam merespon peluang budi daya lahan dan kawasan perairan Indonesia.

Yang diusulkan adalah pembentukan Kementerian Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan dengan tiga orang wakil menteri yang bertugas untuk mengelola Budi Daya Hutan; Budi Daya Lahan Basah dan Sungai; serta Budi Daya Pesisir, Laut dan Pulau Kecil.

Nelayan tradisional Sersang Bedagai mengeluhkan ikan mulai jarang hingga hasil tangkapan minim karena masih beroperasi pukat harimau dan apung. Foto: Ayat S Karokaro

Nelayan tradisional Sersang Bedagai mengeluhkan ikan mulai jarang hingga hasil tangkapan minim karena masih beroperasi pukat harimau dan apung. Foto: Ayat S Karokaro

Usulan ini berarti penggabungan sebagian besar unit Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menjadi Kementerian Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan.

Menteri Budi Daya Lahan, Hutan, Sungai dan Lautan, akan dibantu oleh tiga wakil menteri yaitu Wamen Sumber Daya Hutan, Wamen Sumber Daya Lahan Basah dan Sungai, Wamen Sumber Daya Pesisir, Laut dan Pulau Kecil

Usulan Postur Kabinet Baru

Pada acara dialog tersebut, Ketua Tim Pengkajian Arsitektur Kabinet 2014-2019 Lembaga Administrasi Negara (LAN), Anwar Sanusi memaparkan hasil kajiannya. LAN menawarkan tiga opsi postur kabinet baru yaitu opsi ideal kabinet yang terdiri dari 20 kementerian dan 1 kantor kepresidenan, opsi moderat kabinet yang terdiri dari 24 kementerian dan 1 kantor kepresidenan, dan opsi soft kabinet dengan 24 kementerian, 2 menteri koordinator dan 1 kantor kepresidenan.

Opsi ideal kabinet terdiri dari (1) menteri keuangan, (2) menteri hukum dan imigrasi, (3) menteri pertahanan, (4) menteri agama,  (5) menteri luar negeri, (6) menteri kesehatan dan kesejahteraan rakyat,  (7) menteri pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga, (8) menteri pendidikan tinggi dan iptek, (9) menteri energi dan sumber daya alam, (10) menteri pertanian (termasuk perkebunan, perikanan dan peternakan), (11) menteri kehutanan dan lingkungan hidup, (12) menteri transportasi, (13) menteri pekerjaan umum dan pemukiman. Ditambah kementerian portofolio atau kementerian negara yaitu (14) menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi, (15) menteri komunikasi dan informasi, (16) menteri perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, (17) menteri pariwisata dan ekonomi kreatif, (18) menteri BUMN, (19) menteri maritim dan (20) menteri dalam negeri.

Sedangkan opsi moderat kabinet, dengan memecah menteri kehutanan dan lingkungan hidup menjadi (19) menteri kehutanan dan (20) menteri lingkungan hidup, serta memecah menteri pekerjaan umum dan pemukiman menjadi (21) menteri pekerjaan umum dan (22) menteri perumahan rakyat. Juga memecah menteri kesehatan dan kesejahteraan rakyat menjadi (23) menteri kesehatan dan (24) menteri kesejahteraan rakyat.

Untuk opsi soft kabinet, terdiri dari 24 kementerian dan menambahkan 2 menteri koordinator yaitu menko antar sektor kementerian, dan menko pengelolaan manajemen pemerintahan.

Dan satu kantor kepresidenan merupakan gabungan dari menteri sekretaris negara dan sekretariat kabinet, kementerian pemberdayaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, serta fungsi dari beberapa lembaga, menjadi (1) sekretaris negara, (2) urusan pembangunan nasional (perencanaan dan anggaran), (3) urusan reformasi administrasi, (4) urusan pengawasan, dan (5) urusan desentralisasi dan otonomi daerah.


Presiden Baru Diminta Konsolidasikan Kewenangan Kementerian Pengelola Sumber Daya Alam. Kenapa? was first posted on August 15, 2014 at 6:19 pm.

PBNU Desak Pemda Hentikan Operasi Tambang di Rembang

$
0
0

Rumah warga yang menolak tambang di kawasan karst mayoritas dipasang poster penolakan pabrik semen. Foto : Tommy Apriando

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyerukan Pemerintah Jawa Tengah dan Rembang menghentikan kegiatan PT. Semen Indonesia dan operasi perusahaan-perusahaan tambang lain di Rembang. Setelah itu, lakukan audit lingkungan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan itu. Demikian pernyataan sikap PBNU bersama Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam (FNKSDA) di Jakarta, Jumat (15/8/14).

PBNU juga mendukung sepenuhnya aksi warga Rembang menuntut penghentian pendirian pabrik semen, atas pertimbangan besarnya daya rusak ekologis masyarakat di masa depan.

Sejak 16 Juni 2014, warga Rembang dari beberapa desa aksi bertahan di lokasi rencana pembangunan pabrik dengan membuat tenda. Sekitar 100-an ibu-ibu, dalam dua bulan ini hidup di tenda siang dan malam.

“Sangat mengapresiasi perjuangan ibu-ibu. Pemerintah harusnya malu, ibu-ibu sampai turun aksi. Pertama kali yang harus dituntut batalkan pendirian pabrik semen di Kendeng itu adalah pemerintah,” kata M Imam Aziz dari PBNU.

Organisasi agama Islam terbesar di Indonesia ini juga mendesak aparat mengusut kasus-kasus intimidasi terhadap warga sekitar wilayah tambang dan memperlakukan para pemrotes manusiawi dengan sungguh-sungguh menjamin perlindungan hak-hak asasi mereka.

Pada hari itu di Jakarta, PBNU dan FNKSDA mengadakan pertemuan dengan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) dan perwakilan warga Rembang. Adapun penggagas pertemuan yang didukung KH Masdar F Mas’udi selaku Rais Syuriyah PBNU ini, antara lain, dari PBNU KH Yahya Tsaquf, KH Abbas Mu’in, dan M. Imam Aziz. Lalu, dari FNKSDA ada Ubaidillah, Bosman Batubara dan Roy Murtadlo.

Waga Rembang, kala aksi pendudukan lokasi yang akan menjadi pembangunan pabrik semen. Foto: Omahekendeng

Dorong perubahan tata kelola SDA

Selain membahas Rembang, dalam pertemuan itu juga menghasilkan beberapa poin menyikapi tata kelola SDA di negeri ini. Termasuk memberikan dukungan pada Gerakan Samarinda Menggugat (GSM) dalam menegakkan kedaulatan lingkungan bagi warga Kota Samarinda dan Kalimantan Timur.

PBNU dan FNKSDA juga mendukung langkah-langkah pembicaraan substansial menuju konsensus nasional tentang paradigma tata kelola ekonomi SDA secara komprehensif. Tujuannya, menjamin kepentingan rakyat banyak dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Untuk itu, PBNU menyatakan perlu langkah-langkah perubahan paradigma tata kelola SDA. PBNU mendesak pemerintahan baru bisa membentuk instansi khusus menangani permasalahan konflik SDA di seluruh Indonesia.

“Tugas pertama instansi ini me-review semua perizinan pengelolaan SDA di Indonesia,” kata Ubaidillah, membacakan poin-poin pernyataan sikap.

Selain itu, mereka mendorong pemerintah untuk membentuk badan konstitusi di bagian hulu sebelum perumusan rancangan UU. Hingga fungsi Mahkamah Konstitusi yang berada di hilir dan pasif, tertutupi di hulu hingga menjadi aktif dan preventif agar produk hukum sesuai konstitusi.

Lalu, mendorong pemerintahan menginisiasi pengadilan lingkungan dengan salah satu tugas utama eksaminasi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Ini sekaligus mengantisipasi pendangkalan makna “partisipasi” dalam penyusunan Amdal. Sebab, selama ini “partisipasi” berubah menjadi “mobilisasi,” prosedural, dan meminggirkan kualitas dan substansi partisipasi.

PBNU juga menginstruksikan jajaran NU berperan aktif dalam pengawasan praktik-praktik ekstraksi SDA di lingkungan masing-masing. “Intinya, demi memperjuangkan kepentingan rakyat banyak dan memelihara kemaslahatan alam.”

 


PBNU Desak Pemda Hentikan Operasi Tambang di Rembang was first posted on August 16, 2014 at 1:29 am.

Pesisir Bali Tolak Reklamasi, Berikut Tuntutan Warga

$
0
0
Warga pesisir di Bali juga menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka khawatir ancaman dampak buruk dari reklamasi ini. Foto: Anton Muhajir

Warga pesisir di Bali juga menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Mereka khawatir ancaman dampak buruk dari reklamasi ini. Foto: Anton Muhajir

“Kami warga Bali siap puputan untuk menolak reklamasi di Teluk Benoa.” Begitu teriak Priatna, koordinator Forum Masyarakat Renon Tolak Reklamasi, melalui pelantang pada aksi Jumat (15/8/14). Tangan kiri memegang pelantang (megaphone) warna merah. Tangan kanan mengangkat keris tinggi-tinggi.

Masih memegang pelantang, dia menusukkan keris ke sendiri. Priatna, yang berpakaian adat Bali madya layak orang mau sembahyang ini, sedang ritual ngurek meski hanya sebentar.

Puputan adalah istilah melawan hingga titik darah penghabisan di Bali. Ada beberapa sejarah puputan ketika melawan Belanda. Puputan Badung pada 20 September 1906 dan puputan Klungkung 21 April 1908. Orang Bali menganggap puputan adalah peristiwa heroik melawan penjajahan.

Baginya, puputan kali ini perlawanan terhadap rencana reklamasi di Teluk Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.

Jumat sore itu, Priatna satu dari sekitar 1.500 warga Bali yang aksi menolak reklamasi Teluk Benoa. Peserta dari desa-desa di sekitar Teluk Benoa seperti Kedonganan, Kelan, Jimbaran, Sanur, dan lain-lain.

Tak hanya nelayan dan pemilik usaha pariwisata di sekitar Tanjung Benoa, mereka juga dari pelajar, mahasiswa dan aktivis lembaga swadaya masyarakat. Ada pula kelompok warga dari Sukawati dan Ubud, Gianyar bahkan Jembrana di ujung barat Bali.

Bendera massa aksi dari berbagai kelompok ini berkibar-kibar selama aksi. Bendera putih, merah, dan hitam dengan tulisan Bali Tolak Reklamasi terlihat paling banyak

Sekitar pukul 15.00, massa berkumpul di Tanjung Benoa, pusat pariwisata pesisir di Bali selatan. Menggunakan perahu jukung, perahu wisata, jet ski, dan lain-lain, massa bergerak. Tujuannya, tanah timbul (mud island) di lokasi yang akan direklamasi.

Ratusan perahu melaju dalam barisan diiringi gamelan ala Bali. Peserta aksi membentangkan bendera dan spanduk menolak reklamasi.

Kami Rakyat Bali Tidak Butuh Reklamasi. Cabut Perpres No 51 tahun 2014.” “Bali Not For Sale.” “BALI Bukan Ajang Lahan Investor Serakah.” Begitu antara lain bunyi spanduk-spanduk itu.

Setelah berkeliling sekitar satu jam termasuk di bawah jalan tol di Benoa–Nusa Dua, massa berhenti di tanah timbul. Mereka turun dari perahu. Berorasi, membentangkan spanduk raksasa berukuran sekitar 10×3 meter dengan tuntutan,” Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Batalkan Perpres no 51 tahun 2014!”

spanduk-spanduk penolakan Teluk Benoa. Foto: Anton Muhajir

Spanduk-spanduk penolakan Teluk Benoa. Foto: Anton Muhajir

Empat tuntutan

Massa membacakan empat tuntutan. Pertama, menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Perpres No 51 tahun 2014. Juga menuntut SBY memberlakukan Perpres lama tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). 

Kedua, menuntut SBY untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa karena mengancam hajat hidup orang banyak dan meningkatkan risiko bencana ekologis di Bali selatan.

“Reklamasi akan menghancurkan Bali,” kata I Wayan Kartika, koordinator Tanjung Benoa Tolak Reklamasi (TBTR) kala aksi.

Ketiga, massa meminta SBY menghentikan seluruh proses perizinan reklamasi. Terakhir, massa menuntut SBY di akhir jabatan tidak mengeluarkan kebijakan strategis yang mengancam hajat hidup orang banyak, termasuk reklamasi Teluk Benoa.

Reklamasi yang ditolak warga Bali adalah rencana investasi PT Tirta Wahana Bali Internasional (PT TWBI). Perusahaan milik taipan Tomy Winata ini akan membangun pulau-pulau baru di Teluk Benoa. Kawasan ini di antara segi tiga emas sekaligus jantung pariwisata Bali yaitu Sanur, Kuta, dan Nusa Dua.

