Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 9435 articles
Browse latest View live

Bangun Jalan dan Relokasi Pengungsi di Hutan Siosar, Kemana Kayu Hasil Tebangan?

$
0
0
Alat berat memuat kayu hasil tebangan hutan Siosar untuk jalan menuju relokasi pengungsi. Kayu kualitas bagus ke dalam truk. Akan dibawa ke manakah, kayu-kayu ini? Foto: Ayat S Karokaro

Alat berat memuat kayu berkualitas bagus ke truk. Kayu ini hasil tebangan hutan Siosar untuk jalan menuju relokasi pengungsi. Akan dibawa ke manakah, kayu-kayu ini? Foto: Ayat S Karokaro

Pembangunan jalan buat relokasi para pengungsi korban Sinabung, hampir selesai 100%. Sejak pertengahan 2014, truk-truk besar dan kendaraan berat berada di hutan Siosar, Kecamatan Merek, membuat jalan ke relokasi pengungsi. Saat ini, 50 rumah korban Sinabung selesai dibangun.

Ada yang menarik dari pembuatan jalan relokasi ini, yakni, soal ribuan kubik batang kayu yang ditebang. Di hutan, suara kayu tumbang silih berganti. Setelah dipotong, kayu ukuran besar dimuat ke truk, dan dibawa keluar Siosar. Kemanakah kayu-kayu itu dibawa? Mongabay mencoba menelusuri, dan bertanya kepada pekerja dan penanggungjawab proyek pembuatan jalan itu.

Anto, mandor lapangan mengatakan, kayu tumbangan pembuatan jalan relokasi pengungsi sebagian buat perumahan Sinabung. Sebagian besar dijual dan dana buat pembangunan.

Apakah mendapat izin pihak terkait? Dia enggan berkomentar banyak dan menyarankan agar menanyakan kepada Bupati Karo, Terkelin Brahmana. Dia mengaku, lahan sudah ditebang, pada September 2014 sebanyak 10-15 hektar. Saat ini, lebih 20 hektar.

Ketika ditanya soal penimbunan jalan menggunakan kayu kecil yang tidak bagus, katanya, itu buat mempermudah kendaraan menebang dan perataan jalan, mengingat cuaca tidak menentu. Jika turun hujan, kendaraan tidak bisa bekerja maksimal, hingga menganggu pembuatan jalan ke relokasi pengungsi.

Kondisi di hutan Siosar. Foto: Ayat S Karokaro

Kondisi di hutan Siosar. Foto: Ayat S Karokaro

Kayu-kayu kecil buat menimbun jalan rusak parah ini sepanjang 500 meter. Sesuai kontrak, jalan dibuat hingga rumah baru pengungsi sepanjang dua sampai tiga kilometer.

Ketika Mongabay konfirmasi kepada Letkol Asep Sukarna, Komandan Satuan Tugas Tanggap Darurat Gunung Sinabung, Selasa (3/3/15), menyatakan,  pembangunan jalan hampir selesai, dan segera diserahkan ke Pemerintah Karo.

Ketika ditanya soal kayu-kayu yang dibawa keluar dan dijual dia membantah. Katanya, kayu hanya buat fasilitas umum, sama sekali tidak ada dijual. “Kayu itu buat duduk-duduk dan dimanfaatkan masyarakat. Banyak patah dan rusak hingga tidak bisa lagi dipergunakan,” katanya.

“Siapa yang jual. Tidak benar itu. Kita ini menolong masyarakat, jangan dibesar-besarkan, dan ditanggapi. Jangan hanya karena satu dua orang, terus dibesar-besarin. Fokus saat ini relokasi selesai, dan segera diberikan pada masyarakat dan bisa hidup damai. Ada kepentingan lebih besar lagi saat ini,” ucap Asep. Namun dia akan mendalami informasi soal kayu yang dijual.

Dia menyatakan, rumah yang siap akan diserahkan ke pengungsi melalui pengundian, dan pembangunan terus berlanjut sampai selesai.

Relokasi bertahap kepada empat desa radius dinbawah tiga kilometer dari Sinabung, yaitu Desa Simacem, Desa Bekerah, Desa Sukamacem, dan Desa Kuta Tonggal.

Jhonson Tarigan, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karo, mengatakan, penetapan lokasi relokasi berdasarkan surat keputusan bupati, dan disetujui KLHK. Yaitu di Siosar, Kecamatan Merek. Disana ada agropolitan, semula untuk pemukiman dan pertanian. Ada lahan 450 hektar buat lahan pertanian korban Sinabung. Khusus lahan 450 hektar, masuk hutan Siosar, hingga mengajukan izin pinjam pakai dan sudah selama 20 tahun.

Kayu-kayu hasil tebangan buat jalan di hutan Siosar, yang setelah dipotong dimuat ke truk. Inikah yang kata Letkol Asep Sukarna kayu banyak patah dan rusak itu? Foto: Ayat S Karokaro

Kayu-kayu hasil tebangan buat jalan di hutan Siosar, yang setelah dipotong dimuat ke truk. Inikah yang kata Letkol Asep Sukarna kayu banyak patah dan rusak itu? Foto: Ayat S Karokaro

Kepada warga relokasi, mendapat perumahan 200 meter dengan rumah tipe 26. BPN, sudah mempersiapkan sertifikat.

Menurut dia, penggunaan kayu-kayu yang ditebang diawasi, sebagian besar buat pembangunan pengungsi Sinabung.

Dia membantah keterangan Anto yang menyebutkan kayu tebangan dibawa keluar buat keperluan relokasi. “Tidak benar itu. Semua sesuai peruntukan. Kita terus awasi kok.”

Dia menjelaskan, Presiden Joko Widodo, hanya memberikan izin pembangunan jalan sepanjang 3,8 kilometer dengan lebar 12 meter di Siosar.  “Kita diperintahkan presiden mengerjakan dengan baik, teliti, dan tidak disimpangkan. Itu dijalankan.”

Peluang besar diselewengkan

Walhi Sumut menyikapi masalah ini.  Kusnadi Oldani, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, menyatakan, wajar publik bertanya mengenai penyimpangan penebangan kayu di hutan Siosar. Pemerintah, katanya,  tidak memberikan informasi terbuka soal nilai tegakan di hutan ini.

Sejak awal,  pemerintah tak mengestimasi kasar soal berapa tegakan kayu dalam proyek pembuatan jalan ini.

Jika dari awal dilakukan, hal ini tidak menjadi tanda tanya besar atau kecurigaan. Dengan tak ada perkiraan tegakan kayu itu maka peluang penyelewengan terbuka lebar. Terlebih itu, kayu pinus yang berkualitas bagus. Rekam jejak penggunaan kayu tak ada.

“Upaya-upaya ini harusnya dibuka, hingga ada pengawasan dan tidak terjadi penyelewengan berakibat fatal bisa berujung pelanggaran hukum.”

Untuk itu, Walhi mendesak pengusutan soal ini. “Jangan jadi ada alasan demi pembangunan relokasi, lalu semena-mena di kawasan hutan. Itu salah besar. ”

Pembangunan rumah permanen buat para pengungsi Sinabung. Dari keterangan mandor lapangan, kayu hasil tebangan buat membangun rumah sebagian dan sebagian dijual. Foto: Ayat S Karokaro

Pembangunan rumah permanen buat para pengungsi Sinabung. Dari keterangan mandor lapangan, kayu hasil tebangan buat membangun rumah sebagian dan sebagian dijual. Foto: Ayat S Karokaro

Rumah-rumah korban erupsi Sinabung yang dibangun di hutan Siosar. Foto: Ayat S Karokaro

Rumah-rumah korban erupsi Sinabung yang dibangun di hutan Siosar. Foto: Ayat S Karokaro

 


Bangun Jalan dan Relokasi Pengungsi di Hutan Siosar, Kemana Kayu Hasil Tebangan? was first posted on March 4, 2015 at 3:36 pm.

Pembunuhan Petani Tebo: 7 Satpam WKS Serahkan Diri, Menteri Siti: Usut Tuntas!

$
0
0
Indra menuju peristirahatan terakhir. Tujuh satpam yang diduga membunuh Indra, menyerahkan diri ke Mapolda Jambi. Foto: Walhi Jambi

Indra menuju peristirahatan terakhir. Tujuh satpam yang diduga membunuh Indra, menyerahkan diri ke Mapolda Jambi. Foto: Walhi Jambi

Tujuh satpam PT Wira Karya Sakti, anak usaha Asia Pulp and Paper (APP) tersangka pembunuhan anggota serikat petani Tebo,  Indra Pelani menyerahkan diri ke Polda Jambi Senin malam, (2/3/15).

“Mereka menyerahkan diri sekitar pukul 21.30. Datang didampingi pengacara,” kata Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi di Komnas HAM Jakarta, Rabu (4/3/15).

Dia berharap, dengan penyerahan diri pelaku,  proses penyidikan bisa segera berjalan. “Kita harap kasus ini bisa diungkap yang sebenarnya. Mengapa mereka begitu tega membunuh Indra dengan keji? Berharap keterlibatan perusahaan bisa diungkap,” katanya.

Tujuh satpam yang menyerahkan diri ini, yakni, Jemi H, Zaidan, M Ridho, Febrian, Deispa, Asmadi dan  Ayatollah K. Kini mereka ditahan di Polda Jambi.

Musri datang ke Komnas HAM bersama saksi terakhir bersama Indra, Nick Karim. Keduanya didampingi Walhi Nasional dan KontraS mengadukan kasus ini ke Komnas HAM. Mereka meminta, Komnas HAM membentuk tim investigasi mengungkap kasus ini.

“Pada 27 Februari saya bertemu korban di Simpang Niam. Dia menunggu kedatangan saya. Kami berjalan menuju konsesi WKS,” kata Nick.

Sampai di portal pos penjagaan, mereka dicegat tiga satpam. Mereka melapor hendak melintas. “Seorang langsung pegang bahu saya dan tanya mau kemana? Saya jawab mau ke dalam. Setelah itu dia langsung menuju pada korban. Bilang ke korban, kamu ini belagaknya. Si korban jawab, ada apa? Setelah itu tiba-tiba dia memukul Indra.”

Karim berusaha melerai tetapi tak berhasil. Dia meminta bantuan satpam di meja pos penjagaan tetapi tak digubris.”Dua kali saya ngomong meminta dihentikan, tetap dibiarkan. Mereka seperti kemasukan setan. Indra tak bisa mengelak,” katanya.

Beberapa saat,  ada lelaki tua dan perempuan pekerja harian menghampiri Nuck dan menyuruh segera lari mencari bantuan.

“Akhirnya saya pergi. Disitu tidak ada signal. Saya berusaha menghubungi teman juga susah. Akhirnya saya ke kampung meminta bantuan. Orang-orang segera ke lokasi. Indra sudah tidak ada.”

Pencarian Indra dilakukan. Diduga kuat Indra diculik sebelum dibunuh. Hari itu tepat pukul 12 .00, Wakapolsek menemui Nick dan rekan-rekan di lokasi. Keesokan hari Nick mendapatkan kabar, Indra sudah meninggal dan mayat di semak belukar.

