
Abdon Nababan, Sekjen AMAN (kiri) kala penandatanganan penyerahan peta wilayah adat sebanyak 4,8 juta hektar kepada Kepala BP REDD+, Heru Prasetyo, awal pekan lalu di Jakarta. BP REDD+ menjadi wali data sementara peta adat. Bagaimana nasib peta adat ini kala BP REDD+ lebur di Kementerian LHK, sedang Kementerian Dalam Negeri yang bersedia menjadi wali data belum siap infrastruktur? Foto: Sapariah Saturi
Presiden Joko Widodo, sudah menandatangani Peraturan Presiden mengenai struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lewat Peraturan Presiden No 16 Tahun 2015 tertanggal 23 Januari 2015. Dalam struktur baru yang memiliki sembilan direktorat jenderal ini, disebutkan BP REDD+ dan DNPI lebur ke kementerian ini.
Poin buat kedua lembaga ini tercantum dalam Pasal 59, yang menyebutkan, tugas dan fungsi penurunan emisi gas rumah yang diselenggarakan Badan Pengelola REDD+, sesuai Presiden Nomor 62 Tahun 2013 diintegrasikan menjadi tugas dan fungsi Kementerian LHK.
Begitu juga DNPI. Perpres itu menyatakan, tugas dan fungsi perumusan kebijakan dan koordinasi kebijakan pengendalian perubahan iklim oleh Dewan Nasional Perubahan Iklim sebagaimana diatur PP Nomor 46 Tahun 2008 menjadi tugas dan fungsi Kementerian LHK.
“Lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kementerian LHK ditetapkan oleh menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan aparatur negara.” Begitu bunyi peraturan itu.
Kabar mengenai peleburan kedua badan ini memang santer belakangan, sejak Jokowi menekankan pemerintahan ‘ramping’ dan efisien. Sekitar 10 badan lain di pemerintahan sebelumnya sudah dihapuskan.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyatakan, sudah mengusulkan ke presiden untuk melebur BP REDD+ dan DNPI ke kementerian yang dia pimpin demi menghindari tumpang tindih. Kala itu, usulan Siti sudah disetujui Menteri Aparatur Negara, tinggal menanti persetujuan Jokowi.
DNPI dan Badan REDD+
DNPI terbentuk pada 2008. Tujuannya, mengkoordinasikan pengendalian perubahan iklim dan memperkuat posisi Indonesia di forum internasional.
Tugas pokok badan yang dipimpin Rahmat Witoelar ini antara lain, merumuskan kebijakan nasional, strategi program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim, mengoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim meliputi adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendanaan.
Ia juga merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon, melaksanakan pemantauan dan evaluasi implementasi kebijakan tentang pengendalian perubahan iklim, memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim.
Sedangkan Badan REDD+, terbentuk diawali dari Satgas REDD+ pada 2010. Setelah masa tugas Satgas REDD+ ketiga berakhir, lahirlah BP REDD+ lewat Peraturan Presiden No. 62/2013. Badan ini langsung melapor ke presiden. Presiden menyepakati, lembaga ini harus lintas-disiplin ilmu yang dilakukan lebih baik, lebih cerdas, lebih benar. BP REDD+ diberi kewenangan nasional sebagai badan setingkat kementerian dimotori satu kepala, empat deputi dengan 60 tenaga profesional.
Struktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan:
a. Sekretariat Jenderal; o. Staf Ahli Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Sumber: PP No 16 Tahun 2015 |
Resmi, BP REDD+ dan DNPI Lebur di Kementerian LHK was first posted on January 28, 2015 at 5:10 am.