TWBI akan membangun fasilitas pariwisata serupa Disneyland, Amerika Serikat atau Pulau Sentosa di Singapura. Di sana akan dibangun lapangan golf, gedung konvensi, perumahan, perkantoran dan lain-lain. Kawasan teluk seluas 1.400 hektar akan direklamasi sekitar 810 hektar.

Rencana inilah ditentang warga Bali, termasuk TBTR, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali), dan lain-lain. “Jika teluk di sisi barat direklamasi, terumbu karang di sisi timur akan rusak. Kami mengandalkan keindahan terumbu karang itu sebagai tempat wisata,” kata Wayan.

Teluk ini berada di sisi barat Tanjung Benoa. Di sana terdapat pulau kecil yang jadi tujuan turis. Sisi timur, warga lokal mengelola wisata laut seperti diving, snorkling, dan banan boat yang menjual pesona bawah laut termasuk terumbu karang dan ikan.

“Usaha wisata kami pasti mati jika nanti ada wisata terpadu yang dibangun investor. Apalagi mereka punya modal lebih besar.”

Warga tengah ritual ngurek di pesisir Bali. Foto: Anton Muhajir

Warga tengah ritual ngurek di pesisir Bali. Foto: Anton Muhajir

Bencana lingkungan

Dari sekian banyak dampak negatif, persoalan lingkungan paling mudah terlihat. Lembaga lingkungan Conservation International (CI) Bali pernah membuat riset terkait dampak buruk reklamasi Teluk Benoa terhadap lingkungan. Salah satu, kemungkinan banjir rob jika ada reklamasi.

“Teluk Benoa merupakan kawasan reservoir bagi lima sungai besar di Bali selatan. Jika direklamasi, air pasti melimpah ke luar kawasan jika hujan besar,” kata Iwan Dewantama, manajer Jaringan Pengelolaan Pesisir CI Bali, juga tim riset.

Menurut Iwan, dampak ekologis lain adalah perubahan struktur tanah. Secara geogenesis atau sejarah terbentuknya, Teluk Benoa merupakan daerah mudah berubah. Labil. Dia hanya endapan lumpur. “Jika direklamasi, makin labil hingga meningkatkan  risiko bencana seperti gempa dan tsunami.”

Reklamasi, katanya,  sebagai intervensi terhadap alam justru memperburuk labilitas kawasan Teluk Benoa.  Iwan mengingatkan, dampak lingkungan terhadap lokasi-lokasi yang akan dikeruk pasirnya untuk reklamasi Teluk Benoa. Menurut proposal TWBI, mereka memerlukan 33 juta kubik pasir untuk membangun pulau-pulau baru di Teluk Benoa.

Jutaan kubik pasir untuk reklamasi ini akan diambil dari beberapa lokasi seperti Pantai Sawangan, Bali bagian selatan; Karangasem, Bali bagian timur; Sekotong, Nusa Tenggara Barat; serta bekas material pengerukan pendalaman alur di lokasi reklamasi.

“Logikanya, jika ada bagian dikeruk untuk reklamasi, akan ada bagian lain dari kawasan perairan laut akan rusak. Itu sudah pasti.”

Dia menambahkan, kawasan pesisir merupakan satu kesatuan. Intervensi di satu titik akan berdampak terhadap kawasan di tempat lain. Reklamasi Pulau Serangan di Denpasar selatan pada 1994, bisa jadi contoh. Dampak reklamasi pulau hingga empat kali lipat dibanding luas awal, abrasipun terjadi lebih keras di daerah lain seperti Mertasari, Padanggalak, dan Lebih.

Karena itulah, bagi sebagian besar warga Bali seperti Priatna yang tinggal jauh dari Tanjung Benoa, reklamasi menjadi masalah. Ini tak hanya masalah warga sekitar lokasi. “Reklamasi Teluk Benoa masalah warga Bali karena akan berdampak abrasi ke seluruh pesisir Bali. Reklamasi harus ditolak,” kata Priatna.

Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa dan meminta Presiden SBY mencabut perpres yang baru keluar. Foto: Anton Muhajir

Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa dan meminta Presiden SBY mencabut perpres yang baru keluar. Foto: Anton Muhajir


Pesisir Bali Tolak Reklamasi, Berikut Tuntutan Warga was first posted on August 16, 2014 at 5:48 pm.

Kala Tumpahan Minyak Bikin Nelayan Lampia Tak Melaut

$
0
0
Pukat ikan warga masih hitam terkena tumpahan minyak. Walau dicuci tetap lengket. Foto: Eko Rusdianto

Pukat ikan warga masih hitam terkena tumpahan minyak. Walau dicuci tetap lengket. Foto: Eko Rusdianto

Siang itu, Halim, nelayan di Desa Lampia, Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, terkejut ketika mengangkat pukatnya. Hitam. Tak ada seekor ikanpun terjaring. “Awalnya saya tak tahu apa itu. Saya pegang, ternyata oli,” katanya.

Oli tertempel di pukat begitu kental. Berbeda dengan yang biasa ditemui ketika mengganti oli motor. Ternyata, oli itu tumpahan dari kapal tangker ketika dipindahkan menuju kilang PT Vale–perusahaan penambang nikel di Sorowako. “Saya menggunakan perahu berkeliling-keliling. Menyerok air laut, semua oli.”

Halim memperlihatkan pukat yang dipenuhi oli. Diletakkan di dekat perahu, karena tak dapat digunakan. Meskipun sudah dicuci berkali-kali, cairan lengket tak dapat hilang. Perahu katinting pun bernasib sama, perlu sepekan penuh menggosok lambungnya agar tempelan oli menghilang.

Sejak tumpahan oli jenis hight sulphur fuel Oil (HSFO) terjadi awal Ramadhan di laut Lampia, tak seorang nelayan turun ke laut. Mereka memilih mencari pemasukan lain atau sekadar menunggu perusahaan membersihkan sisa oli. “Kami tak tahu harus buat apa,” kata Halim.

Di pesisir Lampia, PT Vale membangun dua buah tangki HSFO berkapasitas 21 juta liter dan satu tangki solar kapasitas 5 juta liter, dinamakan Mangkasa Point. Pengisian tangki dilakukan beberapa kali setiap pekan. Kapal-kapal tangker dengan muatan penuh HSFO dan solar merapat ke dermaga itu.

Lampia adalah wilayah kawasan Teluk Bone. Garis pantai menyisir jalan yang menghubungkan ke Sulawesi Tenggara. Sisi lain di Desa Pongkeru. Hingga 1990-an Teluk Lampia masih surga biota laut, seperti karang, lamun, teripang, kerang ikan, lobster, dan udang-udangan. “Pada masa lalu, nelayan tak perlu menyelam untuk mendapatkan teripang, cukup berjalan-jalan di pesisir pantai,” kata Tasdim, nelayan lain.

Pertengahan 1980 kekacauan mulai terjadi ketika demam bom ikan merebak. Kawasan yang dulu kaya sumber alam laut itu perlahan hilang. Karang mulai rusak. “Tapi orang mengebom ikan di laut jauh sana. Di luar teluk ini. Orang-orang bilang, semua kekayaan laut kami hilang karena bom itu. Kami percaya.”

Kekacauan bom ikan berhenti. Masyarakat lokal kembali dengan cara-cara arif. Menggunakan bila dan rompon, atau hanya  memancing. Nelayan bersatu mengusir pengebom. Teluk kembali diramaikan ikan.

Tasdim adalah nelayan tradisional pengguna pancing (beso-beso). Setiap hari atau kadang sekali dalam dua hari turun ke laut. Pendapatan sehari hingga Rp300 ribu. “Anak saya selesai kuliah dengan penghasilan sebagai nelayan.”

Namun, cerita ini sampai beberapa bulan lalu. Sejak tumpahan oli, Tasdim baru dua kali mencoba memancing ke laut. Hasilnya nihil. “Saya tak bisa mendapatkan ikan lagi. Itu laut seperti kosong,” katanya.

Masyarakat Lampia mencatat, tumpahan oli jenis HSFO dari PT Vale terjadi beberapa kali. Pertama kali 2009, kapal tangker yang bersandar di Mangkasa Point meluberkan cairan oli ke laut. Saat itu tak ada riak, masyarakat cepat diberikan kompensasi sekitar Rp70 juta akibat kerugian yang diderita.

Waega aksi protes karena perusahaan seakan tak peduli nasib nelayan yang tak bisa melaut karena tumpahan minyak. Foto: Eko Rusdianto

Warga aksi protes karena perusahaan seakan tak peduli nasib nelayan yang tak bisa melaut karena tumpahan minyak. Foto: Eko Rusdianto

Tahun 2012, kembali diredam dengan kompensasi. Lalu, awal 18 Juli 2014, tumpahan ketiga terjadi. Ia cukup berdampak, karena daya jangkau sampai ke desa tetangga Pongkeru.

Syafaruddin, kepala Desa Lampia, menerima laporan saat tumpahan terjadi, langsung menyusuri garis pantai. Dia mendapati genangan gelombang berwarna hitam pekat. Alat tangkap nelayan rusak. “Dari Mangkasa Point saya sampai ke Bulu Poloe yang jaraknya sekitar 10 kilometer. Saya masih menjumpai tumpahan oli itu.”

“Bahkan di salah satu titik perairan, nelayan menyelam dan saat naik ke permukaan badan seperti diluberi minyak. Di bawah air pun mata menjadi sangat perih.”

Bahkan beberapa minggu setelah tumpahan, nelayan ada yang nekat memasang pukat heran dan kaget mendapatkan hasil tangkapan tenggiri. “Padahal tenggiri ada di dasar laut. Tak pernah ke permukaan. Apa yang membuat ikan itu naik, tak ada yang tau sampa saat ini. Ini merupakan pertama kali terjadi di Lampia,” kata Syafaruddin.

Minyak tumpah berkali-kali

Dari informasi yang diterima Mongabay, HSFO yang tumpah mencapai 1.000 liter. HSFO warna lebih pekat dan sangat kental. Jika lengket di tangan, perlu berkali-kali mencuci dengan diterjen untuk bisa hilang.

Selama tiga kali pertemuan bersama PT Vale, yang difasilitasi pemerintah daerah, tak ada kesepakatan. Permintaan masyarakat menginginkan kompensasi karena tumpahan oli untuk 277 keluarga nelayan di Desa Lampia dan 68 keluarga di Desa Pongkeru Rp250.000 ribu di kalikan selama enam bulan, dianggap terlalu besar. “Tapi ini semata-mata bukan soal kompensasi, bukan soal uang. Meskipun alat tangkap nelayan rusak perlu diganti. Ini soal jangka panjang, kami tak ingin laut kami terus tercemar,”  kata Syafaruddin.

Atas dasar itulah, masyarakat di Desa Lampia unjuk rasa di jalur masuk Mangkasa Point. Mereka menutup akses kendaraan dengan menumbangkan dua pohon. Mendirikan tenda dan menyampaikan aspirasi selama beberapa hari.

Nico Kanter, Presiden Direktur PT. Vale Indonesia, dalam klaim tertulis hanya mengimbau penyampaian pendapat dan aspirasi di muka umum sesuai koridor hukum dan tidak anarkis. Perusahaan selalu membuka pintu dialog untuk membahas solusi terbaik. Termasuk dengan pembentukan tim ahli yang ditunjuk pemda.

Namun siapakah yang dapat menjamin tumpahan oli tak terjadi lagi? “Dari laporan yang kami peroleh, tim ahli bergerak observasi di perairan Lampia Rabu (6 Agustus 2014). Kita tunggu apa yang mereka dapat,” kata Syafaruddin.

Sebelum itu, pertemuan dengan perwakilan Vale difasilitasi pemda. Salah seorang yang hadir Lili Lubis bagian lingkungan Vale. Dalam laporan Lili mengatakan jika kadar baku mutu air di perairan sekitar Lampia masih normal, tak ada dampak buruk dengan lingkungan. “Kami memperlihatkan limpahan oli dan membawa jala yang dipenuhi oli. Kami minta angka baku mutu, sebelum ada tumpahan dan setelah ada tumpahan. Tapi tak disanggupi,” ujar Syafaruddin.

Saya mencoba menghubungi Lili Lubis melalui pesan pendek untuk meminta penjelasan mengenai tumpahan oli di Lampia, namun tak ada tanggapan.

Syahidin Halun adalah Asisten I Bidang Pemerintahan yang ditunjuk Pemerintah Luwu Timur sebagai ketua tim teknis negosiasi dan menjadi mediator antara perusahaan dan warga, tak bisa bicara banyak. “Tim yang saya kepalai sebatas mediasi. Untuk urusan teknis dan dugaan pencemaran itu kita serahkan ke tim ahli dari Universitas Hasanuddin.”