“Masyarakat sangat marah.  Tetapi alhamdulillah ada yang mengingatkan tidak bertindak bodoh. Ada proses yang harus diselesaikan. Ini kita redam.”

Usut tuntas

Menindaklanjuti kasus ini, KontraS dan Walhi Nasional mendatangi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,  Siti Nurbaya Senin (2/3/15).

“Kita minta ibu menteri perhatian serius menangani kasus ini. Khawatir ada konflik karena masyarakat marah dan kecewa,” kata Haris Azhar, Koordinator KontraS.

Menurut Haris, WKS harus bertanggungjawab. “Kasus agraria ini rumit. Banyak sekali masalah di perusahaan itu. Dari masalah tanah sampai pengakuan masyarakatnya.”

Siti Nurbaya hari itu langsung menelepon Pemprov dan Kapolda Jambi. “Tadi saya telepon wagub karena gubernur sedang umroh. Saya minta diberikan atensi dan diikuti perkembangan dengan baik. Direspon adil. Tadi saya juga sudah komunikasi dengan kapolda,” katanya.

Kapolda Jambi, katanya, sudah mengejar para pelaku pembunuhan dan meminta WKS ikut mencari tersangka.”Saya buat radiogram kepada gubernur, kapolda dan perusahaan agar bertanggungjawab.”

Haris mengapresiasi langkah Siti Nurbaya. Menurut dia, respon menteri yang berkoordinasi langsung dengan kapolda dan wakil gubernur sangat bagus. “Kita tinggal monitor perkembangan di lapangan.”

Sumber: Walhi

Sumber: Walhi


Pembunuhan Petani Tebo: 7 Satpam WKS Serahkan Diri, Menteri Siti: Usut Tuntas! was first posted on March 4, 2015 at 4:41 pm.

Duh! Dana Jaminan Reklamasi Pasca-tambang di Kalimantan Barat, Sehektar Setara 35 Batang Bibit Karet

$
0
0

Salah satu aktivitas PT. Karya Utama Tambang Jaya (KUTJ) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Hasil investigasi Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) menyebut perusahaan ini telah mengeruk sumber daya alam bauksit di luar konsesi yang dimilikinya. Foto: Dok. RPHK

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dinilai belum maksimal dalam menjalankan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Mineral dan Batubara oleh KPK pada 21-22 Mei 2014 lalu.

Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK) menyatakan pelaksanaan rekomendasi Korsup Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjalan sangat lamban. “Fakta ini dapat dilihat dari kewajiban perusahaan pertambangan membayarkan dana jaminan reklamasi sebagai komitmen kesungguhan perusahaan dalam mengembalikan kondisi sosial dan lingkungan pasca-eksploitasi pertambangan,” kata Liu Purnomo, juru bicara RPHK di Pontianak, Senin (2/3/2015).

Data yang dihimpun RPHK, dari 42 izin usaha pertambangan (IUP) yang dikeluarkan oleh Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Cornelis, baru satu perusahaan yang telah menjaminkan dana jaminan reklamasinya dengan total Rp67.818.615. Sementara, 41 IUP lainnya belum memenuhi kewajiban mengembalikan kondisi sosial dan lingkungan pasca-eksploitasi pertambangan.

Namun, secara detil, dana jaminan reklamasi tersebut ternyata hanya Rp466.107 per hektarnya (total konsesi IUP seluas 145,5 hektar) dari nilai Rp67.818.615. Dan jika dikalkulasikan kembali maka harga Rp466.107 ini setara dengan 35 batang bibit karet. Dengan asumsi, satu batang bibit seharga Rp14 ribu.

Akibatnya, lanjut Liu, kerusakan sosial dan lingkungan pasca-pertambangan harus ditanggung oleh pemerintah daerah dan merugikan keuangan daerah sendiri karena perusahaan abai melakukan reklamasi. Lokasi-lokasi bekas tambang pun tidak dapat dipergunakan lagi karena tandus dan tinggi kandungan racun.

RPHK menilai, hal ini merupakan bentuk ketidakpedulian Pemerintah Provinsi Kalbar terhadap komitmen pengembalian kerusakan lingkungan oleh perusahaan. “Perusahaan pemegang IUP juga sama sekali tidak serius dalam melakukan reklamasi pasca-penambangan,” tambah Liu.

Dia mengatakan, perusahaan pemegang IUP hanya berorientasi mengejar keuntungan sebesar-besarnya. “Pada akhirnya hanya mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Pemerintah daerah sama sekali tidak tegas dalam memaksa perusahaan untuk menjaminkan dana kesungguhan yang sepadan dengan kerusakan sosial dan lingkungan yang terjadi,” katanya.

Maka, baik Pemprov Kalbar maupun pelaku usaha, mengabaikan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 tentang reklamasi pasca-tambang, yang menjelaskan bahaya kerusakan lingkungan jangka panjang dari usaha pertambangan serta kewajiban bagi setiap orang/perusahaan yang melakukan penambangan untuk melakukan reklamasi.

Aturan ini mewajibkan pelaku usaha menyusun rencana reklamasi, menyimpan jaminan reklamasi, dan melakukan pelaporan secara berkala kepada pemerintah. “Aturan ini mengikat bagi setiap IUP baik yang dilaksanakan oleh perorangan maupun badan usaha,” paparnya. Secara umum, biaya pemulihan secara langsung maupun tidak langsung mencapai 1,5 sampai 2 kali biaya produksi.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menyatakan sudah berlaku tegas dalam menindaklanjuti Korsup Komisi Pemeberantasan Korupsi. Bentuk tindakan tegas ini adalah pencabutan izin bagi palaku usaha yang dianggap tidak serius dalam berinvestasi.

Hingga 2 Februari 2015, Gubernur Kalbar Cornelis telah mencabut 24 IUP dari 66 total IUP yang pernah dikeluarkan. Semua wilayah konsesi izin usaha pertambangan yang telah dicabut itu harus dikembalikan kepada negara. Dalam surat keputusan itu, disebutkan pula bahwa semua kewajiban kepada pemerintah yang belum dipenuhi dan atau belum dilaksanakan oleh perusahaan yang dicabut izinnya, wajib diselesaikan oleh perusahaan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Sumber: Diolah dari 24 Surat Keputusan Pencabutan IUP oleh Gubernur Kalbar hingga 2 Februari 2015

Sumber: Diolah dari 24 Surat Keputusan Pencabutan IUP oleh Gubernur Kalbar hingga 2 Februari 2015

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

 


Duh! Dana Jaminan Reklamasi Pasca-tambang di Kalimantan Barat, Sehektar Setara 35 Batang Bibit Karet was first posted on March 5, 2015 at 2:49 am.

Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa?

$
0
0

Karnyoto dan nelayan lainnya di Roban Barat, Kabupaten Batang, Jawa Tengah sudah seminggu lebih tidak pergi melaut. Musim angin laut kencang dan ombak besar (ekstrem) menjadi faktornya. Kapal-kapal hanya bisa terparkir di pinggiran sungai. Aktivitas hanya dilakukan di rumah dan atas kapal, sekedar mengecek mesin kapal, jaring dan kondisi kapal.

“Musim paceklik (karena angin dan ombak besar), kami tidak melaut. Taruhannya nyawa, sedangkan perlindungan bagi nelayan tidak ada,” kata Nyoto, yang ditemui Mongabay pada akhir Februari 2015.

Ia menjelaskan musim paceklik terjadi pada bulan Januari hingga awal Maret. Jika tidak melaut, nelayan hanya beraktifitas di darat dan tanpa penghasilan. Menurutnya perlindungan terhadap nelayan sangat penting, baik individu nelayan sendiri, kapal sebagai sarana juga ruang penghidupannya di laut.

Kapal-kapal nelayan di Roban, Kabupaten Batang, Jateng terparkir tak bisa melaut karena musim ekstrem. Foto : Tommy Apriando

Kapal-kapal nelayan di Roban, Kabupaten Batang, Jateng terparkir tak bisa melaut karena musim ekstrem. Foto : Tommy Apriando

Tidak hanya di Batang, nelayan di Desa Bandungharjo, Kabupaten Jepara, Jateng mengalami hal serupa. Musim angin ekstrem dan ombak besar menjadi kendala nelayan tidak melaut.

Selain itu, Sugeng hariyanto dan nelayan lain di desanya juga sedang melakukan penolakan pertambangan pasir besi dan rencana PLTU di Jepara. Menurutnya, sejak adanya pertambangan, abrasi pantai telah mendekati pemukiman warga. Banyak persawahan dan tambak udang warga yang hilang. Hadirnya perusahaan tanpa adanya sosialiasasi kepada warga terdampak dari kegiatan pertambangan.

“Di Bandungharjo ada 200 kepala keluarga yang terancam kehidupannya sebagai nelayan, petani dan petambak udang,” kata Sugeng kepada Mongabay, pada Senin (02/03/2015).

Sedangkan Abdul Halim dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, hadirnya tambang pasir besi tanpa sosialisasi dari perusahaan berdampak pada konflik sosial antar masyarakat. Dari segi lingkungan, pencemaran limbah dari aktifitas pertambangan yang sulit diatasi akan merusak ekosistem pesisir dan penghasilan yang layak untuk nelayan ikut berkurang.

“Penelitian kami di lapangan, sehari nelayan bisa berpenghasilan Rp500.000 sebelum adanya tambang. Sejak adanya tambang, penghasilan menurun. Sehingga untuk mendapat hasil yang layak, nelayan harus melaut lebih jauh, namun ancaman keselamatan juga semakin berbahaya,” kata Halim.

Sementara itu, Dosen Hidrologi Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata Semarang, Budi Santosa menjelaskan pertambangan menjadi faktor antropogenik  selain faktor hidro-oceanografi  yang bersifat merusak.

Pertambangan pasir akan berdampak pada terjadinya faktor hidro-oceanografi, yaitu perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses geomorfologi yang dimaksud dapat berbentuk gelombang, arus, dan pasang surut.

Pesisir Pantai Bandungharjo, Jepara, Jateng yang terancam pertambangan pasir besi. Abrasi menjadi ancaman bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Foto : Tommy Apriando

Pesisir Pantai Bandungharjo, Jepara, Jateng yang terancam pertambangan pasir besi. Abrasi menjadi ancaman bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Foto : Tommy Apriando

Sementara itu, faktor antropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai misalnya dengan membangun jetti, groin, pemecah gelombang, reklamasi pantai, pembabatan hutan bakau untuk dikonversi sebagai tambak, dan pertambangan. Sehingga Antropogenik inilah yang menjadi faktor paling dominan dalam perubahan garis pantai termasuk aktivitas penambangan pasir besi.

“Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Kawasan pantai juga merupakan kawasan yang banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang perlu untuk dipertahankan,” kata Budi.

Tanggapan KNTI Terkait Cuaca Ektrem

Cuaca ekstrem yang ditandai dengan badai angin dan gelombang besar di laut berdampak besar terhadap kehidupan warga di pesisir. Rumah-rumah di kampung nelayan terkena gelombang pasang dan banjir rob. Nelayan tradisional yang mengandalkan laut untuk memenuhi kebutuhan hidup harus berhenti melaut akibat tingginya gelombang dalam satu minggu terakhir. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga minggu ke empat Maret.