Air laut masih pekat dampak tumpahan minyak dari kapal tangker yang memasok ke lilang PT Vale. Foto: Eko Rusdianto

Air laut masih pekat dampak tumpahan minyak dari kapal tangker yang memasok ke kilang PT Vale. Foto: Eko Rusdianto

Menurut Syahidin, tim ahli dari Universitas Hasanuddin bersama Vale dan pemda telah survei di lokasi kejadian. Mengambil sampel air dan meneliti. Diperkirakan hasil diketahui setelah enam bulan. “Dari laporan ada dua jenis oli tumpah, tapi saya tak tahu apa saja. Coba tanyakan, pada pak Mahatma (Dr. Mahatma Lanuru dosen Fakultas Ilmu Kelautan Unhas) ketua tim ahli dari Unhas.”

Ketika saya mencoba menghubungi Lanuru, dia mengirimkan pesan pendek. “Mohon maaf saya belum banyak mengetahui persoalan Vale karena survei laut di lokasi tumpahan minyak dan perairan sekitar belum kami lakukan. Mohon pengertian. Salam.”

Penanganan harus segera

Oseanografi Kimia dan Pencemaran Laut Universitas Hasanuddin, Muhammad Farid Samawi mengatakan, minyak yang tertumpah ke laut adalah pencemaran. Penanganan harus dengan cepat dan tanggap. Secara mekanis tumpahan harus dilokalisasi dengan booms selanjutnya dipindahkan dengan skimmer.

Tumpahan minyak yang tersebar telah diupayakan menggunakan sistem dispersant (penyemprotan) oleh Vale untuk memecah minyak menjadi ukuran lebih kecil. Namun tak ada yang bisa menjamin, apakah akan lenyap atau malah tenggelam ke dasar laut.

“Penggunaan dispersant apabila tidak dapat dihindari lagi, setelah penanganan mekanis tidak dapat dilakukan. Apabila dispersant yang digunakan tidak sesuai jenis minyak tumpah, akan menyisakan minyak di perairan laut. Tentu akan sangat berbahaya.”

Sistem lainnya, bioremediasi dilakukan apabila konsentrasi minyak mulai berkurang dengan penambahan nutrien untuk menumbuhkan bakteri pengurai minyak. Penggunaan absorbent (penyerap) bisa apabila minyak mencapai pantai.

Penanganan tumpahan minyak di laut diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 tahun 2006 tentang penanganan tumpahan minyak. Farid menegaskan, minyak tumpah ke laut tak boleh diabaikan, karena akan berdampak pada biota dan ekosistem laut.

Nelayan yang berusaha mencuci jaring ikan mereka. Walau sudah pakai diterjen, pukat tetap saja lengket dan hitam. Foto: Eko Rusdianto

Nelayan yang berusaha mencuci jaring ikan mereka. Walau sudah pakai diterjen, pukat tetap saja lengket dan hitam. Foto: Eko Rusdianto

Minyak hitam pekat dan lengket yang tumpah ke laut. Bagaimana nasib ekosistem laut jika begini? Foto: Eko Rusdianto

Minyak hitam pekat dan lengket yang tumpah ke laut. Bagaimana nasib ekosistem laut jika begini? Foto: Eko Rusdianto

Warga nelayan aksi protes memblokir jalan masuk ke dermaga PT Vale. Foto: Eko Rusdianto

Warga nelayan aksi protes memblokir jalan masuk ke dermaga PT Vale. Foto: Eko Rusdianto

Nelayan yang berusaha mencuci jaring ikan mereka. Walau sudah pakai diterjen, pukat tetap saja lengket dan hitam. Foto: Eko Rusdianto

Kala Tumpahan Minyak Bikin Nelayan Lampia Tak Melaut was first posted on August 17, 2014 at 12:50 am.

Keindahan Sungai Kelingi Lubuklinggau Terancam Memudar. Kenapa?

$
0
0
Kerja seharian, para penambang batu koral ini mendapatkan penghasilan Rp20 ribu. Foto Taufik Wijaya

Kerja seharian, para penambang batu koral ini mendapatkan penghasilan Rp20 ribu. Foto: Taufik Wijaya

Sungai Kelingi merupakan salah satu daya tarik Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Keindahan alam dan kekayaan hayatinya, membuat sungai ini banyak dikunjungi wisatawan, termasuk yang ingin melakukan arung jeram. Namun, lima tahun ke depan, daya tarik Sungai Kelingi diperkirakan akan hilang. Kenapa?

Sungai Kelingi memiliki panjang 70 kilometer dan lebarnya berkisar 50-70 meter dengan ketinggian sekitar 40 meter dari permukaan laut. Selain di Lubuklinggau, sungai ini juga mengalir di Kabupaten Musirawas. Tepatnya, di Muara Kelingi. Sungai ini berhulu di Bukit Barisan yaitu di Rejang Lebong, Bengkulu. Bermuara ke Sungai Beliti yang kemudian mengalir ke Sungai Musi.

Jarak Kota Lubuklinggau dari Palembang, ibu kota Sumatera Selatan, sekitar 314 kilometer. Lubuklinggau yang berada paling barat di Sumatera Selatan, memiliki luas 40.150 hektar. Sekitar 200 hektar masuk wilayah TNKS. Jumlah penduduknya sekitar 200 ribu jiwa.

Berbeda dengan sungai lainnya yang mengalir di Lubuklinggau, seperti Sungai Mesat, Sungai Malus, Sungai Kasie, Sungai Kati dan Sungai Temam, sungai ini memiliki 18 jeram saat melintasi Lubuklinggau.

Sungai Kelingi berada di tepi Bukit Sulap yang merupakan bagian Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang masih kaya dengan tanaman hutan dan satwa khas Sumatera. Hijau dan indah. Tanaman yang ditemukan duku, durian, karet, rambutan, pisang, jambu, serta tumbuhan lain berupa pohon, semak, dan herba.

Unsur abiotik sungai ini berupa batuan yang beragam bentuk dan ukuran, pasir, juga lumpur. Sedangkan biotiknya meliputi ikan seperti petek (Stenops vittatus), betok (Anabas testudineus), gurame (Osphronemus goramy), baung (Mystus nemurus), baung jaksa (Macrones wycki), bilis (Rasbora lateristriata), cawang hidung (Schistorynchus heterorhynchus), cengkak (Tor tambroides), biji duren atau baung munti (Bagroides melapterus), baung buntak (Mystus nemurus,) beringit (Mystus nigriceps), ikan duri (Arius venosus), layang-layang (Bagrichthys macracanthuss), merundu atau lundu (Mystus gulio), dan tikusan atau tiang layar (Bagrichthys hypselopterus).

Kemudian lambak (Dangila ocelata), lampam (Barbodes schwanefeldii), lemajang (Cyclolochelichtys enoplos), sepat siam (Trycogaster pectoralis), sepat merah mato (Tricogaster tricopterus), lais timah (Cryptopterus schilbeides), aro merah mato (Osteochilus melanopleura), bawal putih (Pampus orgenteus), gegali atau maliki atau kerali (Labocheilos sp), ikan elang (Puntius tetrazona), ikan haji (Puntius anchisporus), juar (Luciosoma trinema), kebarau (Hampala macrolepid), keperas (Puntius waadersi), kepah (Barbodes sp), kepiat (Barbodes sp), dan kerali (Labocheilos falcifer).

Penambangan tradisional batu koral di Sungai Kelingi Lubuklinggau yang menyebabkan rusaknya sungai tersebut. Foto Taufik Wijaya

Penambangan tradisional batu koral di Sungai Kelingi Lubuklinggau yang menyebabkan rusaknya sungai tersebut. Foto: Taufik Wijaya

Penambangan tradisional batu koral

Ancaman pertama terhadap Sungai Kelingi adalah aktivitas penambangan tradisional batu koral. Penambangan ini dilakukan sekitar 200 warga di sepanjang sungai. Salah satunya di Dusun Ulaklebar.

Para penambang ini menggunakan ban karet menyusuri Sungai Kelingi. Batu-batu koral yang diambil dari dasar sungai diletakan di tengah ban. Batu koral yang diambil dari ukuran kecil hingga besar.

Batu koral ini dijual kepada para pembeli yang mendatangi lokasi penambangan. Ukuran kecil dihargai Rp120 ribu per kubik, ukuran sedang Rp210 ribu per kubik, dan ukuran besar Rp225 ribu per kubik.

“Sehari maksmimal kami dapat satu kubik. Upahnya Rp20 ribu,” kata Kalsim, seorang penambang di Ulaklebar, awal Agustus 2014 lalu.

Guna mendapatkan satu kubik batu koral, dibutuhkan empat pekerja. Dua yang memungut di sungai, dua lagi membawanya dari tepi sungai ke penampungan. “Rp40 ribu diambil pemilik tanah yang dijadikan tempat penampungan,” kata Kalsim.

Maraknya penambangan batubara ini menyebabkan tepian Sungai Kelingi erosi, sehingga beberapa kali pohon yang berada di tepi sungai tumbang. Penambangan ini menyebabkan pula keruh.

“Bukan hanya menambang batu koral, ada juga yang menambang pasir,” kata Dono Pratono, ketua Ayo Kelingi, sebuah organisasi pegiat wisata arung jeram di Lubuklinggau. Aktivitas penambangan batu koral dan pasir, kata Dono, menyebabkan delta yang berada di tengah sungai berkurang luasnya.

“Jika penambangan liar ini tidak segera dihentikan, lima tahun ke depan Sungai Kelingi akan mengalami kerusakan,” ujarnya.

Selain penambangan tradisional, keberadaan Sungai Kelingi juga terancam pembuangan limbah rumah tangga. “Parit dari rumah tangga di Lubuklinggau sebagian besar tanpa penyaringan. Pembuangan langsung ke Sungai Kelingi,” katanya.

Limbah rumah tangga ini juga datangnya dari masyarakat di Rejang Lebong, Bengkulu, lokasi hulu Sungai Kelingi.

Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Lubuklinggau membenarkan Sungai Kelingi yang mengalir di Lubuklinggau telah tercemar limbah rumah tangga. Statusnya masih dalam kategori ringan.

Mengenai penambangan tradisional batu koral dan pasir, BLH Lubuklinggau mengaku belum dapat melakukan penertiban karena tidak adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH).

“Kita terkendala PPNS dan PPLH, tim yustisi kita juga belum ada, sehingga tidak dapat melakukan penertiban,” kata  Wahyu Islami dari Kasi Pengendalian Dampak Lingkungan BLH Lubuklinggau.

Yang dapat dilakukan pemerintah Lubuklinggau adalah melakukan himbauan kepada masyarakat, dan memasang sejumlah reklame untuk menjaga kebersihan Sungai Kelingi dari sampah.

Dono Pratono, ketua Ayo Kelingi, harus dicari pekerjaan bagi penambang batu koral sehingga Sungai Kelingi terjaga. Foto Taufik Wijaya

Dono Pratono, ketua Ayo Kelingi, harus dicari pekerjaan bagi penambang batu koral sehingga Sungai Kelingi terjaga. Foto: Taufik Wijaya

Ekonomi alternatif

Bukan langkah baik jika para penambang tradisional tersebut dilarang tanpa memberikan solusi pekerjaan. “Mereka butuh makan untuk keluarganya, sehingga melakukan hal tersebut. Kalau hidup mereka sejahtera, mereka tidak akan melakukannya. Pekerjaan itu berat dan sangat tidak seimbang dengan penghasilannya,” kata Dono.

Dono berharap pemerintah memberikan pekerjaan alternatif kepada mereka. “Misalnya mengoptimalkan kelompok tani dengan menanam tumbuhan obat-obatan, seperti kunyit putih, manggis, jahe merah, yang kini banyak dibutuhkan masyarakat,” ujarnya.

Langkah yang tengah dirintisnya saat ini yakni melibatkan masyarakat dalam kegiatan pariwisata yang memanfaatkan Sungai Kelingi dan Bukit Sulap. Misalnya membuka usaha kerajinan, kuliner, cinderamata buat wisatawan yang berkunjung.

Insyaallah tahun depan para penambang tradisional ini mulai berkurang karena memiliki pekerjaan alternatif,” ujar Dono.

Arung jeram di Sungai Kelingi

Arung jeram di Sungai Kelingi. Foto: Taufik Wijaya

Rute arung jeram di Sungai Kelingi.

Rute arung jeram di Sungai Kelingi.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Keindahan Sungai Kelingi Lubuklinggau Terancam Memudar. Kenapa? was first posted on August 17, 2014 at 3:11 pm.