Misbachul Munir Ketua  Bidang Penggalangan Partisipasi Publik Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) kepada Mongabay mengatakan, kondisi ini terjadi semakin parah dalam lima tahun terakhir dan nyaris tidak ada upaya  pemerintah untuk memberikan solusi atas kondisi ini. Disaat tidak bisa melaut, para keluarga nelayan tidak mendapatkan pemasukan ekonomi apapun. Seringkali keluarga nelayan harus terjerat utang hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

“Bagi keluarga yang rumahnya rusak akibat terjangan gelombang pasang dan banjir seringkali terlunta-lunta di tenda-tenda yang tidak layak,” kata Munir pada Selasa (03/03/2015).

Berdasarkan laporan jaringan KNTI di lapangan, sejak tanggal 23 Februari  2015 lalu, gelombang tinggi mencapai lebih dari dua meter dan kondisi ini telah mengakibatkan semua nelayan yang berada di Lombok Barat dan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat  tidak bisa melaut.

Demikian juga, ribuan nelayan di sepanjang sepanjang pantai Utara Jawa dalam seminggu tidak bisa melaut karena cuaca ekstrim dan musim angin barat. Di Batang, Jateng, sekitar 10.000an nelayan tidak bisa melaut karena gelombang mencapai 1 – 2,5 meter. Ditambah lagi polemik Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2 /2015 tentang pelarangan pukat hela dan pukat tarik yang masih belum ada solusi bagi  nelayan pantura seperti Rembang, Pati, Tegal, Kendal dan Batang.

Di Jawa Timur, nelayan yang berada di Sidoarjo, Surabaya, Madura dan Selat Madura sejak tiga hari lalu tidak ada aktivitas melaut. Sementara persedian makan sehari-hari semakin menipis.

Dalam kondisi seperti ini seharusya negara hadir untuk memberikan perlindungan dan kepastian terpenuhinya hak-hak dasar nelayan tradisional, seperti pangan, sandang dan tempat tinggal selama bencana cuaca ekstrem berlangsung,

“KNTI meminta pemerintah harus bergotong royong untuk memenuhi hak-hak dasar nelayan dalam proses tanggap darurat bencana, dan segera melakukan rehabiltasi dan rekonstruksi paska bencana terhadap sumber-sumber penghidupan nelayan tradisional sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang penanggulangan bencana,” kata Munir.

Di Jawa Timur mulai dari Paciran Lamongan sebanyak 28.154 nelayan, sedang dari Gresik ada skitar 5.800 nelayan,  di Sidoarjo ada skitar 1700 nelayan, sdang di Surabaya 2800 nelayan, Madura lebih dari 80 ribu nelayan, dan dari malang selatan sendang biru kecamatan Sumbermanjing ada 3.589 nelayan tidak bisa malaut sejak 10 hari yang lalu. Dan nelayan yang beraktifitas di Selat Madura, sudah 6 hari ini tidak bisa melaut, dangan rata-rata kerugian perhari mencapai Rp.300.000 per nelayannya. Belum termasuk nelayan yang dari Tuban, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, jember dan di daerah lainnya.

Menteri Susi Prioritaskan Kesejahteraan Nelayan

Kesejahteraan nelayan menjadi prioritas pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, melalui program dan kebijakan pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.

Menteri KP Susi Pudjiastuti mengatakan, pihaknya tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberdayaan Nelayan Kecil dan Pembudidaya-Ikan Kecil. Peraturan ini selain untuk memberdayakan juga untuk melindungi nelayan dan pembudidaya ikan kecil yang menjadi sasaran dan prioritas program pro rakyat KKP.  RPP ini juga disusun dalam rangka menindaklanjuti ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.

“Prosesnya telah melalui harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM dan saat ini dalam proses permintaan paraf persetujuan ke menteri terkait,” kata Susi dalam siaran persnya, 24 Februari 2015.

Susi menambahkan, rancangan peraturan ini memiliki lima tujuan utama, yakni mewujudkan kemandirian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. Kedua, meningkatkan usaha yang produktif, efisien, bernilai tambah, dan berkelanjutan. Ketiga, meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil. Selanjutnya, menjamin akses terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya, teknologi, permodalan, sarana dan prasarana produksi, dan pemasaran. Terakhir, meningkatkan penumbuhkembangan kelompok nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil.

 


Sudah Seminggu Nelayan di Jawa Tidak Melaut. Kenapa? was first posted on March 5, 2015 at 4:46 am.

Stop Jaringan Perdagangan Ilegal Cula Badak yang Terus Jadi Ancaman

$
0
0
Tengkorak badak barang bukti yang tertangkap di Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas (Haerudin R. Sadjudin-YABI & TFCA-Sumatra)

Tengkorak badak, barang bukti yang tertangkap di Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas, Sumatera. Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & TFCA-Sumatra.

Perdagangan cula badak global yang terjadi sejak awal abad ke-20 hingga kini masih terus marak. Harga jual cula badak secara global dipercaya menjadi penyebab kemerosotan spesies badak di seluruh dunia. Jaringan global telah menjadi suatu modus kejahatan terorganisir dan sulit dilacak. Akibatnya, dari lima jenis badak di dunia, tiga di Asia (Rhinoceros sondaicus, Rhinoceros unicornis dan Dicerorhinus sumatrensis) dan dua di Afrika (Ceratotherium simum dan Diceros bicornis) semuanya dikategorikan oleh IUCN/ SSC-Rhino Specialist Group dalam kondisi terancam punah (critically endangered species).

Dalam terminologi pengobatan Tiongkok, cula badak asia dianggap sebagai cula api (berenergi panas), yang dihargakan sangat tinggi dibandingkan dengan cula badak afrika yang bersifat sebagai cula air (berenergi dingin). Dalam sistem pengobatan tradisional Tiongkok, cula badak disugestikan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Demikian pula, dipercaya sebagai obat aphrodisiac untuk membangkitkan gairah bercinta. Padahal secara kimiawi, cula badak tersusun dari keratin, yang tidak berbeda dengan unsur penyusun rambut dan kuku manusia. Di Timur Tengah, seperti Yaman, cula badak digunakan sebagai aksesoris gagang pisau, yang menunjukkan prestise pemiliknya.

Meskipun tindakan ekstrim pernah dilakukan di beberapa pengelolaan wilayah konservasi seperti pemanenan (pemotongan) cula pada periode 1995-2000, -agar individu badak tidak menjadi target perburuan-, hal ini tidak menyurutkan aktivitas perburuan liar, secara khusus bagi target tiga spesies badak asia.

 

Andatu badak yang lahir di SRS Way Kambas, foto diambil pada 7 Februari 2015 oleh Haerudin R. Sadjudin-YABI & TFCA-Sumatera

Andatu, anak badak sumatera yang lahir di SRS Way Kambas, foto diambil pada 7 Februari 2015. Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & TFCA-Sumatera.

 

 

Merosotnya Populasi Badak Dunia Akibat Perburuan

Di Afrika, badak putih (Ceratotherium simum) dan badak hitam (Dicero bicornis) lebih dari 50 % populasinya menyusut dalam satu dekade yang disebabkan perburuan yang terus menerus dilakukan. Lebih dari 5000 individu badak diburu pada 2003-2013. Kedua jenis badak tersebut hidup berkelompok di habitat terbuka seperti padang rumput dan semak belukar sehingga sangat mudah dijadikan target perburuan. Kedua jenis badak afrika ini, memiliki dua cula di atas kepala yang ukurannya paling besar dibandingkan dengan jenis badak lainnya di Asia.

Kasus pembantaian badak india (Rhinoceros unicornis) di Assam, India menjadi satu preseden buruk. Pada tahun 2014, hanya dalam waktu 2 jam, 47 individu badak dibunuh dalam suatu perburuan singkat brutal yang disebabkan oleh gejolak politik dan kelengahan pengamanan habitat. Badak ini ukurannya mirip dengan badak jawa, bercula satu dan hidup di padang rumput dan semak belukar yang sangat mudah menjadi incaran pemburu.

Di Taman Nasional Royal Chitwan, Nepal, sejak tahun 1985 populasi badak di alam telah dilakukan oleh satu peleton tentara. Namun suatu gejolak politik di ibukota Kathmandu yang memerlukan penarikan tentara yang menjaga taman nasional, telah menyebabkan 42 individu badak dibantai oleh pemburu liar, hanya dalam waktu sebulan sejak penarikan pasukan.

Pada akhir 2013, badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) telah dinyatakan punah di habitat alaminya, yaitu Semenanjung Malaysia, Sabah, Serawak, dan Kerinci Seblat. Perburuan dilakukan dengan menggunakan jerat sling, tumbuk dan senjata api (rakitan dan organik, -jika dilakukan oleh oknum aparat). Padahal sebelumnya jenis badak ini pernah tersebar dari Sungai Mekkong dan Songkoi di Vietnam, Cambodia, Myanmar hingga Thailand.

 

Alat berburu yang tertangkap oleh RPU di Way Kambas (Haerudin R. Sadjudin-YABI & TFCA-Sumatra)

Alat berburu yang tertangkap oleh satuan Rhino Protection Unit di Way Kambas. Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & TFCA-Sumatra.

 

 

Diyakini, perburuan badak sumatera di Gunung Leuser dan beberapa tempat di Kalimantan masih berlangsung. Informasi dari para pemburu liar, selama dekade 2000-2010 lebih dari 50 individu badak sumatera di Bukit Barisan Selatan telah diburu. Para pemburu diindikasikan telah bergeser ke Bukit Barisan Selatan sejak badak di Kerinci Seblat telah punah diburu. Pada tahun 1982, seorang teman penulis M. Boang, yang sedang melakukan penelitian orangutan di Tanjung Puting, Kalteng melaporkan adanya penjual obat jalanan di Pangkalan Bun merendam kepala badak sumatera dalam minyak kelapa dalam sebuah tabung yang disugestikan untuk penyembuhan beragam penyakit.

Pada kurun waktu setengah abad (1925-1975) dua pemburu badak jawa (Rhinoceros sondaicus), Sarman dan Murdja’i mengaku telah memburu lebih dari 50 individu badak. Setelah perburuan dan pengamanan diperketat, sejak 1980 hingga kini populasi badak jawa stabil di Ujung Kulon.

Kembali ke abad-abad yang lalu, Blith (1682) melaporkan sekurang-kurangnya 2500 cula setiap tahunnya diekspor dari Jawa ke Tiongkok. Pemerintah Kolonial Belanda pun tidak lepas dari tanggung jawab atas menghilangnya badak di pulau Jawa. Dalam abad ke-19, saat kebijakan perluasan komoditi seperti teh, karet dan jati dilakukan di Jawa, badak dianggap sebagai hama tanaman pertanian. Pada tahun 1941 (setahun sebelum perang Pasifik), pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan bahwa badak di Jawa dan Sumatera adalah hama perkebunan dan memberi insentif bagi pemburu yang berhasil membunuh badak.

Badak jawa sekarang hanya ditemukan di Ujung Kulon. Sebelumya badak jawa dilaporkan ditemukan di Bukit Siwalik, India (spesimennya sekarang di pajang di Museum Zoologi, Calcuta), di Vietnam (punah di awal abad ke-21). Badak terakhir di Jawa, di luar Ujung Kulon dibunuh pada tahun 1934 oleh Frank (zoologist Belanda) di Garut, yang sekarang spesimennya tersimpan di Museum Zoologi Bogor.

 

Jerat dari sling berbagai ukuran untuk berburu satwa liar di Way Kambas (Haerudin R. Sadjudin-YABI & nTFCA-Sumatra)

Jerat dari sling berbagai ukuran untuk berburu satwa liar di Way Kambas . Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & nTFCA-Sumatra.

 

Fatwa MUI dan Perang Terhadap Perburuan Cula

Untuk menyetop perdagangan cula dan perburuan badak yang dilakukan oleh suatu jaringan mafia di berbagai negara sangatlah tidak mudah. Para pihak; konservanis dan penegak hukum di negara pemilik badak harus memahami sistem kerjasama jaringan mafia yang saling melindungi antar para pelaku perdagangan cula, yaitu pemburu, pemohon, penampung dan pembeli.

Secara khusus, perlindungan badak sumatera membutuhkan penguatan perlindungan di Ekosistem Leuser, yaitu di Lembah Mamas Aceh. Di Kalimantan, pembentukan satuan pengamanan harus menjadi prioritas untuk penyelamatan sub spesies badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis harisoni) yang ada di wilayah tersebut.

Di Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan, Rhino Protection Unit (RPU) harus terus tetap mengamankan habitat dan populasi lewat Intensive Protection Zone (IPZ) dan Intensive Management Zone (IMZ), untuk tidak mengulangi punahnya badak yang terjadi di Kerinci Seblat.

Hukum pun harus ditegakkan. Para penegak hukum harus semakin sadar bahwa perdagangan ilegal dan perburuan badak adalah kejahatan besar (extra ordinary crime) yang patut mendapat hukuman yang sangat maksimal.

Kerjasama internasional baik antar pemerintah negara pemilik badak maupun diantara organisasi non pemerintah seperti Yayasan Badak Indonesia (YABI), Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), International Rhino Foundation (IRF), Conservation International (CI), World Wide Fund for Nature and Natural Resources (WWF), Wildlife Conservation Society (WCS), The Nature Conservancy (TNC), Flora & Fauna International (FFI), Zoological Society of London (ZSL) harus terus dilakukan untuk mencegah perburuan dan pemantauan lintas negara.

Demikian pula, penyusutan habitat badak dengan adanya penebangan liar, perambahan hutan kawasan konservasi, konversi lahan dari kawasan hutan menjadi lahan perkebunan dan tambang harus dicegah. Upaya ini menjadi perhatian yang serius, sebab hal ini semakin marak dilakukan oleh berbagai pihak, bukan saja oleh masyarakat setempat, namun dilakukan juga oleh para pengusaha dan para pejabat baik daerah maupun pusat. Hal ini sudah sangat merugikan banyak orang yang hanya menguntungkan bagi sejumlah kecil individu yang terlibat.

Masyarakat di sekitar kawasan konservasi harus dilibatkan untuk memantau dan memberikan informasi jika terjadi indikasi aktivitas perburuan liar. Masyarakat harus dirangkul agar menjadi agen konservasi dan ditingkatkan kemampuan dan taraf ekonominya.

Kita perlu menyambut gembira para pihak yang telah menyatakan perang terhadap praktek ilegal ini. Majelis Ulama Indonesia telah mengharamkan kegiatan perburuan satwa dilindungi lewat fatwa “Pelestarian Satwa Langka Untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem” yang ditandatangani pada 22 Januari 2014 oleh Ketua MUI, Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA dan Sekretaris Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA.

Semua langkah itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan kerja keras agar tidak menghasilkan kesia-siaan. Bangsa ini akan kehilangan asset besar tak ternilai secara ekonomi. Kita perlu menjaga keseimbangan ekosistem dalam habitat alaminya dan keanekaragaman hayati yang sangat bermanfaat bagi umat manusia di seluruh dunia.

 

 

*Haerudin R. Sadjudin, penulis adalah Program Manajer Konsorsium Yayasan Badak Indonesia (YABI,YAPEKA & WCS-IP) Siklus III TFCA-Sumatera. Biasa dipanggil “Mang Eeng”, penulis lebih dari 40 tahun terlibat dalam program konservasi badak di Indonesia.


Stop Jaringan Perdagangan Ilegal Cula Badak yang Terus Jadi Ancaman was first posted on March 5, 2015 at 4:46 am.

Sampai Kapan Carut Marut Pertambangan di Kabupaten Donggala Dipertahankan?

$
0
0

Masalah pertambangan di Donggala hingga kini masih suram. Belum ada titik terang penyelesaiannya. Foto: Syarifah Latowa

Banyaknya kasus pertambangan di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, makin memperjelas carut-marutnya pengelolaan sumber daya alam di daerah itu. Hal ini mengemuka dalam diskusi yang dilakukan Mongabay Indonesia dengan sejumlah lembaga non-pemerintah di Palu, Sulawesi Tengah, akhir Februari 2015 lalu.

Relawan untuk Orang dan Alam (ROA) mengatakan bahwa perizinan di sektor pertambangan di Kabupaten Donggala semuanya melompati prosedur. Seharusnya perizinan dimulai dari penyesuaian ruang, pelibatan masyarakat, keterbukaan informasi, pelelangan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), pemenang tender WIUP, pengusulan WIUP menjadi izin usaha pertambangan (IUP), di mana peran masyarakat sangat besar dalam penentuan dan pengelolaan potensi sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

“Karena dianggap sebagai objek ‘formalitas’ maka masukan dari masyarakat saat sosialisasi terkait investasi pertambangan hanya sebatas ditampung dan didengarkan. Sehingga, apa yang sebenarnya menjadi  tawaran untuk melindungi hak-hak termasuk peran melakukan pengawasan oleh masyarakat selalu diabaikan,” kata Givent, Koordinator Riset dan Kampanye ROA.

Menurutnya, kondisi ini terbukti ketika Masyarakat Batusuya melakukan pertemuan dengan Camat Sindue Tombusabora, Dinas ESDM kabupaten Donggala, Direktur PT. Mutiara Alam Perkasa (MAP), dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat tanggal 22 Agustus 2013. Dalam pertemuan tersebut masyarakat meminta penghentian aktivitas perusahaan yang tidak diperpanjang izinnya.

Namun pada 21 Oktober 2014, justru keluar SK Nomor 88.45/0665/DESDM/2014 tentang perubahan diktum kedua SK Bupati Nomor 188.45/0243/DESDM/2010 tertanggal 22 April 2010 yang intinya melakukan perpanjangan satu tahun kepada perusahaan.

Hingga saat ini, ada dua perwakilan komunitas yang melakukan permintaan  informasi terkait perkembangan izin dan persoalan pertambangan lainnya. Namun, sampai hari ini mereka belum mendapatkan tanggapan dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait informasi yang ada di Kabupaten Donggala.

“Padahal, dalam amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan semua SKPD membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang  menyediakan informasi berkala, serta-merta, setiap saat dan dikecualikan. Yang seharusnya dokumen dan laporan terkait pengelolaan pertambangan di Kabupaten Donggala adalah infromasi publik bukan dirahasiakan.”

Perempuan penambang tradisional tergusur

Ida Ruwaida, dari Solidaritas Perempuan (SP) Palu mengatakan, pertambangan yang kini masuk ke Kabupaten Donggala hanya meminggirkan perempuan dari ruang kelola mereka. Hal ini terjadi di Desa Loliyoge, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala. Di desa itu ada tujuh perusahaan tambang galian C. Bahkan, ada yang izin operasinya sudah habis namun tetap melakukan produksi. Warga melakukan protes. Kini tersisa empat perusahaan tambang.

“Namun, berhembus isu bahwa akan ada lagi perusahaan yang masuk dan sedang dalam tahap pembuatan jalan. Termasuk akan memasuki wilayah pegunungan yang dikeramatkan warga di Donggala,” ungkap Ida.

Ida mengatakan, sebelum perusahaan tambang masuk, sebagian besar perempuan juga mengelola tambang secara tradisional. Para ibu-ibu bekerja sebagai pemecah batu, dan di waktu lainnya juga bekerja di kebun. Ketika perusahaan masuk, ibu-ibu kehilangan pekerjaan. Kebun yang digarap menjadi kering. Sementara suami mereka yang direkrut perusahaan untuk bekerja, banyak yang tidak bertahan lama karena sistem yang diterapkan.

“Di Kabupaten Donggala, ibu-ibu banyak yang tidak lagi memecah batu secara tradisional. Mereka ada yang memilih menjadi buruh perusahaan dengan upah rendah, dan ada juga yang menjadi tukang cuci kain di Kota Palu.”

Permasalahan tambang di Donggala sampai saat ini tidak hanya menyisakan persoalan dengan masyarakat tetapi juga masih tumpang tindih wilayahnya. Foto: Erna Dwi Lidiawati

Givent dari ROA menambahkan, beberapa perusahaan di Kabupaten di Donggala dalam kurun waktu limatahun terakhir sudah ditinggalkan pemiliknya karena memang sudah tidak ada aktif lagi. Akan tetapi, beberapa perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat seperti PT. Cahaya Manunggal Abadi yang ada di Desa Malei dan PT. Mutiara Alam Perkasa yang diduga melakukan kegiatan penambangan ilegal di Desa Batusuya tidak ditertibkan oleh pemerintah.

Muhamad Rifai Hadi, Koordinator Advokasi Jatam Sulteng, mengatakan saat ini mereka akan melaporkan PT. Mutiara Alam Perkasa ke Ombudsman Sulawesi Tengah. Laporan ini nantinya akan mengatas-namakan koalisi pengacara. Laporan ini dibuat karena menurut Biro Hukum Pemerintah Kabupaten Donggala, berdasarkan hasil legal opinion yang mereka buat, mengungkapkan bahwa perusahaan tambang PT. Mutiara Alam Perkasa tidak melakukan pertambangan ilegal, namun hanya melakukan mal administrasi.

“Jika laporan ke Ombudsman dimenangkan, ini menjadi pintu masuk untuk mempidanakan perusahaan tambang tersebut dan juga Bupati Donggala, Kasman Lassa,” ujar Rifai Hadi.

Moratorium pertambangan

Berdasarkan data peta sebaran IUP Kabupaten Donggala 2011 yang dikeluarkan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XVI Palu, tercatat ada 45 IUP dari 70 IUP Pertambangan yang menguasai 111.074 hektar lahan. Dan, 45 IUP tersebut tumpang tindih dengan 86.065 hektar kawasan hutan: 6.278 hektar hutan konservasi (HK), 445 hektar hutan lindung, dan 79.342 hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi yang bisa di Konversi.