Ketika Iwan Fals Bicara Teluk Palu

$
0
0

 

Konser Iwan Fals di Bukit Jabal Nur, Kota Palu, Sabtu, 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

Konser Iwan Fals di Bukit Jabal Nur, Kota Palu, Sabtu, 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

“Kota Palu dikelilingi gunung-gunung, Teluk Palu-nya indah, mari kita jaga dan lestarikan…”

Kalimat di atas adalah penggalan bait lagu yang dinyanyikan Iwan Fals ketika menggelar konser  “Jambore OI Celebes Bersatu.” Konser ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun OI (Orang Indonesia) ke-15, kelompok fans, di Jalan Bukit Jabal Nur, Sabtu (16/08/4).

Bagi Iwan Fals, ini kali keempatnya ia menginjakkan kaki di daerah yang pernah mengalami konflik kemanusiaan awal 2000 an. Ya, musisi legendaris Indonesia itu berada di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Saat konser, Iwan Fals menyapa hampir seluruh perwakilan fans-nya dari kabupaten di Sulawesi Tengah lewat lirik lagu yang ia buat. Iwan mengaku begitu kagum dengan keindahan Palu, apalagi Teluk Palu yang menurutnya memiliki pemandangan yang indah. Kekagumannya itu, ia nyatakan juga sebelum konser, saat konferensi pers dengan sejumlah awak media sehari sebelumnya.

“Teluk Palu sangat indah.”

Di Palu, selain menyerukan pentingnya menjaga lingkungan, ia juga membawa misi kampanye perdamaian dan kebudayaan. Beberapa tahun belakangan, penyanyi bernama lengkap Virgiawan Listanto ini memang dikenal sering membawakan lagu terkait penyelamatan lingkungan. Biasanya ia ikut melakukan penanaman pohon, seperti yang dilakukannya sebelum konser di Palu.

Pagi harinya Iwan Fals menanam pohon, diawali dengan pemukulan gong perdamaian selama tiga kali. Penanaman dilakukan di Tugu Perdamaian Nosarara Nosa Batutu, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore. Tugu ini merupakan ikon perdamaian Sulawesi Tengah.

Penanaman pohon yang dilakukan Iwan Fals ini juga dilakukan serentak oleh anggota OI di seluruh Indonesia. Menurut Wahyudin Chudam, sekretaris panitia, untuk Kota Palu, pohon yang disediakan sebanyak 6.000 pohon. Namun, yang tertanam ketika dipimpin Iwan Fals sebanyak 5.000 bibit.

“Kami masih mencari tahu berapa jumlah yang ditanam anggota OI seluruh Indonesia,” kata Chudam.

Iwan Fals saat menanam pohon di Bukit Jabal Nur, Kota Palu, sebelum menggelar konser. Foto: Christopel Paino

Iwan Fals saat menanam pohon di Bukit Jabal Nur, Kota Palu, sebelum menggelar konser. Foto: Christopel Paino

Reklamasi Teluk Palu

Ketika masyarakat Bali terus berjuang menolak reklamasi Teluk Benoa, Iwan Fals ikut tergugah dan menyerukan perlawanannya. Bahkan sebagai bentuk penolakannya, Iwan Fals menciptakan lagu untuk mendukung anak-anak muda Bali yang terus berkampanye melawan reklamasi.

“Saya sangat mengapresiasi anak-anak muda di Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa, terutama SID (Superman Is Dead). Mereka adalah pencinta lingkungan yang terus melawan reklamasi Teluk Benoa. Saya sempat diminta buat lagu maka jadilah lagu penolakan reklamasi Teluk Benoa itu,” kata Iwan Fals kepada Mongabay Indonesia, saat konferensi pers dengan sejumlah wartawan.

Bagaimana dengan reklamasi Teluk Palu yang dilakukan Pemerintah Kota Palu?

Menanggapi pertanyaan itu, Iwan yang hadir didampingi Wakil Walikota Palu Mulhanan Tombolotutu, hanya bisa menjawab harus melihat dahulu kajian yang telah dilakukan pakar lingkungan. Dia sendiri mengaku bukanlah orang yang paling paham mengenai reklamasi.

“Kalau hasil kajian mengatakan bahwa reklamasi itu buruk, ya kenapa harus diteruskan.”

Konfrensi pers ini dilangsungkan di Swiss-Bell Hotel Kota Palu. Hotel yang juga berdiri tepat di kawasan Teluk Palu.

Mulhanan Tombolotutu juga menganggapi persoal reklamasi Teluk Palu. Menurutnya, dalam rencana tata ruang dan wilayah sudah diatur mana saja kawasan konservasi, kawasan lindung, pertambangan, perkebunan, dan kawasan lainnya. Untuk reklamasi Teluk Palu, sudah dilakukan kajian berdasarkan tiga aspek: hukum, ekologi, serta sosial dan ekonomi.

“Berdasarkan kajian, reklamasi tidak berpengaruh terhadap aspek lingkungan. Yang direklamasi juga tidak besar, hanya 38 hektar, tidak sampai 100 hektar. Dalam kawasan tersebut tidak ada karangnya. Tapi, kalau memang hasil kajiannya berdampak buruk akan segera dihentikan,” ungkap Mulhanan.

Menurut Mulhanan, konsep kota hijau berkelanjutan dan kota “Water front City” atau kota bergaris pantai tetap diperhatikan. Sehingga, bangunan-bangunan yang sudah ada di kawasan Teluk Palu, tidak akan digusur.

Ahmad Pelor, Direktur Walhi Sulteng sekaligus koordinator penolakan reklamasi Teluk Palu, mengatakan bahwa rencana reklamasi itu sudah ada sejak tahun 2011. Namun, kegiatan penimbunan secara perdana baru dilakukan pada 9 Januari 2014.

Menurut Ahmad, reklamasi pantai dilakukan untuk pembangunan sejumlah pusat perbelanjaan dan perhotelan dengan dalih meningkatkan pariwisata dan memajukan masyarakat. Namun, Walhi Sulteng menganggap alasan tersebut tidak bisa diterima. Pemerintah Palu dianggap hanya mementingkan para investor tanpa memikirkan dampak lingkungan dan sosial yang akan timbul di kemudian hari.

Dalam rencana tata ruang, kata Ahmad, tidak termaktub soal reklamasi pantai. Kalau untuk wilayah pembangunan pariwisata, menurutnya, masih banyak tempat bagus yang bisa dikembangkan, tanpa harus melakukan reklamasi.

Persoalan lain yang penting, kata Ahmad, mengenai nelayan yang selalu menggantungkan hidupnya di laut. Secara tidak langsung akan memperkecil wilayah tampungan air laut.

“Tidak menutup kemungkinan pantai di wilayah Donggala bahkan Toli-Toli akan mengalami abrasi. Pemerintah tidak bisa memandang reklamasi hanya di satu tempat, namun harus melihat dampak yang lebih luas yang bakal terjadi jika Teluk Palu di reklamasi.”

Iwan-Fals saat menanam pohon di Bukit Jabal Nur, Kota Palu. Foto: Christopel Paino

Iwan-Fals saat menanam pohon di Bukit Jabal Nur, Kota Palu. Foto: Christopel Paino

Pemandangan Kota Palu dan Teluk Palu. Foto: Christopel Paino

Pemandangan Kota Palu dan Teluk Palu. Foto: Christopel Paino

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Ketika Iwan Fals Bicara Teluk Palu was first posted on August 17, 2014 at 4:49 pm.

Masa Depan Menurut Anak-Anak : Rusaknya Alam Kalimantan

$
0
0
Anak-anak Kalimantan menggambar masa depan mereka. Foto : Anne-Sophie Pellier

Anak-anak Kalimantan menggambar masa depan mereka. Foto : Anne-Sophie Pellier

Satu generasi yang lalu, Kalimantan merupakan salah satu tempat yang paling liar di planet ini, dan menjadi tempat yang paling aman bagi spesies seperti orangutan, gajah kerdil, badak Sumatera, dan macan tutul di antara puluhan ribu hewan lainnya. Tapi sepuluh tahun terakhir, pembalakan dan perkebunan kelapa sawit telah mengubah lanskap Kalimantan selamanya. Bahkan penelitian terbaru menyatakan pulau itu telah kehilangan 73 persen dari hutan tropisnya dan 30 persen tutupan hutan sejak 1973.

Mengenai  masifnya kerusakan lingkungan ini, sebuah studi  dari PLOS ONE menemukan bahwa anak-anak Kalimantan memiliki pandangan pesimis tentang masa depan mereka, memprediksi peningkatan suhu, punahnya satwa liar, dan perusakan hutan yang terus terjadi di pulau itu.

Untuk mengetahui bagaimana anak-anak di Kalimantan membayangkan masa depan lingkungan mereka, peneliti meminta hampir 250 anak-anak dari 22 desa di Kalimantan untuk membuat dua gambar, yaitu satu gambar tentang lingkungan mereka saat ini dan gambar lainnya tentang imajinasi  tentang lingkungan mereka pada 15 tahun mendatang, saat mereka tumbuh dewasa.

“Di semua desa, anak-anak memprediksi kondisi lingkungan bakal memburuk selama 15 tahun ke depan,” kata peneliti utama riset tersebut, Anne-Sophie Pellier  dari Center for International Forestry Reseach (CIFOR), menceritakan kepada mongabay.com. Bahkan, riset tersebut menemukan bahwa anak-anak memprediksi rusaknya kualitas sungai, meningkatnya pembukaan hutan, dan perluasan perkebunan kelapa sawit  diantara kerusakan ekologis lainnya.

Setelah menggambar dalam kelompok, anak-anak, yang usianya berkisar 10 – 15 tahun, diminta untuk menjelaskan gambar mereka.  Secara umum mereka menjelaskan bahwa suhu udara akan menjadi lebih hangat, tidak akan ada pohon untuk menghentikan erosi tanah dan banjir. Satwa-satwa liar juga akan punah karena  terlalu sering diburu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan mereka akan kehilangan rumahnya.

Gambar 1a kondisi alam Kalimantan saat ini.  Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 1a kondisi alam Kalimantan saat ini. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 3b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 3b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie Pellier

Selama kegiatan berlangsung, para peneliti sangat berhati-hati untuk memastikan pendapat anak-anak tidak dipengaruhi oleh orang lain.

“Kami meminta agar para guru tidak berinteraksi dengan anak-anak, mendiskusikan gambar atau memberikan penjelasan tambahan,” kata para peneliti. “Juga, tidak ada buku atau gambar dari guru saat aktivitas menggambar tersebut, untuk memastikan bahwa kami menangkap persepsi anak-anak tanpa bias.”

Para ilmuwan umumnya terkejut melihat betapa pengetahuan anak-anak itu tentang kecenderungan kerusakan lingkungan dan degradasi yang terjadi saat ini di Kalimantan. Anak-anak tidak hanya menggambarkan kondisi lingkungan yang makin memburuk, bahkan mereka juga mampu mengaitkan kerusakan ini karena aktivitas manusia dan mengetahui pentingnya jasa ekosistem.

Penelitian tersebut secara mengejutkan menemukan bahwa anak-anak telah terpengaruh oleh  “sindrom pergeseran pandangan hidup” (shifting baselines syndrome).   Pergeseran pandangan hidup yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1995, adalah teori yang semakin diterima bahwa manusia terus-menerus memperbarui pandangan mereka tentang lingkungan atas hidup mereka dan berubah setiap generasi. Dengan kata lain, dari waktu ke waktu, masyarakat kehilangan “memori” tentang bagaimana gambaran kondisi lingkungan yang asri pada periode sebelumnya.

Gambar 1a kondisi alam Kalimantan saat ini.  Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 2a kondisi alam Kalimantan saat ini. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 2b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 2b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie PellierMisalnya, satu generasi melihat lingkungan hidup mereka yang masih sangat dipengaruhi oleh hutan dengan beberapa spesies asli yang masih melimpah. Namun anak-anak dalam penelitian tersebut tidak memunculkan gambaran tentang kondisi lingkungan pada generasi sebelumnya itu.

“Kami telah memperkirakan efek yang kuat dari pergeseran pandangan hidup di mana anak-anak berpikir bahwa kondisi lingkungan mereka saat ini sebagai kondisi ‘normal’. Hal ini tidak muncul sebagai suatu masalah,” kata peneliti pendamping Erik Meijaard, yang merupakan pendiri Borneo Initiative Future.

“Anak-anak di Kalimantan tampaknya memiliki pemahaman yang jelas tentang masa lalu, saat ini dan apa yang akan terjadi di masa depan dari lingkungan mereka. Hal ini cocok dengan penilaian independen kami tentang perubahan lingkungan,” kata Erik.

Pengetahuan yang mengesankan dari anak-anak tentang lingkungan mereka mungkin berasal dari berbagai sumber, dan menurut Anne, ini memerlukan penelitian lebih lanjut.

“Media dan literatur, khususnya melalui gambar, dapat menyampaikan pesan yang kuat kepada anak-anak muda untuk memahami kencenderungan sosial, ekonomi dan lingkungan,” katanya.

Anne-Sophie menambahkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah terpencil mungkin memiliki akses ke media lebih terbatas daripada anak yang hidup di kawasan yang telah rusak.  Akan tetapi tingkat pemanfaatan dari hutan pada komunitas mereka, tergantung dari tingkat ketergantungan mereka terhadap sumber alam tersebut.  Anak-anak juga dapat belajar ketika mereka menghadiri pertemuan desa yang membahas pengaturan penggunaan lahan,” katanya.

Sementara gambar dari semua anak tersebut menunjukkan memburuknya kondisi lingkungan dari saat ini sampai 15 tahun ke depan atau sekitar tahun 2030. Beberapa anak membayangkan kerusakan alam yang lebih besar daripada yang lain. Anak-anak yang tinggal di hutan yang masih utuh membayangkan kerusakan alam yang lebih sedikit, sementara mereka yang tinggal di desa-desa di kawasan yang telah rusak, melihat kondisi alam yang jauh lebih buruk.

Gambar 3a kondisi alam Kalimantan saat ini.  Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 3a kondisi alam Kalimantan saat ini. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 3b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie Pellier

Gambar 3b kondisi alam Kalimantan 15 tahun mendatang. Foto : Anne-Sophie Pellier

“Dalam kawasan hutan yang paling lebat, anak-anak memprediksi kondisi kerusakan alam yang lebih rendah  dan berharap masih merasakan hutan, air bersih dan satwa liar. Anak-anak yang tumbuh di kawasan yang terdegradasi, membayangkan alam yang bakal kosong dari satwa liar, hutan dan manfaat alam lainnya.”

Meskipun anak-anak dalam penelitian tersebut tidak mampu memilih lagi, para ilmuwan berharap politisi dan pembuat kebijakan tidak mengabaikan temuan ini.

“Kami ingin menggunakan fakta bahwa anak-anak di Kalimantan sangat prihatin tentang keadaan lingkungan mereka, yang diharapkan mampu mempengaruhi pemikiran politik. Pemerintah tidak bisa terus menerus membuat keputusan top-down tentang penggunaan lahan untuk aspek ekonomi, dengan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan,” kata Erik.

“Ada daya tarik emosional yang signifikan untuk memahami apa yang dipikirkan anak-anak, dan cara pandang emosional ini sangat sulit untuk diabaikan,” katanya.

Anne-Sophie mencatat bahwa penelitian ini memiliki implikasi etis bagi para pemimpin.”Anak-anak bakal menanggung masalah besar dalam hidup mereka di masa mendatang untuk menangani masalah lingkungan demi keberlanjutan sumber daya alam. Oleh karena itu, kita harus mendengarkan mereka,” tegasnya.

Baik Erik maupun Anne mengatakan bahwa terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia yang baru, bisa mengubah kondisi hutan Kalimantan serta hutan lainnya di seluruh Indonesia.

“Dengan pilihan untuk berpikir liberal, berorientasi pada orang, dan presiden yang demokratis, mayoritas orang Indonesia yang menentukan pilihan untuk masa depan mereka,” kata Erik.

Indonesia saat ini memiliki laju deforestasi tertinggi di dunia, bahkan mengalahkan Brasil yang dalam dekade terakhir laju deforestasinya telah mengecil. Para peneliti menyatakan bahwa langkah berikutnya bagi Indonesia adalah untuk membuktikan kepada anak-anak bahwa masa depan tidak lebih buruk dari gambaran mereka.

Para peneliti mengatakan bahwa hal ini penting untuk mengembangkan pendekatan untuk menunjukkan kepada anak-anak ini bahwa apa yang terjadi masa lalu tidak selalu menentukan apa yang terjadi masa depan. Dan bahwa perubahan positif mungkin terjadi jika pembangunan secara aktif mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan ketergantungan masyarakat pada manfaat alam.

Erik menambahkan bahwa riset ini menunjukkan bahwa anak-anak memang benar-benar peduli tentang kondisi lingkungan mereka dan keinginan untuk mengubah dimulai dengan memahami apa yang sedang terjadi.

*Jeremy Hance merupakan penulis yang bergabung pertama kali sejak Mongabay didirikan oleh Rhett Butler. Tulisan asli bisa dilihat disini


Masa Depan Menurut Anak-Anak : Rusaknya Alam Kalimantan was first posted on August 17, 2014 at 5:09 pm.

Soal Pengelolaan Energi, Inilah Pesan buat Presiden Baru

$
0
0

Galian tambang batubara di Kalimantan Tengah. Tambang batubara banyak menyisakan kerusakan lingkungan dan masalah sosial bagi masyarakat sekitar. Foto: Walhi Kalteng

Saat ini, di Indonesia, investasi pada sektor energi terbuka lebar bagi perusahaan asing, bahkan dana dari luar negeri ini mengalir ke perusahaan-perusahaan nasional. Energi fosilpun dikuras sebanyak-banyaknya. Sedang energi terbarukan hanya menjadi ‘pemanis” dan selalu diberi label sebagai sumber energi alternatif. Alhasil, produksi tambang Indonesia jadi pemenuh energi negara lain, sedang keperluan dalam negeri dari impor! Pemerintahan ke depan harus mengubah pola-pola seperti ini. Berikut beberapa pandangan dari para aktivis lingkungan.

Hendrik Siregar, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, hingga kini, Pertamina yang ditugaskan memenuhi pasokan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dikebiri UU Migas. “Ketidakmampuan Pertamina terlihat, mereka hanya mampu penuhi 24% BBM. Selebihnya impor,” katanya dalam diskusi energi di Jakarta, minggu pertama Agustus lalu.

Kondisi tampak rumit kala ada kebijakan yang bikin Indonesia tak memproses BBM sendiri, hingga terus impor. “Jadi, energi selain terbarukan itu impor.”

Bagi Hendrik, tak heran keadaan ini menyebabkan, 80% blok migas di Indonesia, dikuasai perusahaan-perusahaan berbasis di luar negeri. “Jadi, Indonesia tak berdaya memenuhi kebutuhan sendiri.”

Dia mengingatkan, pemerintah ke depan harus memikirkan strategi baru, bukan seperti saat ini. “SBY 10 tahun terakhir tak punya visi kedaulatan energi, walau buat UU Energi, hanya konteks regulasi yang mudah dimainkan.”

Untuk itu, pola-pola lama, katanya, tak perlu dipertahankan termasuk ASEAN Power.  ASEAN Power Grid ini,  mengintegrasikan sumber-sumber energi seperti PLTU tambang ke negara-negara ASEAN, seperti di Kalimantan Barat, menuju Serawak, Malaysia.

“Kebijakan-kebijakan ini seperti ini harus di-review. Jangan sampai kita meributkan subsidi ke rakyat tapi malah kasih subsidi ke negara lain,” ujar dia.

Ke depan, bagaimana pemerintah mampu mengelola sumber energi untuk dan aset rakyat. “Jadi ga bisa lagi pengelolaan seperti biasa, sumber energi harus jadi energi rakyat.”

Hal lain lagi, kata Hendrik, selama ini, dua per tiga kebutuhan energi Indonesia untuk kendaraan atau alat transportasi. Untuk itu, perlu dibenahi dan melihat moda transportasi publik mana yang benar-benar buat masyarakat.

Selain itu, katanya, energi terbarukan harus serius dikembangkan dan menjadi sumber energi utama. Menurut dia, Indonesia, mempunyai potensi energi terbarukan sangat besar, tetapi hanya jadi pemanis.  “Energi panas bumi justru begitu besar malah hanya jadi energi alternatif. Ini yang salah. Harusnya energi terbarukan jadi sumber energi utama.”

Untuk itu, pemerintah baru harus mengubah pola pikir ini. Ke depan, yang menjadi sumber energi utama (main source energy) adalah energi-energi terbarukan.

Tak jauh beda dengan pandangan Siti Maimunah, aktivis lingkungan yang konsern dengan isu-isu tambang.  Dia mengatakan, Joko Widodo, orang baru namun berada pada sistem lama. Dia tak lepas dari penguasaan bahan-bahan energi fosil itu.

Bagaimana memperbaiki keadaan ini? Pertama, menurut Mai, harus memperlakukan energi sebagai titik puntir, hingga perspektif pengelolaan tidak sektoral. Letakkan energi sebagai sumber kebutuhan rakyat dan bukan sumber pengelolaan untuk mendapatkan rente.  “Energi jadi titik puntir penting karena bisa berdampak luas,” ujar dia.

Kedua, membahas energi harus berbicara mengenai produksi dan konsumsi. Bukan hanya menghitung produksi dan terus menguras alam sebanyak-banyaknya.

Dia ambil contoh batubara yang tak pernah dihitung kebutuhan dalam jangka panjang. Pasokan barubara Indonesia,  kata Mai, hanya dua sampai tiga persen, tetapi sombong, produksi kejar-kejaran dengan Australia. Belum lagi, 60% batubara hanya dikuasai enam perusahaan, terutama milik Abu Rizal Bakrie.

Penambangan batubara di dekat lokasi Taman Wisata Alam Bukit Serelo Kabupaten Lahat. Kerusakan alam dan polusi udara, di antara dampak yang ditimbulkan dari eksploitasi energi tak terbarukan ini. Foto: Taufik Wijaya.

Tak hanya itu, dalam mengkonsumsi energipun harus ada aturan. Jadi, perlu dipikirkan bagaimana mengurangi konsumsi. Dia mencontohkan, ada mal di pinggiran Jakarta, yang menggunakan energi sama dengan Bandara Soekarno-Hatta.

“Kita hanya bicara produksi. Ini harus bicara produksi dan konsumsi. Harus koreksi konsumsi. Ga bisa energi tak terbarukan tak diatur penggunaannya.”

Menurut dia, dalam penggunaan energi harus melihat skala prioritas. Berbagai hal ini, katanya, harus menjadi perhatian serius bagi pemerintahan baru.

Ketiga, selama ini, dampak ekologi dan sosial dalam memproduksi energi tak pernah diperhitungkan negara. Padahal, ongkos luar biasa besar. Misal, masyarakat sekitar tambang minyak dan batubara mengalami krisis energi luar biasa. Belum lagi kerusakan lingkungan  parah. Ongkos sosial dan ekologi ini, mesti menjadi perhatian pemerintahan baru.

Keempat, pemerintah ke depan harus kongkrit memikirkan bagaimana mengurangi energi fosil atau tak terbarukan. Terlebih, katanya, energi terbarukan Indonesia diperkirakan bisa sampai 100 tahun, misal sumber angin, biomasa, dan geothermal. Untuk itu, dia menyarankan, pemerintah menjadikan energi terbarukan bukan pemanis bibir tetapi sumber energi utama.

Namun, Mai tak yakin bisa mengurangi eksploitasi energi fosil jika program yang menjadi andalan pemerintah itu MP3EI—yang memang getol menguras sumber energi.  Dia mendesak, pemerintahan baru tak lagi menggunakan MP3EI sebagai patron.

“Jika bicara perubahan iklim, jika Indonesia tak jalankan energi terbarukan maka 2030, Indonesia akan jadi pengemisi terbesar di dunia. Masak kita mau disamakan dengan AS, Canada ataupun Australia sebagai penjahat perubahan iklim.”

Masukan kepada pemerintahan baru juga datang dari Abetnego Tarigan, direktur eksekutif Walhi Nasional. Menurut dia, jika berbicara energi ada tiga hal perlu dilakukan.

Pertama, konservasi energi dengan mendorong pemanfaatan energi secara efesien dan rasional. Tentu, tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan. Antara lain, konservasi pada pembangkit yang didahului dengan audit energi, mengurangi pemakaian listrik konsumtif termasuk buat keindahan dan kenyamanan. Lalu mengganti peralatan tak efesien seperti mesin-mesin produksi dan transportasi yang tak hemat energi dan mengatur pemakaian peralatan.

Kedua, diversifikasi energi penting dilakukan karena selama ini di Indonesia, justru terjadi penyeragaman. Deversifikasipun berjalan lambat. Dia mengatakan, banyak wilayah berpotensi biofuel tetapi pemanfaatan tak berjalan baik. Bahkan, katanya, sampai sekarang Indonesia,  tak memiliki skenario perubahan pegggunaan energi. “Misal mau gunakan batubara itu sampai kapan?” Ketiga, insentif dan disinsentif sangat penting untuk mengakselerasi pengelolaan energi.