“Di Kabupaten Donggala ada 45 IUP yang tidak membayarkan dana jaminan reklamasi ketika pengurusan IUP.  Artinya, masih banyak perusahaan yang tidak taat hukum,” kata Givent.

Polemik tata kelola sumber daya alam di Donggala tersebut menurut ROA memerlukan kebijakan moratorium perizinan pertambangan. Karena moratorium yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya tidak efektif, hanya sebulan yakni dari Agustus-September 2014.  Dari hasil moratorium itu, tujuh izin usaha perusahaan dicabut.

“Kami apresiasi usaha yang dilakukan pemerintah daerah, tapi entah kenapa justru perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat seperti PT. Cahaya Manunggal Abadi dan PT. Mutiara Alam Perkasa di tidak dicabut. Untuk itu, kami mengusulkan opsi moratorium pertambangan.”

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Sampai Kapan Carut Marut Pertambangan di Kabupaten Donggala Dipertahankan? was first posted on March 5, 2015 at 10:20 am.

Upaya Terakhir Penyelamatan Badak Sumatera

$
0
0

Andatu, anak badak sumatera yang lahir di SRS Way Kambas, foto diambil pada 7 Februari 2015. Foto: Haerudin R. Sadjudin/ YABI & TFCA-Sumatera.

Memaksimalkan kelahiran badak sumatera di penangkaran menjadi satu-satunya cara paling memadai untuk menyelamatkan spesies berusia 20 juta tahun ini dari kepunahan total. Benarkah?

Di masa lalu, badak sumatera berkeliaran di hutan-hutan di India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Tiongkok. Namun, menjelang pertengahan abad ke-20, populasinya menyusut drastis karena hilangnya habitat dan diburu untuk diambil culanya. Permintaan akan cula badak ini awalnya berasal dari kepercayaan umum yang menyatakan bahwa cula badak mengandung obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Seperti yang dilansir dari Harian Daily Express Malaysia, kombinasi berbagai faktor telah menyebabkan menyusutnya badak sumatera mulai dari minimnya pengetahuan tentang populasi badak dan status reproduksi di alam liar, praktik kurang berhasilnya proses reproduksi di pusat penangkaran, upaya konservasi yang belum efektif, dan tidak ada pengembangan program pembiakan yang efektif di pusat-pusat penangkaran.

Para peneliti satwa liar memperkirakan, saat ini hanya ada kurang dari 100 badak sumatera yang tersisa di dunia. Populasinya saat ini sebagian besar ada di Pulau Sumatera dan hanya sedikit sekali yang tersisa di Sabah, Malaysia. Sementara, di Semenanjung Malaysia, spesies ini diperkirakan benar-benar sudah punah meskipun belum diakui secara resmi.

Dalam 30 tahun terakhir, lebih banyak badak sumatera yang mati dibandingkan yang lahir, baik di alam liar maupun di penangkaran. Tercatat, antara 1984 hingga 1995, ada 22 badak sumatera yang ditangkap di Semenanjung Malaysia dan di Sabah untuk proyek penangkaran.

Namun, tidak ada satupun yang beranak pinak di penangkaran tersebut. Semuanya mati, kecuali satu ekor yang memang sudah hamil saat ditangkap. Kini, populasi badak yang tersisa di Malaysia hanyalah badak jantan bernama Tam dan dua betina bernamaPuntung dan Iman.

 

Iman, badak sumatera betina ketika di Lembah Danum, Sabah, Malaysia. Foto: Sabah Wildlife Department

 

Ketiga badak ini ditangkap dari alam liar di Sabah antara 2008 hingga 2014, yang saat ini berada di Borneo Rhino Sanctuary (BRS) di Tabin Wildlife Reserve, di bawah perawatan Borneo Rhino Alliance (BORA), sebuah organisasi non-pemerintah yang dikembangkan di bawah arahan Sabah Wildlife Department. Sayangnya, baik Puntung maupun Iman memiliki masalah saluran patologi reproduksi yang parah, mungkin karena mereka mengalami masa-masa sulit tidak berkembang biak di alam liar dalam waktu yang lama.

Meski begitu, keduanya masih memproduksi oosit, yang merupakan sel-sel yang membentuk telur yang kemudian dapat dibuahi oleh sperma.

Untuk menyelamatkan badak-badak terakhir ini dari kepunahan, Sabah Wildlife Department and BORA bekerja sama dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) dari Jerman dan Profesor Cesare Galli, dari Laboratorium Avantea di Italia, berupaya untuk memproduksi embrio badak sumatera di laboratorium tersebut dengan menggunakan Advanced Reproductive Techniques (ART). Sepertinya, ART merupakan cara terbaik untuk menumbuhkan populasi badak sumatera di penangkaran.

Dibandingkan dengan teknik inseminasi buatan tradisional yang memompa jutaan sperma ke dalam rahim badak betina, teknik yang sudah teruji untuk hewan-hewan peliharaan atau injeksi sperma intraseluler ini, mampu memaksimalkan kesempatan pembuahan telur dengan menyuntikkan satu sperma yang paling layak menjadi oosit tunggal. Embrio yang dihasilkan kemudian ditanamkan ke badak betina untuk menjadi janin melalui kehamilan normal.

 

Iman, satu dari tiga badak sumatera tersisa yang masih ada di Malaysia. Foto: John Payne/BORA

 

Menurut Datuk Dr. Junaidi Payne, Direktur Eksekutif BORA, semua badak sumatera yang ada di penangkaran harus disatukan dalam dua atau tiga fasilitas perawatan intensif, di mana penggunaan gamet (sel yang diproduksi oleh organisme untuk tujuan reproduksi seksual) dapat dimaksimalkan.

“Kita berpacu dengan waktu untuk menghasilkan gamet dari badak di sini untuk digunakan dalam fertilisasi in-vitro. Serta, mengawetkan gamet dengan dibekukan dan baris stem sel dalam kurun 2014-2017,” katanya.

Direktur Sabah Wildlife, William Baya, mengatakan bahwa melalui ART setiap individu badak dapat dimaksimalkan untuk membantu menyelamatkan spesies ini.

“Mengingat, spesies ini benar-benar di ambang kepunahan, Sabah Wildlife Department berkomitmen mendukung program penangkaran badak sumatera dengan menggunakan teknologi ART. Ini cara terbaik yang kita miliki. Pada prinsipnya, kami siap mendukung Indonesia melestarikan satwa ini, jika diminta.”

Dato Dr. Dionysius Sharma, CEO dan Direktur Eksekutif WWF-Malaysia, yakin bahwa program ART bisa menyelamatkan badak sumatera dari kepunahan. “Solusi inovatif diperlukan untuk mengangkat kembali populasi badak sumatera terancam punah. Lebih dari seabad lalu, badak afrika juga terancam punah dan dipindahkan ke pusat konservasi berupa tanah luas yang dipagar, serta penangkaran yang dilakukan terhadap bison eropa. Kami berharap dapat melakukan yang sama terhadap badak sumatera,” ujarnya.

 


Upaya Terakhir Penyelamatan Badak Sumatera was first posted on March 6, 2015 at 12:41 am.

Dua Terduga Pembunuh Petani Tebo Jambi Dibebaskan

$
0
0

Tujuh orang anggota pengamanan PT Wira Karya Sakti (WKS), anak perusahaan Asia Pulp and paper (APP) yang diduga menganiaya anggota Serikat Petani Tebo (SPT) Jambi, Indra Pelani hingga meninggal, telah menyerahkan diri kepada pihak kepolisian pada Senin malam (02/03/2015).

Akan tetapi setelah dilakukan penyelidikan, dua dari tujuh orang tersebut yaitu Jemi Hutabarat (28) dan Febrian (29), dibebaskan oleh polisi pada Kamis (05/03/2015) karena kurangnya bukti.  Mereka dianggap tidak terlibat dalam aksi pengoroyokan Indra Kailani, petani Bukit Rinting, Desa Lubuk Madrasah, Kecamatan Tengah Ilir,  Kabupaten Tebo, dan hanya menjalani wajib lapor saja.

Hal ini disampaikan Penyidik Polda Jambi Komisaris Polisi Dadang di depan perwakilan Koalisi Aksi Bersama yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat diantaranya AGRA, KKI WARSI, WALHI, Serikat Petani Indonesia, Perkumpulan Petani Jambi, Jaringan Masyarakat Gambut Jambi, Sekolah Tinggi Teknik, dan Forum Mahasiswa Nasional yang mendatangi  kantor Polda Jambi pada Kamis (05/03/2015).

Koalisi Aksi Bersama melakukan unjuk rasa di depan Kantor Polda Jambi pada Kamis (05/03/2015), meminta  pengusutan tuntas kematian Indra, petani  Tebo, Jambi. Foto : Walhi Jambi

Koalisi Aksi Bersama melakukan unjuk rasa di depan Kantor Polda Jambi pada Kamis (05/03/2015), meminta pengusutan tuntas kematian Indra, petani Tebo, Jambi. Foto : Walhi Jambi

“Dua dari tujuh orang yang diduga pelaku pengeroyokan dan pembunuhan ini akhirnya kita lepaskan. Kita sudah melakukan pemeriksaan, dua orang ini belum ada bukti yang kuat terlibat dalam aksi pengeroyokan dan pembunuhan,” jelasnya. Meskipun sudah dilepaskan, Dadang menyebutkan jika ada bukti yang bisa memperkuat keterlibatan mereka, kedua orang ini bisa ditingkatkan statusnya lagi.

Puluhan orang yang tergabung dalam Koalisis Aksi bersama ini mengutuk keras aksi brutal yang dilakukan Unit Reaksi Cepat (URC) PT WKS dan meminta kepada pihak kepolisian agar menuntaskan peristiwa pembunuhan tersebut. Koordinator Kampanye WALHI, Dwi Nanto menyebutkan bahwa pembunuhan yang dilakukan merupakan pembunuhan berencana dan harus segera diusut tuntas aktor yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut.

”Kasus ini tidak bisa dipandang sebagai kriminalitas biasa. Ada aktor dibelakangnya mengingat Indra adalah salah satu aktivitis yang memperjuangkan proses pengambilalihan lahan konflik antara masyarakat Desa Lubuk Madrasah dan WKS. Selain itu proses kasus ini diharapkan berjalan transparan dan seadil-adilnya,” tegasnya. Koalisi akan terus mengawal proses kasus pembunuhan tersebut.

Konflik masyarakat Desa Lubuk Madrasah dengan PT WKS berlangsung sejak 2006, ketika PT WKS membuka jalan dengan menggusur lahan-lahan masyarakat di wilayah Desa Lubuk Madrasah. Masyarakat kemudian beraksi untuk mendapatkan lahannya.

Hingga tahun 2013, masyarakat tak jua mendapatkan kepastian dan sebagian masyarakat memutuskan untuk mengambil alih kembali lahan seluas 1500 hektar yang yang telah dikuasai PT. WKS dengan cara menanami dan membangun tempat tinggal.

Situasi konflik semenjak dua tahun belakangan ini relatif stabil, karena baik perusahaan dan masyarakat menjaga diri untuk tidak melakukan hal-hal yang berbau kekerasan. Namun kematian Indra merusak kepercayaan masyarakat khususnya warga Desa Lubuk Madrasah terhadap perusahaan.

“Kita mendesak kepada pihak kepolisian untuk tidak hanya melihat peristiwa ini sebagai kriminal murni, namun harus dilihat akar masalahnya. Dan kasus ini diselesaikan dengan melakukan investigasi secara adil dan terbuka,” kata Dwi.

Dia menyayangkan tindakan pengamanan yang dilakukan anggota URC, yang dianggap simbol arogansi PT WKS. “Kami juga meminta Polda Jambi untuk menertibkan penggunaan URC sebagai pengamanan di perusahan-perusahaan. Ini juga biasanya  digunakan untuk mengintimidasi masyarakat,” tambahnya.

Pusaran Konflik Lahan di Jambi

Berdasarkan Peta Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi sebagaimana yang dituangkan dalam SK Gubernur Nomor 108 Tahun 199 seluas 2.179.440 hektar atau 42 persen dari total luas Provinsi Jambi yang terdiri atas: Hutan Produksi Terbatas (0,59%), Hutan Produksi Tetap (18,39%), Hutan Lindung (3,75%), Hutan Suaka Alam (0,59%), Hutan Pelestarian Alam (12,72%) dan Hutan Produksi Pola Partisipasi Masyarakat/HP3M (0,60%). Namun berbadarkan data KKI Warsi kondisi kawasan hutan yang memiliki tutupan bagus diperkirakan tidak lebih dari 800 ribu hektar.

Luasnya eksploitasi kawasan hutan untuk berbagai pengelolaan seperti HTI, , perkebunan, transmigrasi dan pertambangan menimbulkan konflik lahan di masyarakat Jambi.

Asisten Kordinator Program Bukit Dua Belas Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI, Ade Candra yang ikut dalam aksi koalisi mengatakan konflik yang terjadi merupakan bentuk ketidakseimbangan hak kelola perusahaan dan hak kelola masyarakat.

“Tingginya alokasi lahan untuk perusahaan dalam bentuk HTI, perkebunan dan pertambangan dan minimnya lahan untuk masyarakat akhirnya menimbulkan gesekan antara masyarakat dan perusahaan. Belum lagi penyerobotan yang dilakukan perusahaan, pasti akan memicu kemarahan di masyarakat,” sebutnya.

Sepanjang tahun 2014 saja, KKI WARSI mencatat ada 11 konflik lahan yang terjadi seperti konflik lahan PT MKS dan warga Senyerang, konflik PT JAW dan Gapoktan KTMJ Desa Baru, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Kemudian Sengketa Warga SAD 113 dengan PT Asiatic Persada di Batanghari.

Ada juga sengketa warga Sekernan dan PT BBB di Muaro Jambi, sengketa masyarakat Kecamatan Tujuh Koto Ilir dengan PT LAJ, konflik masyarakat dengan PT AAS dan PT WN di Batanghari.

”Jika konflik-konflik tersebut tidak dapat segera diantisipasi, ini akan menjadi bom waktu yang akan meledak. Kasus kematian indra ini adalah salah satunya. Beberapa tahun lagi ketika lahan dan sumber daya alam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan bisnis besar, individual pemilik modal, dan bahkan para petani lokal sendiri, pergesekan akan semakin keras. Dan akhirnya yang akan dirugikan adalah rakyat yang paling marginal, karena mereka cenderung diabaikan dalam proses pengambilan keputusan” tegas Ade.

Pemerintah diharapkan menyelesaikan semua masalah dengan penegakan peraturan dan menindak pelanggaran yang terjadi, serta memberikan ruang kepada masyarakat yang paling dekat berintegrasi dengan sumber daya alam.

Meskipun sudah ada peluang untuk itu melalui skema hutan desa dan hutan tanam rakyat,  saat  ini  selua 54.978 hektar lahan di Jambi hutan desa yang telah mendapatkan izin menteri kehutanan. Jumlah ini kalah jauh dibandingkan lahan yang diajukan untuk HTI seluas 715.809 hektar dan HPH aktif seluas 72.095 hektar.


Dua Terduga Pembunuh Petani Tebo Jambi Dibebaskan was first posted on March 6, 2015 at 2:32 am.

Ini Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat: APP Pembohong!

$
0
0
Sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat menggelar aksi damai di sekitar Kantor Bank Sinarmas Pontianak, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal

Sejumlah aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat menggelar aksi damai di sekitar Kantor Bank Sinarmas Pontianak. Foto: Andi Fachrizal

Solidaritas atas kematian Indra Pelani, anggota Serikat Tani Tebo di Provinsi Jambi oleh Satuan Pengamanan (Satpam) PT. Wira Karya Sakti (Asia Pulp and Paper) kian meluas. Dari aksi damai di seputaran Bank Sinarmas hingga pemboikotan pertemuan APP dengan parapihak di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (5/3/2015).

Di persimpangan Jalan Veteran – Gajahmada Pontianak, puluhan aktivis yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat menggelar aksi damai. Di depan kantor milik Bank Sinarmas Pontianak itu, mereka berorasi sambil membentang spanduk yang berisi kecaman terhadap Asia Pulp and Paper.

APP adalah grup besar sejumlah perusahaan sektor industri ekstraktif (perkebunan dan hutan tanaman) yang tersebar di berbagai wilayah di Asia, termasuk Indonesia. Di Kalimantan Barat, ada belasan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman di bawah bendera Sinarmas yang menjadi bagian dari grup rekanan APP.

Pada Jumat (27/2/2015), anggota Serikat Petani Tebo (SPT) Indra Pelani (21) ditemukan tewas setelah diculik dan dianiaya aparat keamanan PT Wira Karya Sakti. Drama horor di konsesi anak perusahaan APP ini pun mendapat kecaman.

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat mengecam keras tindakan brutal APP yang menyebabkan kematian. Foto: Andi Fachrizal

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat mengecam keras tindakan brutal APP yang menyebabkan kematian. Foto: Andi Fachrizal

Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, dengan tegas mengecam keras tindakan brutal APP. “Kita mengecam tindakan penghilangan nyawa seseorang. Itu adalah bagian dari pelanggaran besar hak asasi manusia (HAM),” katanya saat berorasi di depan Bank Sinarmas, Kamis (5/3/2015).

Dia mendesak Komnas HAM melakukan penyelidikan secara menyeluruh terkait kasus yang terjadi dan memastikan pihak kepolisian Jambi mengusut tuntas tindak penganiayaan hingga penghilangan nyawa tersebut.

“Kami juga minta presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewakili negara untuk memberikan jaminan perlindungan dan penegakan HAM. Sebagai lembaga yang memberi izin kepada perusahaan, harus bertanggung jawab terhadap tindak pelanggaran HAM yang terjadi,” kata Adam.

Lebih jauh, koalisi masyarakat sipil juga menuntut agar pihak kelompok perusahaan APP di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat menghentikan praktik pengamanan di wilayah konsesinya yang berwatak militeristik. “Kita juga boikot dan meminta Pertemuan APP di Pontianak dibubarkan,” ujarnya.

Selain itu, mereka menolak segala bentuk praktik buruk maupun tindak kekerasan APP melalui tangan pihak manapun beserta segenap anak perusahaannya di Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. “Kami mengajak segenap komponen masyarakat agar berhenti menjadi bagian dalam sikap omong kosong usaha perbaikan atas nama keberlanjutan perusahaan APP selama ini.”

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat menuntut APP bertanggung jawab atas kematian Indra Pelani, anggota Serikat Petani Tebo, Jambi dan memboikot pertemuan multipihak APP di Pontianak. Foto: Andi Fachrizal

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat menuntut APP bertanggung jawab atas kematian Indra Pelani, anggota Serikat Petani Tebo, Jambi dan memboikot pertemuan multipihak APP di Pontianak. Foto: Andi Fachrizal

Pada saat yang sama, Link-AR Borneo dan Sampan Kalimantan semula menghadiri pertemuan multipihak yang digagas APP di Hotel Orchardz Pontianak. Pertemuan itu terfokus pada perumusan rencana aksi restorasi dan konservasi hutan di Lansekap Kubu.

Namun, kedua lembaga tersebut hadir sekadar memenuhi undangan dan membacakan sikap sebagaimana dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat. Kedua lembaga itu lantas walkout dari ruang pertemuan sebagai simbol pemboikotan APP di Kalimantan Barat.

Baik Sampan Kalimantan maupun Link-AR Borneo menilai, APP masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti dalam kasus Jambi. LSM di Kalbar juga menegaskan, hilang pohon masih bisa ditanam kembali, tapi hilang nyawa seseorang tak bisa diganti.

 


Ini Sikap Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat: APP Pembohong! was first posted on March 6, 2015 at 4:25 am.

Kasus Tewasnya Aktivis Jambi, Komnas HAM Bentuk Tim Investigasi

$
0
0
Pada 5  Februari 2015, APP baru saja ulang tahun kedua komitmen konservasi hutan mereka.  Pada hari itu juga Rainforest Alliance merilis laporan hasil pemantauan independen mereka terhadap perusahaan ini. Salah satu temuan, soal konfilik yang tinggi dan penyelesaian rendah. Belum sampai sebulan, di Jambi, salah satu konsesi APP dan lahan berkonflik, seorang aktivis tani tewas diduga dibunuh satpam perusahaan. Tampak dalam foto (dari kanan ke kiri) Vice President of Forestry Rainforest Alliance Richard Donovan bersama CEO Roberts Bridge Group Brendan May, dan Managing Director Sustainability Asia Pulp & Paper (APP) Aida Greenbury. Mereka sedang menyimak sambutan Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bambang Hendroyono  Foto:  dokumen APP

Pada 5 Februari 2015, APP baru saja ulang tahun kedua komitmen konservasi hutan mereka. Pada hari itu juga Rainforest Alliance merilis laporan hasil pemantauan independen mereka terhadap perusahaan ini. Salah satu temuan, soal konfilik yang tinggi dan penyelesaian rendah. Belum sampai sebulan, di Jambi, salah satu konsesi APP dan lahan berkonflik, seorang aktivis tani tewas diduga dibunuh satpam perusahaan. Tampak dalam foto (dari kanan ke kiri) Vice President of Forestry Rainforest Alliance Richard Donovan bersama CEO Roberts Bridge Group Brendan May, dan Managing Director Sustainability Asia Pulp & Paper (APP) Aida Greenbury. Mereka sedang menyimak sambutan Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bambang Hendroyono Foto: dokumen APP

Walhi dan KontraS mendatangi Komnas HAM di Jakarta, Rabu (4/3/15) melaporkan kasus pembunuhan aktivis dari serikat petani Tebo, Indra Pelani di konsesi PT Wira Karya Sakti, anak usaha APP di Jambi.  Komnas HAM pun akan membentuk tim investigasi guna mengusut kematian aktivis Jambi ini.