Namun, Abetnego memberikan catatan soal energi ini, yakni, penting melihat sejauh mana kekuatan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bisa mengubah struktur kabinet. “Karena kalau struktur kabinet seperti sekarang tak akan jalan. Lamban, ego sektoral.”

Riza Damanik, direktur eksekutif Indonesia for Global Justice juga memberi pandangan mengenai pengelolaan energi di Indonesia. Menurut dia, perombakan pemberian subsidi bisa dijalankan tetapi harus berdasarkan keadilan hak. “Sepakat penghentian subdisi bagi kapal-kapal besar dan industri-industri ekstraktif. Tapi tidak bagi sektor-sektor kerakyatan seperti pertanian dan perikanan,” katanya.

Di Indonesia, ada subsidi salah sasaran, misal,  pemberian pada kapal-kapal lebih 60 gross atau industri pergudangan. “Jika ini dipangkas akan memberikan cukup banyak penghematan dalam penggunaan energi.”

Hal penting lain yang harus diperhatikan pemerintahan Jokowi-JK,  yakni penggunaan teknik lokal dalam pengelolaan energi agar tak ada ketergantungan luar.  “Bukan hanya energinya tapi masyarakat bisa kelola sendiri energi tak perlu tergantung asing.”

Untuk itu, pemerintah harus memberi ruang khusus dan anggaran khusus agar kampus-kampus bisa menghasilkan teknologi terapan hingga teknologi-teknologi lokal bisa dikembangkan.

Selain itu, guna mendorong kedaulatan energi, katanya, harus meletakkan sumber daya alam (SDA) sebagai suatu yang integral bukan sektoral.


Soal Pengelolaan Energi, Inilah Pesan buat Presiden Baru was first posted on August 18, 2014 at 7:09 am.

Doa Kemerdekaan Warga Rembang : Lestarinya Sumber Mata Air

$
0
0
Aksi seni kemerdekaan perempuan warga Rembang menolak keberadaan pabrik Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

Aksi seni kemerdekaan perempuan warga Rembang menolak keberadaan pabrik Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

Bendera merah putih berkibar di atas tenda, bambu-bambu runcing di cat warna merah dan putih menghiasi tenda-tenda dan pinggiran jalan tapak pabrik semen. Itulah suasana di tenda-tenda perjuanan warga Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang yang menolak keberadaan pabrik PT Semen Indonesia.

Minggu sore itu, 17 Agustus 2014,  puluhan orang yang didominasi kaum perempuan sudah berkumpul di tenda perjuangan. Mereka mengenakan kebaya dan kain panjang. Masing-masing dari mereka bergantian memasang tusuk sanggul terbuat dari bambu berwarna merah putih untuk merayakan hari kemerdekaan.

Merdeka, merdeka. Tolak Pabrik Semen. Tolak.

Pekikan-pekikan warga terdengar lantang. Mereka saling bersahutan. Merayakan kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 pada 17 Agustus 2014 kemarin.
“Tepat pada hari ini juga 62 hari ibu-ibu menduduki tenda perjuangan untuk terus menyampaikan penolakan mereka terhadap pendirian pabrik semen dan pertambangan,” kata Aan Hidayah, selaku pemdamping warga.

Joko Prianto, warga Tegaldowo kepada Mongabay mengatakan, warga punya cara sendiri untuk merayakan hari kemerdekaan. Mereka melakukan syukuran di lokasi sumber mata air dan memohon doa atas perjuangan warga hingga dua bulan ini terus bersatu menolak hadirnya pabrik semen.

Aksi warga Rembang untuk penyelamatan mata air. Foto : Tommy Apriando

Aksi warga Rembang untuk penyelamatan mata air. Foto : Tommy Apriando

“Hadirnya pabrik semen akan merusak sumber mata air, terutama cekungan air tanah (CAT) Watuputih yang dilindungi. Kami sudah sejahtera dengan bertani dan beternak, kami tidak butuh pabrik semen,” kata Joko Prianto yang akrab dipanggil Prin.

Sore itu, meski angin berhembus cukup kencang.Ibu-ibu berjajar dan berbaris, mereka berkumpul sambil membawa beberapa hasil bumi. Kopi hitam, nasi putih, daging ayam dan beberapa hasil bumi lain dijadikan warga sebagai persembahan pada ritual syukuran mereka di sumber mata air pantiran dan mata air mbah demang.

“Harapan kita semua disini agar sumber mata air terus terjaga hingga anak cucu kita kelak. Agar pabrik semen batal. Kita juga bersyukur atas hasil bumi yang kita dapat sampai hari ini,” kata Joko yang memimmpin ritual syukuran warga.

Setelah berdoa, Sukinah mewakili kemudian menancapkan tiang bendera merah putih sambil memekikkan kata-kata semangat diikuti warga lainnya.

“Merdeka! Tolak Pabrik Semen!”, teriaknya.

Acara dilanjutkan dengan berkumpul di depan tenda, untuk berdoa dan dilanjutkan makan malam bersama yang diolah dari hasil bumi.

Aksi Seni Kemerdekaan

Malam berlanjut dengan aksi seni untuk memperingati kemerdekaan. Lesung penumbuk padi bergantian dipukul oleh ibu-ibu secara bergantian. Sembari menentukan ketukan, secara bergantian pukulan mereka ke lesung menjadi irama pengiring nyanyian ibu-ibu nembang lagu. Lagu berbahasa Jawa tentang menjaga dan mensyukuri pemberian alam. Mereka nyanyikan bersama-sama. Seorang perempuan membuat irama musik dengan cara menampih beras di tampah.

Usai penampilan ibu-ibu, anak-anak membacakan puisi tentang doa perjuangan mereka. Ditutup dengan penampilan teater dari warga dengan menggunakan wayang kardus dan aksi kesenian lainnya.

Ming Lukiarti, dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang selaku pembawa acara mengapresiasi penampilan para perempuan yang didukung oleh suami mereka untuk berjuang menolak keberadaan pabrik semen.

“Kita semua harus ketahui bersama bahwa tanah yang ada di bumi ini bukanlah milik kita. Namun, titipan tuhan untuk anak cucu kita nanti. Untuk itu kita wajib menjaga dan memperjuangkannya agar tetap lestari,” kata Ming Lukiarti.

Dalam kesempatan itu, Murtini, warga Desa Timbrangan bercerita dia pernah pingsan karena harus berhadapan dengan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian pada aksi tanggal 16 Juli 2014.

“Sampai kapanpun saya akan tetap menolak pabrik semen, tidak takut terhadap apapun. Kami ingin memperjuangkan hak kami untuk mempertahankan lingkungan yang lebih baik,  lahan pertanian kami tidak terganggu sumber airnya karena adanya pertambangan. Tolak pabrik semen,” kata Murtini.

Sementara itu, Zainal Arifin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengatakan dalam sambutannya bahwa mereka yang menjadi kuasa hukum warga akan mengajukan menggugat keberadaan pabrik semen. Mereka sedang melakukan finalisasi draft gugatan untuk diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Tengah.

“Kita akan menggugat ijin lingkungan yang dikeluarkan oleh gubernur yang menjabat ketika itu yakni Bibit Waluyo dan saat ini menjabat yaitu Ganjar Pranowo,” katanya. Dia mengatakan tidak ada alasan bagi Gubernur Ganjar Pranowo untuk membatalkan ijin pabrik semen.

LBH Semarang bersama Walhi, jaringan pengacara Pilnet dan jaringan lainnya akan mewakili warga untuk melawan gubernur Jawa Tengah dan pabrik semen Indonesia.

Tenda Perjuangan Warga Rembang menolak keberadaan pabrik PT Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

Tenda Perjuangan Warga Rembang menolak keberadaan pabrik PT Semen Indonesia. Foto : Tommy Apriando

Dia mengatakan bahwa PTUN itu bukan satu-satunya cara untuk memperjuangkan batalnya pabrik semen beroperasi. Salah satu hal yang kuat untuk terus memperjuangkan sumber mata air dan Gunung Bokong adalah dukungan dan doa kita semua yang masih terus menolak pabrik semen.

“Jadi PTUN hanya salah satu cara hukum yang akan kita lakukan. Saya percaya yang bisa usir pabrik ya masyarakat sendiri.  Yang penting masyarakat solid, jangan terprovokasi,” kata Zainal.


Doa Kemerdekaan Warga Rembang : Lestarinya Sumber Mata Air was first posted on August 18, 2014 at 8:57 am.

BBKSDA Jawa Barat Kembali Sita Elang Jawa

$
0
0
BBKSDA Jawa Barat dan Suaka Elang melakukan penyitaan elang jawa (Nisaetus bartelzi) dan sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus) dari seorang pemelihara ilegal di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Foto : Suaka Elang

BBKSDA Jawa Barat dan Suaka Elang melakukan penyitaan elang jawa (Nisaetus bartelzi) dan sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus) dari seorang pemelihara ilegal di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Foto : Suaka Elang

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat bekerjasama dengan Perkumpulan Suaka Elang kembali menyita dua ekor elang jenis elang jawa (Nisaetus bartelsi) dan sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus) yang dipelihara secara ilegal dari seorang warga di Desa Tundagan, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Petugas mengevakuasi elang tersebut pada tanggal 15 Agustus 2014, dan langsung dikirimkan ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Gadog – Animal Sanctuary Trust Indonesia (ASTI), Bogor.

Kepala Bidang III Wilayah Ciamis BBKSDA Jawa Barat, Muhamad Junjun Nurjaman menjelaskan evakuasi tersebut berdasarkan keterangan yang masuk dari masyarakat. BBKSDA langsung menindaklanjuti informasi tersebut dan mengevakuasi begitu menemukan keberadaan elang jawa tersebut.

“Menurut pengakuan pemelihara, elang jawa tersebut dia dapatkan di hutan pinus dan dipelihara sejak kecil. Sedangkan sikep madu asia dia dapatkan dari pemberian orang. Karena pemeliharaan elang merupakan aktifitas yang dilarang undang-undang, maka kami meminta pemiliknya untuk menyerahkan kepada kami,” jelasnya kepada Mongabay.

Kedua elang tersebut ternyata tidak dalam kondisi yang menggembirakan. Menurut Firmansyah, relawan Suaka Elang yang turut dalam proses evakuasi, elang tersebut sangat lemas karena disinyalir tidak mendapatkan perawatan yang baik oleh pemiliknya.

“Elang yang berjenis sikep madu asia tersebut selama ini dikasih makan pisang, sehingga tubuhnya terlihat lemas. Hal itu diketahui dari sisa-sisa pakan yang ada di dalam kandang,” jelasnya saat mengevakuasi elang tersebut.

Terkait kondisi elang tersebut dibenarkan oleh Andita Septiandini, dokter hewan yang bertugas di ASTI, yang menangani kedua elang tersebut. Kedua individu elang nampak stress. Akan tetapi, kedua elang  tersebut mau makan.

Dijelaskan lebih lanjut, saat ini elang tersebut sedang dalam periode resting atau pengistirahatan hingga hari Rabu (20/8/2014). Setelah periode resting, keduanya akan menjalani proses medical checkup, observasi, diagnosa, penetapan diagnosa, dan treatment.

“Proses tersebut harus dijalani secara bertahap selama lebih kurang tiga bulan, untuk memastikan jika elang yang dievakuasi siap untuk proses rehabilitasi, ditinjau dari kondisi fisiknya maupun anatomi serta perilaku,” jelasnya.

Namun jika elang tersebut ternyata  terinfeksi virus, maka akan dimasukkan ke kandang isolasi. Treatment peningkatan imunitas tubuh, menekan faktor stres dan juga sanitasi kandang harus dijalani. Jika individu elang tersebut mampu melewati proses isolasi, diharapkan burung tersebut dapat melawan virus itu sendiri. “Akan tetapi, apakah kemudian elang tersebut layak dilepasliarkan atau tidak kita belum tahu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Junjun menambahkan bahwa seluruh jenis elang yang ada di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi Undang-Undang nomor 5 tahun 1990, dan masuk dalam daftar PP nomor 7 tahun 1999. Dia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menangkap, memperjualbelikan ataupun memelihara satwa dilindungi.

 


BBKSDA Jawa Barat Kembali Sita Elang Jawa was first posted on August 18, 2014 at 11:57 am.

Perda Larangan Tambang Sulit Diwujudkan

$
0
0
Bila pertambangan diperbolehkan maka bersiaplah menuai bencana. Foto: Hendar

Bila pertambangan diperbolehkan maka bersiaplah menuai bencana. Foto: Hendar

Desakan masyarakat Balikpapan kepada pemerintah kota dan DPRD untuk segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Larangan Penambangan Batubara sepertinya sulit diwujudkan. Pasalnya, keinginan ini dinilai bertentangan dengan Undang‑undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang‑undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ketua DPRD Balikpapan Andi Burhanuddin Solong mengatakan, ada tiga landasan yang perlu diperhatkan dalam menyusun dan menetapkan perda tersebut yaitu landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis.