Sandra Moniaga,komisioner Komnas HAM bidang masyarakat adat mengatakan, kasus ini bisa dilihat dari berbagai sisi. “Sisi masyarakat adat,  tanggung jawab korporasi, human right defender serta konflik agraria. Kita pasti membentuk tim investigasi,” katanya di Jakarta.

Namun, katanya, hal terpenting lagi, menyelidiki tanggung jawab korporasi karena kejadian ini sudah berulang kali. “Nampaknya korporasi cuci tangan. Polisi harus menggali sedalam- dalamnya apakah pembunuhan berencana atau bukan. Kalau ini pembunuhan berencana, ini jadi kriminal serius.”

Nur Kholis, komisioner Komnas HAM untuk isu bisnis dan HAM meminta, Kapolda Jambi memproses hukum peristiwa ini dan memeriksa kemungkinan keterlibatan korporasi.

“Penting kita tegaskan untuk memeriksa korporasi. Jadi penyidik Polda Jambi jangan terburu-buru memisahkan ini di tingkat pelaku satpam outsourching. Harus cek notulensi rapat-rapatnya, dokumen-dokumen sebelum peristiwa.”

Komnas HAM, katanya,  akan memback-up Polda jika berkomitmen membuka dan memeriksa keterlibatan korporasi. “Polda Jambi harus lebih maju melihat dokumen business and human right. Polda Jambi harus independen.”

Komisioner Komnas HAM urusan konflik agraria Dianto Bachriadi mengatakan hal senada.

“Kita segera bentuk tim dan investigasi mulai minggu depan. Melibatkan empat komisioner Komnas HAM,” katanya.

Dianto mengatakan, investigasi Komnas HAM bukan sekadar menyelidiki pengeroyokan yang berujung pembunuhan, tetapi melacak sejauhmana peristiwa ini berkaitan dengan kebijakan perusahaan.

“Kalau ini mengarah lebih jauh, kita akan membuat kesimpulan. urusan kematian kita serahkan kepada Polisi. Kita mengawasi penyidikan kepolisian sampai pengadilan. Jangan sampai mata rantai putus dan hanya ditangkap pelaku lapangan.”

Gali keterlibatan perusahaan

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, Walhi melihat persoalan ini tidak sesederhana hanya tindak kekerasan yang mengakibatkan kematian. “Ini pelanggaran HAM cukup serius.”

Kasus ini, tidak bisa hanya dilihat antara korban dan satpam outsourching perusahaan. Sebab, keberadaan satpam di situ tentu permintaan dan perintah WKS. “Catatan kami, APP punya jejak kekerasan, 11 Agustus 2010, WKS ada korban tewas  ditembak brimob. Ini terulang kembali.”

Menurut dia, cara-cara pengamanan pada anak perusahaan APP itu berlebihan. Seringkali WKS mengamankan konsesi dengan kekerasan. Tak jarang melibatkan aparat kepolisian (Brimob).

“Kami melaporkan ke Komnas HAM untuk membentuk tim investigasi. Ini untuk memberikan rasa nyaman pada masyarakat. Agar masyarakat merasa ada institusi nasional yang benar-benar bekerja untuk mereka,” katanya.

Dia mengatakan, kehadiran Komnas HAM sangat perlu guna menghindari masyarakat bertindak sendiri hingga membentuk lingkaran setan kekerasan seperti di Mesuji.

“Ini bisa menjadi pintu untuk melihat pola penanganan keamanan dalam industri HTI. Juga bagaimana polisi melihat pola pengamanan swasta ini.”

Dia juga meminta Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan melihat persoalan ini lebih jauh dan tidak hanya menyerahkan pelaku pembunuhan kepada penegak hukum.

“KLHK yang mewakili negara memberikan izin kepada perusahaan, harus bertanggungjawab. Juga harus segera meminta WKS dan induk perusahaan (APP) menjelaskan seluruh konflik perusahaan dengan masyarakat. KLHK harus segera menyelesaikan seluruh kasus-kasus di konsesi HTI.” Dia juga meminta perusahaan memberikan penjelasan terkait penyelesaian konflik dan penanganan keamanan perusahaan.

Luas konsesi WKS berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan (No.421/kpts-II/1999 seluas 293.812 hektar. Terdiri dari 138.669  hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan  48.507 hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Lalu, 76.691 hektar di  Kabupaten Batanghari, 13.029 hektar di Kabupaten Muaro Jambi dan 16.916 hektar di Kabupaten Tebo.

“Ini menjadi momentum agar perusahaan harus terbuka ia berkonflik dengan siapa saja dan bagaimana pola penanganan? Bagaimana pola pengamanan? Selama ini itu secara parsial. Kami berharap KLHK dan Komnas HAM bisa masuk kesana dan melihat persoalan ini secara komprehensif.”

Dia berharap, penegakan hukum kepada pelaku seadil-adilnya. “Sekarang ramai diberitakan komitmen lingkungan perusahaan soal zero deforestasi APP. Kami melihat komitmen lingkungan tanpa ada komitmen sosial sebenarnya tak ada artinya.”

Musri Nauli, Direktur Eksekutif Walhi Jambi mengatakan, WKS harus bertanggungjawab atas kematian Indra Pelani.”Kami mempertanyakan unit reaksi cepat WKS dalam mengamankan investasi mereka.”

URC WKS berpraktik buruk, di luar batas-batas kemanusiaan,  berwatak militeristik dan menggunakan pendekatan kekerasan. Dia berharap, pemerintah bisa memastikan penegakan hukum terhadap WKS  atas pengelolaan konsesi yang mengakibatkan konflik dan warga tewas.

“Sosok korban ini human right defender. Indra adalah aktivis serikat petani Tebo yang punya informasi lebih dalam bagaimana gerakan petani di lokasi,” kata Syamsul Munir, Kepala Divisi Advokasi Ecosoc KontraS. “Perlu direspon cepat Komnas HAM. Kejadian ini menjadi pemberangusan bagi teman-teman pembela HAM di tingkat lokal.”


Kasus Tewasnya Aktivis Jambi, Komnas HAM Bentuk Tim Investigasi was first posted on March 6, 2015 at 7:02 pm.

Bersih-bersih Sampah Plastik Biar Sungai di Bali Cantik

$
0
0
Petugas bersih-bersih sampah di sungai-sungai di Denpasar, Bali. Foto: Anton Muhajir

Petugas bersih-bersih sampah di sungai-sungai di Denpasar, Bali. Foto: Anton Muhajir

Sampah plastik menjadi masalah di mana-mana, tak terkecuali di Bali. Data Badan Lingkungan Hidup Bali, tiap hari, sampah rata-rata 4.695 meter kubik. Data lain menyebut hingga 6.000 keter kubik. Dari jumlah itu, sampah plastik sekitar 516,45 meter kubik per hari atau 11%. 

Untuk mencegah sampah-sampah plastik tidak sampai ke laut, Pemerintah Denpasar melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) membuat upaya khusus. Salah satu membersihkan sungai-sungai besar di ibukota Bali ini rutin tiap hari.

Petugas Dinas PU Kota Denpasar memasang jaring-jaring di beberapa sungai besar seperti Tukad Badung, Tukad Mati, dan Tukad Rangda. Ada petugas memeriksa sampah-sampah plastik kemudian menghanyutkan ke jaring.

Salah satu petugas pembersih adalah Imam Zarkoni. Laki-laki 65 tahun dari Cilacap, Jawa Tengah ini sudah bekerja tiap pagi. Seperti Selasa pekan lalu di Tukad Badung, dia menyusuri sekitar satu km bagian sungai antara jembatan Jalan Pulau Biak dan Jalan Bukit Tunggal, Denpasar Barat.

Dia membawa pengungkit dari bambu dan mengambil satu per satu sampah di antara aliran sungai. Sampah, organik maupun anorganik itu terhanyut dan ditahan jaring di bagian hulu.

Pagi itu, Imam bekerja bersama Alit Sukarata, menyusuri sungai dari bagian hilir ke hulu, membersihkan sampah, menghanyutkan agar terbawa air sungai, dan terhenti di jaring.

Mereka bekerja tiap hari dari pukul 7.00-14.00. Mereka jalan bolak-balik menyusuri sungai dan membersihkan sampah. “Kalau banjir, kami hanya membersihkan di pinggir karena air sungai penuh,” kata Imam.

Berjarak sekitar 100 meter dari Alit dan Imam, lima petugas Dinas PU mengambil sampah yang terjaring. Biasa, jaring berada di bagian lebih dalam setinggi kira-kira sampai satu meter.

Lokasi Imam dan Alit bekerja hanya salah satu dari tempat serupa di Denpasar. Pada jam sama di Buagan, Denpasar Barat, enam petugas membersihkan sungai. Tiga orang masuk sungai mengumpulkan sampah ke jaring, enam yang lain mengangkat ke truk pengangkut. Semua sampah dibawa ke tempat pembuangan sampah di Suwung, Denpasar Selatan.

Selain mereka, ada pula petugas lain yang menggunakan perahu. Mereka memungut satu per satu sampah di sepanjang sungai persis di samping jalan penghubung Denpasar dan Kuta.

Aliran sungai jadi terlihat bersih. Pohon-pohon perindang di pinggir sungai membuat suasana lebih teduh. “Sebagai warga, kami senang kalau sungai bersih begini,” kata Adi Pratama, warga Buagan. Pagi itu,  dia duduk di balebengong di pinggir sungai sambil menikmati segelas kopi.

Bersih-bersih sampah di sungai terutama plastik agar tak melaju memenuhi laut. Foto: Anton Muhajir

Bersih-bersih sampah di sungai terutama plastik agar tak melaju memenuhi laut. Foto: Anton Muhajir

Menurut Catur Yudha Hariani, Koordinator Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, upaya Dinas PU Denpasar membersihkan sampah plastik di sungai itu layak diapresiasi. “Pemerintah Denpasar mulai bergerak membersihkan lingkungan meskipun motivasi masih untuk mendapat penghargaan Adipura.”

Selain membersihkan sungai, katanya, Pemkot Denpasar aktif mendukung warga yang mengolah sampah plastik. Pemkot memfasilitasi beberapa bank sampah.

“Penghargaan Adipura hanya salah satu cara memotivasi warga. Tujuan akhirnya tetap membersihkan lingkungan, terutama dari sampah plastik,” kata Catur.

Meskipun demikian,  katanya, sebaiknya Pemkot Denpasar lebih aktif melibatkan warga dalam menangani sampah di sungai. “Untuk menangani lingkungan tetap perlu memberdayakan warga.”

Usaha mencegah warga tidak membuang sampah plastik justru mengolah lebih efektif mengurangi pembuangan sampah ke sungai dan ke laut.

Keterlibatan warga memang masih jadi tantangan. Menurut para petugas penjaring, sampah plastik masih ada saja meskipun sudah berkali-kali mengingatkan warga agar tidak membuang ke sungai.

“Susah. Warga masih bengkung (ndableg, red) suka buang sampah plastik ke sungai,” kata Wayan Ariana, petugas pembersih di Tukad Rangda, di Sidakarya, Denpasar Selatan.