Landasan yuridis diartikan sebagai kepatuhan terhadap azas hukum ke atas atau regulasi yang lebih tinggi. Landasan sosiologis tentang kearifan lokal dan landasan filosofis merumuskan bahwa perda yang dibuat tidak boleh lepas dari koridor lima sila. “Satu saja tidak terpenuhi maka kita tidak boleh membuat perda,”ujarnya

Larangan penambangan batubara diakui menjadi dilema bagi Kota Balikpapan. Di satu sisi kehendak masyarakat yang mengharamkan penambangan harus diakomodir, namun di sisi lain amanat undang-undang justru membolehkannya. Karena itu, Pemkot Balikpapan dan DPRD harus mencari celah agar harapan masyarakat tidak sirna dengan sendirinya.

“Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, beserta kekayaan di dalamnya dikuasi oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Berarti batubara harus dikelola, tapi kan rakyat Balikpapan tidak menginginkan. Adanya UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang inilah yang bisa kita gunakan,” jelasnya.

ABS, biasa disapa, menyatakan, UU 26/2007 selama ini menjadi celah untuk mengakomodir aspirasi masyarakat Balikpapan. Dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan, pemerintah berkomitmen menetapkan kawasan hijau 52 persen dan kawasan terbangun 48 persen. Di dalamnya juga tegas disebutkan larangan penambangan batu bara. Hanya saja, perda ini berlaku 20 tahun.

Selain Perda RTRW, Pemerintah Kota Balikpapan sebenarnya juga telah menerbitkan Peraturan Walikota tentang larangan aktivitas penambangan. Perwali itu ditetapkan ketika Walikota Imdaad Hamid (2006-2011) menjabat dan masih dipertahankan hingga sekarang. Namun, tak ada jaminan apakah walikota berikutnya siap menjalankan komitmen tersebut.

“Yang jadi persoalan, ada permintaan dari pusat agar batubara yang ada di daerah dikelola. Jadi, ada kemungkinan Perda RTRW direvisi. Ini yang harus dijaga DPRD dan Pemkot, apabila tidak pupuslah harapan rakyat ini,” tandas ABS.

Desakan penetapan Perda Larangan Penambangan terakhir kali disuarakan oleh Forum Peduli Lingkungan Hidup (FPLH) Balikpapan pada 24 April lalu. Aspirasi itu disampaikan ke DPRD seiring peringatan hari lingkungan hidup yang jatuh pada 22 April.

Mantan Walikota Balikpapan Imdaad Hamid berharap, Kota Balikpapan tetap pada komitmennya menerapkan anti pertambangan di Balikpapan. Sebagaimana yang diketahui hingga tahun 2012, Balikpapan tidak satupun mengeluarkan izin pertambangan baik IUP maupun PKB2B.

Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP) Balikpapan mencatat lahan yang tersisa untuk permukiman kini tinggal 20 persen. Sisa lahan tersebut diperkirakan bisa bertahan hingga 20-30 tahun ke depan. “Lahan permukiman yang tersisa sekitar 20 persen, karena masih banyak yang belum dimafaatkan,” ujar Kepala Bidang Perumahan DTKP Abidinsyah Idris.

Menurut Abidinsyah, potensi kandungan batubara yang ada di Balikpapan dekat dengan permukiman penduduk. Beberapa tempat berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Lingkungan di Kota Balikpapan penting untuk dipertahankan. jangan tergiur godaan tambang. Foto: Hendar

Lingkungan di Kota Balikpapan penting untuk dipertahankan. Jangan tergiur godaan tambang. Foto: Hendar

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Perda Larangan Tambang Sulit Diwujudkan was first posted on August 18, 2014 at 1:48 pm.

Pohon Ditanam, Pohon Ditebang: Ruang Terbuka Hijau Palu Berkurang

$
0
0
Pohon di taman Kota Palu ditebang, setelah Iwan Fals melakukan penanaman pohon, Sabtu 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

Pohon di taman Kota Palu ditebang, setelah Iwan Fals melakukan penanaman pohon, Sabtu, 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

Sabtu, 16 Agustus 2014, siang. Muhamad Isnaeni Muhidin, pegiat lingkungan di Kota Palu, mendadak marah. Ia melampiaskan emosinya pada teman-temannya yang sedang berkumpul di halaman kantor Radio Nebula FM. Usut punya usut, ia baru saja melewati taman kota di bundaran Jalan Sultan Hasanudin kala melihat pohon-pohon ditebang.

“Ini tidak bisa dibiarkan. Pohon-pohon itu sudah besar dan menjadi ruang terbuka hijau di Kota Palu. Ini malah ditebang,” kata Neni, panggilan akrabnya.

Neni semakin marah. Setelah ia mendengar bahwa alasan penebangan pohon itu hanya untuk membangun tempat parkir kendaraan. Yang lebih memiriskannya, penebangan pohon itu terjadi saat Iwan Fals, legenda musik balada Indonesia, melakukan penanaman pohon sebanyak 6.000 bibit di Tugu Perdamaian Nosarara Nosa Batutu, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.

“Ini kan lucu. Pagi hari Iwan Fals menanam pohon di Tugu Perdamaian bersama pemerintah kota, siang harinya pohon di taman Kota Palu ditebang,” katanya.

Masyarakat Kota Palu menyebut taman kota itu sebagai “Taman Nasional.” Letaknya di pusat kota, tepat berhadapan dengan gedung juang, sebuah kantor militer, dan toko perbelanjaan.

Neni kini tercatat menjadi anggota forum Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Forum ini merupakan bentukan pemerintah. Anggotanya bisa individu maupun lembaga. Menurutnya, sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, pemerintah berkomitmen membangun ruang terbuka hijau sebesar 30 persen. Dan taman kota tersebut, katanya, merupakan titik ruang terbuka hijau yang diprioritaskan di Kota Palu.

Ia mengatakan, tidak ada alasan penebangan pohon hanya untuk membangun lahan parkir. Kalau membangun lahan parkir, kata dia, harusnya dibuat di luar taman. Ini kebijakan yang salah. Apalagi sebelumnya, Neni mengaku sudah menghubungi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, dan mendapat jawaban bahwa sang kepala dinas berjanji tidak melakukan penebangan.

“Tapi ternyata, ada penebangan dengan alasan tidak ada lahan parkir. Masa pohon harus mengalah sama kendaraan,” tandasnya.

Penebangan pohon sendiri terjadi pada Sabtu (16/8) siang, sekitar pukul 13.30 waktu setempat. Pohon-pohon yang ditebang antara lain johar dan mahoni yang dikenal sebagai pohon pelindung, serta beberapa jenis bunga. Pohon itu diperkirakan berusia belasan tahun.

Salah satu dari tiga orang yang melakukan pekerjaan, mengaku bahwa mereka hanya diperintahkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk menebang pohon karena akan dibuat lahan parkir. Untuk menebang pohon, para pekerja itu menggunakan gergaji mesin atau Chainshaw.

“Kami hanya diperintahkan menebang pohon di taman ini. Katanya untuk lahan parkir,” ujar salah seorang pekerja.

Iwan Lapasere, salah seorang warga kota Palu mengatakan, sekitar tahun 80-an dan 70-an ke bawah, “Taman Nasional” tersebut punya nilai sejarah, karena sering digunakan sebagai tempat upacara kemerdekaan. Pohon-pohon sebagai tempat berteduh dan tempat yang nyaman untuk anak-anak bermain.

“Waktu saya kecil, saya sering bermain di taman itu. Pohon-pohonya sudah ada. Sekarang pohon sudah ditebang hanya untuk dijadikan tempat parkir. Ini sama saja dengan membunuh memori kami,” ungkap Iwan.

Wakil Walikota Palu, Mulhanan Tombolotutu, ketika diminta keterangannya usai pagelaran konser Iwan Fals di bukit Jabal Nur, mengaku kaget dengan penebangan pohon di taman kota tersebut. Menurutnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu tidak melakukan koordinasi dengannya.

Selama ini, Mulhanan sering mengatakan bahwa Kota Palu sangat kekurangan ruang terbuka hijau. Ia juga yang mendampingi Iwan Fals menanam pohon. Apalagi Kota Palu memiliki konsep kota hijau berkelanjutan. Namun, setelah penebangan ramai dibicarakan, Mulhanan mendapat kabar bahwa yang ditebang hanyalah pohon kecil dan ranting-rantingnya saja.

“Saya kaget mendengar kabar ini. Tapi saya sudah minta kepada Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk segera membatalkan rencana pembuatan lahan parkir di taman kota. Kalo membuat parkir, harus di luar taman,” kata Mulhanan.

Kondisi taman kota yang telah ditebang dan akan dijadikan lahan parkir,  setelah Iwan Fals melakukan penanaman pohon, Sabtu, 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

Kondisi taman kota yang telah ditebang dan akan dijadikan lahan parkir, setelah Iwan Fals melakukan penanaman pohon, Sabtu, 16 Agustus 2014. Foto: Christopel Paino

Sumardi, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, seperti dikutip dari www.kabarselebes.com, justru mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah kota. Namun menurutnya, penebangan pohon itu hanya yang kecil dan dua pohon saja. Tujuannya untuk kepentingan publik.

“Kita mau buat lahan parkir untuk warga yang mengunjungi bundaran taman nasional. Karena selama ini kendaraan pengunjung mengganggu lalu lintas,” kata Sumardi berkilah.

Mimbar bebas protes penebangan

Senin, 18 Agustus 2014, sore. Belasan orang mulai berkumpul di taman Kota Palu. Sebagaian besar berpakaian hitam. Protes terhadap penebangan pohon di taman kota yang akan dijadikan lahan parkir berlanjut. Mereka mendengar taman tersebut tetap akan dilanjutkan pembangunannya untuk lahan parkir.

Kali ini, Neni bersama rekan-rekan yang peduli dengan taman kota menggelar mimbar bebas. Mereka berorasi dan bermain musik menentang peralihan ruang tersebut. Namun di belakang mereka, truk berisi pasir terus melakukan penimbunan. Bunga-bunga yang tadinya menghiasi taman itu pun hilang.

“Ini bukan persoalan pohon, tapi peralihan ruang terbuka yang susah payah dibangun, namun dirusak hanya untuk dijadikan tempat parkir. Padahal di Kota Palu, yang kami tahu ruang terbuka hijau baru 10 persen. Sementara yang diamanatkan oleh undang-undang minimal 30 persen,” kata Neni berorasi.

Syahrudin Douw, Direktur Jatam Sulteng yang ikut dalam aksi itu mengatakan, selama dua puluh tahun tinggal di Kota Palu, ia ikut merasakan bagaimana pohon-pohon di taman itu memberikan dampak terhadap lingkungan.

“Tata ruang di Kota Palu tidak diatur dengan baik. Makin banyak kendaraan, kota makin semrawut. Sementara ruang terbuka seperti ini semakin kecil,” kata Etal, panggilan akrabnya.

Orasi dalam mimbar bebas sebagai bentuk protes penebangan pohon di taman kota Palu. Foto: Syarifah Latowa

Orasi dalam mimbar bebas sebagai bentuk protes penebangan pohon di taman kota Palu. Foto: Syarifah Latowa

Rahmat Saleh, akademisi dari Universitas Tadulako dan juga pemerhati tata ruang mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya taman kota ini sarat dengan nilai-nilai sejarah. Selain itu, dahulunya ia sering melihat tupai di pepohonan dan juga burung-burung yang bertengger.

Menurutnya, pemerintah kota tidak memiliki perencanaan yang matang dalam mengatur tata ruang. Sebab, tidak memiliki sistem zonasi. Padahal, pemerinta kota menurutnya bisa membuat konsep jejaring hijau, misalkan dengan membuat kanopi yang menghubungkan satu ruang terbuka hijau dengan ruang terbuka hijau lainnya.

“Selain itu, kalau alasannya pemerintah bahwa tidak ada lahan parkir, harusnya dibuat semacam konsep berbagi parkir. Misalkan kendaraan bisa parkir di halaman gedung juang atau di halaman lainnya,” katanya.

Menurutnya lagi, aktivitas kendaraan yang lalu lalang di bundaran tersebut merupakan bagian dari ketidakmatangan pemerintah kota dalam mengatur ruang terbuka hijau. Harusnya kendaraan dialihkan ke jalan lain. Dia juga mengusulkan agar pemerintah setempat menggelar kegiatan seperti festival bunga untuk menghidupkan taman tersebut.

Dalam aksi mimbar bebas tersebut, para pencinta lingkungan ikut menanam bibit pohon di lokasi yang sudah ditimbun pasir. Penanaman itu sebagai bentuk protes terhadap pembangunan lahan parkir di taman kota.

Saat pemerhati lingkungan melakukan protes, disaat bersamaan truk terus melakukan penimbunan di taman kota untuk dijadikan lahan parkir. Foto: Syarifah Latowa

Saat pemerhati lingkungan melakukan protes, disaat bersamaan truk terus melakukan penimbunan di taman kota untuk dijadikan lahan parkir. Foto: Syarifah Latowa

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Pohon Ditanam, Pohon Ditebang: Ruang Terbuka Hijau Palu Berkurang was first posted on August 18, 2014 at 2:23 pm.

Kebun Binatang Surabaya Resmi Miliki Ijin Lembaga Konservasi

$
0
0
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ditemani Walikota Surabaya Tri Rismaharini melihat kondisi satwa dan kandang Jalak Bali. Foto : Petrus Riski

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ditemani Walikota Surabaya Tri Rismaharini melihat kondisi satwa dan kandang Jalak Bali. Foto : Petrus Riski

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyerahkan ijin Lembaga Konservasi kepada Kebun Binatang Surabaya, yang diterima langsung oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Senin (18/8) di Surabaya. Diterimanya ijin Lembaga Konservasi ini semakin memudahkan langkah Pemerintah Kota Surabaya melalui Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS) untuk mengelola Kebun Binatang Surabaya dengan lebih baik sesuai prinsip animal welfare atau kesejahteraan satwa.

Keluarnya ijin Lembaga Konservasi kepada Kebun Binatang Surabaya yang tertuang dalam Surat keputusan (SK) Menteri Kehutanan RI Nomor SK. 677/Menhut-II/2014 tentang Pemberian Ijin Sebagai Lembaga Konservasi, merupakan bukti usaha keras semua pihak dalam hal ini Pemerintah Kota Surabaya, untuk melakukan perbaikan serta penataan di Kebun Binatang Surabaya.

“Hari ini tuntas sudah Ijin Lembaga Konservasi untuk KBS, saya yakin seperti yang sudah kita saksikan bersama KBS akan jauh lebih baik, sekarang maupun masa-masa yang akan datang,” kata Zulkifli Hasan.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menandatangani plakat peresmian lembaga konservasi. Foto : Petrus Riski

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menandatangani plakat peresmian lembaga konservasi. Foto : Petrus Riski

Selain mengapresiasi upaya yang telah dilakukan untuk perbaikan Kebun Binatang Surabaya, Menteri Kehutanan menekankan pentingnya pengelolaan lembaga konservasi berdasarkan kaidah kesejahteraan satwa. Hal itu terkait beberapa kasus kematian satwa yang terjadi di Kebun Binatang Surabaya beberapa tahun terakhir, yang menjadi perhatian sensitif dunia internasional.

“Perhatian dunia sekarang ini pada pengelolaan satwa sangat luar biasa, sehingga pengelolaan satwa tidak boleh seperti dulu lagi. Pengelolaan satwa harus seperti di alam bebas meski tempatnya terbatas, itu yang dinamakan animal welfare,” ujar Zulkifli.

Zulkifli menegaskan dengan keluarnya ijin ini tidak ada lagi konflik dan persoalan terkait pengeloaan, sehingga manajemen dapat fokus pada kesejahteraan satwa beserta infrastruktur penunjang lainnya. Pembangunan apa saja yang diperlukan akan didukung, termasuk peningkatan kapasitas dan tenaga ahli untuk Kebun Binatang Surabaya.

“Prinsipnya kita siap membantu, bahkan bila mungkin ada yang dari luar negeri yang ahli untuk menata dan membantu memberikan training, walalupun disini sudah bagus, kita akan dukung dan berikan terhadap pengelolaan disini,” tambahnya.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan terima kasih kepada Kementerian Kehutanan, atas diberikannya ijin Lembaga Konservasi kepada Kebun Binatang Surabaya. Risma berjanji akan menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut dengan sebaik-baiknya.

“Saya atas nama warga Surabaya dan Pemkot Surabaya menyampaikan terima kasih, karena sudah memberi kepercayaan kepada kami untuk mengelola KBS sebagai salah satu ikon Surabaya. Kami akan jaga amanah ini. Kami akan berupaya menjadikan KBS sebagai kebanggaan kita bersama,” tutur Risma.

Upaya perbaikan dan pembangunan pasca turunnya ijin Lembaga Konservasi, menurut Risma, akan dilakukan dengan membangun dan memperbaiki kandang satwa, membangun tempat penjernihan air atau water treatment, memperbaiki jalan, serta sanitasi dan saluran air di dalam Kebun Binatang Surabaya.

Menteri Kehutanan bersama Walikota Surabaya meninjau Kebun Binatang Surabaya. Foto : Petrus Riski

Menteri Kehutanan bersama Walikota Surabaya meninjau Kebun Binatang Surabaya. Foto : Petrus Riski

“Kami mau menyiapkan tambahan kandang-kandang untuk perluasan satwa. Kami juga mengoptimalkan water treatment bagi satwa. Intinya, dengan ijin LK KBS ini, kita siap untuk menjalankan rencana-rencana perbaikan dan pengelolaan KBS agar KBS bisa lebih baik lagi,” lanjut Walikota Surabaya.

Perluasan kandang satwa akan memanfaatkan lahan parkir kendaraan milik Kebun Binatang Surabaya, yang sebelumnya akan dipindahkan ke Terminal Joyoboyo di sisi selatan Kebun Binatang Surabaya.

“Parkir kan dulu kita rencanakan memang untuk penambahan ruang untuk satwa, nah itu kita akan koordinasikan parkir segera pindah ke Joyoboyo, sehingga bisa dibangun untuk penambahan ruang. Juga pembangunan infrastruktur yang lain, harus segera kita kerjakan,” imbuh Walikota perempuan pertama di Surabaya ini.

Sementara itu Direktur Utama Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya (PDTS KBS) Ratna Achjuningrum menambahkan, rencana pembangunan kandang akan dilakukan dalam dua bulan kedepan, setelah selesai dilakukan kajian dari para ahli.

“Pembangunan kandang kan butuh masukan juga dari para ahli, kita mengajak ITS, termasuk arsitek, kita juga meminta bantuan ahli lingkungan, ahli biologi, untuk mendesain kandang-kandang aves dan reptil. Jadi tahapan awal kita bangun kandang aves dan reptil,” kata Ratna.

Selain kandang pihak pengelola akan melakukan perbaikan jalan di dalam Kebun Binatang Surabaya, saluran air dan sanitasi, serta tempat penjernihan air atau water treatment.

“Untuk perbaikan jalan yang banyak rusak itu, mungkin minggu depan kita sudah bisa mulai perbaiki. Untuk kandang mamalia mungkin bulan depan sudah masuk,” ujar Ratna kepada Mongabay-Indonesia.

Kandang Jalak Bali di Kebun Binatang Surabaya. Foto : Petrus Riski

Kandang Jalak Bali di Kebun Binatang Surabaya. Foto : Petrus Riski

Usai seremoni penyerahan ijin Lembaga Konservasi, Menteri Kehutanan bersama Walikota Surabaya dan pejabat terkait melakukan peninjauan ke beberapa kandang satwa, seperti sangkar burung Jalak Bali yang merupakan satwa hampir punah yang berhasil ditangkarkan di Kebun Binatang Surabaya.


Kebun Binatang Surabaya Resmi Miliki Ijin Lembaga Konservasi was first posted on August 18, 2014 at 9:46 pm.

Pemerintah Aceh akan Tutup Tambang Ilegal

$
0
0

Tambang emas yang marak harus segera ditertibkan. Selain merusak hutan dampak buruknya juga adalah mencemari lingkungan. Foto: Junaidi Hanafiah

Pemerintah Aceh akan menutup semua tambang ilegal yang tersebar di sejumlah kabupaten. Hal ini dilakukan setelah tercemarnya sejumlah sungai yang menyebabkan warga keracunan dan matinya ribuan ikan.

Sejumlah pimpinan daerah yang tergabung dalam Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Fokorpimda) mengeluarkan seruan bersama agar warga yang melakukan penambangan emas ilegal segera menghentikan kegiatannya.

Seruan bersama ini ditandatangani oleh Wali Nangroe Aceh Malik Mahmud, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Kapolda Aceh Irjen Pol Husein Hamidi, Pangdam Iskandar Muda (IM) Mayjen TNI Agus Kriswanto, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hasbi Abdullah, Kepala Kejati Aceh Tarmizi, dan Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk. Gazali Mohd Syam.

Dalam seruan itu disebutkan bahwa pengadaan, peredaran, dan distribusi merkuri atau air raksa serta sianida harus berpedoman pada peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang pengadaan, distribusi, dan pengawasan bahan berbahaya.

“Kepada siapapun yang melakukan pengadaan, penyimpanan, peredaran, jual beli serta menggunakan merkuri dan sianida agar segera menghentikan kegiatannya. Kepada Forkopimda Kabupaten/Kota di Aceh harus memantau, mengawasi, dan mengambil tindakan terhadap pengadaan, penyimpanan, dan jual beli bahan bahaya tersebut serta kegiatan penambangan tanpa izin dan instansi yang berwenang”.

Diakhir seruan bersama itu disebutkan bagi yang tidak mengindahkan seruan akan diambil tindakan tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Murthalamuddin, Sabtu (16/8) mengatakan, rencana penutupan pertambangan ilegal telah dibahas oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah (Rakorpimda) Aceh beberapa waktu lalu. “Gubernur menegaskan, pertambangan ilegal harus segera ditutup karena membahayakan keselamatan dan merusak lingkungan,” jelas Murthala.

Beberapa daerah yang terdapat pertambangan ilegal khususnya pertambangan emas adalah Kabupaten Pidie, Aceh Jaya, dan Aceh Selatan. Pertambangan ilegal milik masyarakat tersebut telah beroperasi sejak beberapa tahun lalu.

Pemerintah Aceh bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sedang mencari solusi agar pertambangan tidak lagi menggunakan merkuri dan sianida. Masyarakat akan diajak mengolah emas dengan menggunakan bahan ramah lingkungan yang tidak membahayakan kesehatan. “Pemerintah Aceh juga sedang mengevaluasi seluruh izin pertambangan, jika ada yang bermasalah, izinnya akan dicabut,” sebut Murthala.

Gubernur Aceh sebelumnya telah memerintahkan pihak terkait untuk meneliti penyebab matinya ikan secara massal di sejumlah sungai di Kabupaten Pidie dan Aceh Jaya. “Jika benar ikan tersebut mati karena sungainya tercemar limbah pengolahan emas, ini sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat,” tutur Zaini Abdullah.

M. Thayeb, warga Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie, yang bekerja sebagai petambang emas merasa terganggu dengan pernyataan yang menyudutkan itu. Menurutnya, ada lima sungai di Kabupaten Pidie yang bermuara ke Sungai Teunom, Aceh Jaya. Sungai itu adalah Bangkeh dan  Lupu di Kecamatan Geumpang, Meukub dan Leumih di Kecamatan Manee, dan Mariam di Kecamatan Tangse.

Menurut M. Thayeb, ada belasan anak sungai yang bertemu dengan sungai besar di Cot Kuala atau di perbatasan Kecamatan Manee dan Tangse, Kabupaten Pidie. Dari empat sungai di Kecamatan Manee dan Geumpang atau daerah yang memiliki pertambangan emas, tidak ditemukan ikan yang mati.

Hanya di Sungai Meukub ditemukan ikan mati oleh masyarakat. Namun, tidak dalam jumlah banyak. Sungai tersebut berhulu di gunung berapi Peut Sagoe yang  masih aktif. Kematian ikan ini diduga karena pengaruh belerang. Ikan yang banyak mati justru ditemukan di Sungai Mariam, Kecamatan Tangse, yang tidak ada tambang emasnya.

Tim yang telah turun ke Kecamatan Geumpang, Manee, dan Tangse, Kabupaten Pidie diharapkan menyampaikan hasil uji laboratoriumnya secara terbuka. “Harus disebutkan nama sungai yang telah tercemar dan bahan kimia apa yang terkandung di dalamnya,” ucapnya.

Seruan bersama kepada warga yang melakukan penambangan emas ilegal segera menghentikan kegiatannya.

Seruan bersama kepada warga yang melakukan penambangan emas ilegal agar segera menghentikan kegiatannya.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Pemerintah Aceh akan Tutup Tambang Ilegal was first posted on August 19, 2014 at 2:59 am.
Viewing all 7842 articles
Browse latest View live