Tak heran di beberapa tempat terutama di pantai, sampah-sampah plastik ini mudah ditemukan. Mereka yang menyumbang “prestasi” untuk Indonesia sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia.

Laporan terbaru Science Magazine pada 13 Februari 2015, menyatakan Indonesia negara kedua paling banyak membuang sampah plastik ke laut setelah China.

Pada 2010 sekitar 245 juta metrik ton (MT) sampah plastik tersebar di 192 negara yang memiliki pesisir. Dari jumlah ini, antara 4,8 hingga 12,7 juta MT masuk laut.

Pada 2010, China menyumbang 8,82 juta MT sampah plastik, antara 1,32-3,53 juta MT berakhir di laut. Jumlah itu setara 27,7% total sampah plastik dunia. Tahun sama, Indonesia membuang 3,2 juta MT sampah plastik dengan 0,48 juta-1,29 MT ke laut.

Asiknya.... kalau sungai bisa terus bersih seperti ini. Foto: Anton Muhajir

Asiknya…. kalau sungai bisa terus bersih seperti ini. Foto: Anton Muhajir


Bersih-bersih Sampah Plastik Biar Sungai di Bali Cantik was first posted on March 6, 2015 at 7:52 pm.

Melanie Subono Buat Petisi Untuk Gubernur Jateng dan Menteri Siti Nurbaya. Soal Apa?

$
0
0

Artis sekaligus aktivis peduli lingkungan Melanie Subono membuat petisi dukungan yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Selasa kemarin (03/03/2015).

Petisi berjudul #Demi Rembang dan dimuat dalam laman change.org ini  ternyata berisi tentang perjuangan warga Kabupaten Rembang, Jateng yang menolak pembangunan pabrik semen oleh PT. Semen Indonesia.

Dalam akun twitternya, Melanie pada awalnya tidak mengerti kenapa ia menerima banyak pesan di berbagai sosial media untuk membantu warga Rembang. Untuk mengantisipasi serangan balik di media sosial, ia menolak menanggapi tanpa melihat langsung ke lapangan.

Petisi Melanie Subono Demi Rembang. Foto : Tommy Apriando

Petisi Melanie Subono Demi Rembang. Foto : Tommy Apriando

“Setelah gue melihat sendiri (perjuangan warga Rembang di tenda). Entah mana yang lebih besar, rasa ingin nangis atau rasa marah,” katanya.

Ketika ia datang ke Rembang, terasa sangat kuat ketakutan mafia-mafia semen. Mulai dari hotelnya tempatnya menginap didatangi polisi, sampai ia didatangi banyak pihak saat mencoba mengunjungi ibu-ibu yang ada di tenda.

Ia merasa daerah itu sudah dibisniskan para mafia rakus negara ini, sampai ribuan manusia berjuang dari 2006. Bahkan ibu-ibu dipukuli dan sekarang bertahan dalam satu tenda.

“Apa yang gue lihat disana sangat mengagetkan, yang hidup di tempat yang katanya tanah air. Setahu gue tanah air dan isinya bukan milik segelintir kepentingan orang saja,” kata Melanie.

Menurutnya, Jateng adalah lumbung padi yang telah menjadi daerah penyumbang bencana terbesar di Indonesia,  karena pembangunan yang tidak diperhitungkan. Ia mencontohkan, dahulu Boyolali adalah daerah resapan, namun sekarang air saja beli. Semarang dulu aman, namun sekarang banjir rob. Banjarnegara dulu indah, sekarang longsor. Dan dulu Jateng sehat, indah dan kaya tapi sekarang dua juta orang kekurangan air.

“Tahukah bahwa BNPB sudah menyatakan provinsi Jateng  89% rentan bencana karena pembangunan? Hai Semen Indonesia dan pemerintah bisakah terbuka tentang kebutuhan semen bangsa? Konon pabrik semen bikin rakyat hidup. Contoh di Kabupaten Maros, Sulawesi selatan sekarang mereka kekurangan air,” kata anak produser pertunjukan musik, Adrie Subono.

Sejarah masyarakat Jateng adalah bertani, bukan dari semen. Dia mencontohkan masyarakat di sekitar pabrik PT. Semen Padang yang harus mengganti genteng rumahnya karena debu pabrik semen itu. Dan Jepang yang sudah menggunakan pengganti semen dan tidak mematikan rakyat.

“Teknologinya ada, penelitian ada. Kalau tidak ada, apa fungsinya LIPI? Kalau katanya disana kering dan gersang, saya akan naikkin foto dan video hasil yang saya lihat sendiri. Hijau dan subur,” tulis Melanie.

Melanie Subono ikut mengkampanyekan Save Turtle. Foto : Bali Sea Turtle Society

Melanie Subono ikut mengkampanyekan Save Turtle. Foto : Bali Sea Turtle Society

Ia membandingkan area tambang hanya menyumbang Rp1 miliar ke APBD, sedangkan pada umumnya pemda yang mengembangkan sektor pariwisata akan menyumbang Rp5 miliar per tahun ke APBD. Kalau PT. Semen Indonesia melanjutkan pertambangan maka 607.000 orang akan makin miskin dan 131.5 hektar area produktif akan mati.

Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi 32/2010 mewajibkan penempatan wilayah tambang melibatkan masyarakat. Kalau memang rakyat non-bayaran yang dilibatkan,mana mungkin mereka menggugat. Setiap sidang Semen Indonesia menyebut akan “menanggulangi” bukankah itu idem atau sudah mengakui sudah merusak. Undang-undang nomor 32  tahun 2010 tentang pemerintahan daerah ditetapkan bahwa kementerian bisa intervensi dan mengirimkan surat ke Gubernur dan hentikan pertambangan.

“Haruskah setiap partai politik seperti PDIP menggantungkan dana mereka dari  sumber daya alam? Mau bangun pabrik? Jangan di pulau kecil, jangan di hutan produktif. Kalau ini diteruskan, menurut PBB, tahun 2050 Demak, Pati, Jepara akan hilang dari peta,” kata Melanie.

“Apakah semua mau dibuat seperti pulau-pulau yang sudah dijual atau bencana tiap beberapa minggu? Perlukah  mem-bom area 10 menit dari rumah warga tiap jam 12 siang demi pembangunan? Perlukah ada preman dan aparat memukuli ibu-ibu yang mempertahankan tanahnya?” tanyanya. Menurut Melanie ujung pembangunan serakah hanya indah sementara untuk pihak sebagian saja.

Ia pun bakal membeberkan semua data yang dia peroleh di Rembang, apapun resikonya. Menurutnya, setiap jengkal tanah adalah harga diri.

Isi Petisi

Dalam isi petisinya, Melanie bercerita pada 14 Februari 2015, jam 16.17 waktu setempat, tepat dihari ke-244 di tenda perlawanan warga yang melawan pembangunan pabrik Semen Indonesia. Ia bersama para ibu yang telah dihina disiksa dan dipukuli secara rutin oleh mafia rakus yang ingin mengambil tanah mereka.

Saat yang kaya makin jadi kaya, begitu pula si miskin. Sama antara pejabat dan rakyat. Tidak puas “menjual” lahan lahan bagus tanah air, sekarang pegunungan Kendeng Jawa Tengah , Rembang sudah “dilacur” pejabat untuk Semen Indonesia. Menyusul daerah-daerah lain.

Di Lumbung Padi Indonesia, yang sudah berubah menjadi penyumbang bencana terbesar Indonesia. Tanah cantik para petani yang sudah diduduki puluhan pabrik semen yang orientasinya adalah ekspor.

“Kali ini masih ada satu kesempatan untuk kita menghentikan. Karena seorang menteri bisa mengeluarkan surat dan begitu juga seorang gubernur. Karena suara rakyat harus didengar, karena kalau tidak, mafia akan terus merajalela di area lain Indonesia. Karena kita adalah manusia dan pejabat kita konon adalah manusia punya hati yang bisa membaca dan merasakan,” ajak Melanie.

 


Melanie Subono Buat Petisi Untuk Gubernur Jateng dan Menteri Siti Nurbaya. Soal Apa? was first posted on March 7, 2015 at 2:00 am.

Kematian Petani di Tebo, Jambi Akibat Konflik Lahan Berkepanjangan?

$
0
0

Konsesi pemasok APP di Sumatera. Foto: Rhett A. Butler

Kematian anggota Serikat Petani Tebo (SPT) Jambi, Indra Pelani (23) menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), aksi solidaritas ini ditunjukkan Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Jumat ( 6/3/2015) di kawasan simpang lima DPRD. Selain mengutuk, mereka menuntut pemerintah segera menyelesaikan kasus tanah yang menjadi biang persoalan.

Dedek Chaniago, dari  MHI, mengatakan mahasiswa dan pelajar di Sumsel mengutuk keras tindak penganiayaan dan pengeroyokan oleh oknum keamanan perusahaan terhadap petani.

“Tindakan kriminal yang dilakukan oleh oknum keamanan perusahaan tak boleh dipisahkan dengan konflik lahan yang terjadi di sana. Karena peristiwa yang terjadi ini merupakan satu rangkaian yang tidak berdiri sendiri-sendiri,” tegas Dedek kepada Mongabay Indonesia, Jumat (06/03/2015).

Dedek menyatakan mahasiswa dan pelajar di Sumsel menyerukan dua hal kepada pemerintah. Pertama, mengusut tuntas kematian Indra, menyeret pembunuhnya ke meja hijau, dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelakunya.

Kedua, meminta Presiden Jokowi turun tangan secepatnya menyelesaikan sengketa lahan antara masyarakat Desa Lubuk Madrasah, Kabupaten Tebo, Jambi dengan PT. Wira Karya Sakti (WKS).

“Kematian Indra tak bisa dilepaskan dari konflik lahan yang terjadi selama ini. Perusahaan tak boleh arogan, sedangkan masyarakat desa harus dilindungi dan diberi pemahaman. Konflik ini harus segera diselesaikan agar peristiwa serupa yang menyedihkan tak menjadi teror bagi masyarakat di kemudian hari,” tegas Dedek.

Sebelumnya, dugaan yang sama disampaikan Walhi Sumsel melalui siaran persnya, (05/03/2015). Kematian Indra Pelani merupakan buntut dari konflik yang terjadi antara masyarakat dengan PT. Wira Karya Sakti, perusahaan milik Asia Pulp and Paper (APP), yang telah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada penyelesaian dari pemerintah. Tragedi tewasnya petani yang memperjuangkan lahannya yang dirampas PT. WKS bukanlah yang pertama karena pada Agustus 2010 lalu, Ahmad Adam (45) petani Tanjung Jabung, tewas ditembak anggota Brimob Polda Jambi, yang sedang melakukan pengamanan terhadap konsesi perusahaan PT. WKS yang berkonflik dengan masyarakat setempat.

Walhi Sumsel mengutuk keras atas perbuatan biadab dan tidak berperikemanusian yang dilakukan pasukan pengamanan PT. WKS terhadap Indra Peilani. Walhi Sumsel juga meminta Polda Jambi bekerja serius dengan tidak hanya menghukum pelaku pembunuhan tetapi juga otak di balik kejadian.

Selain itu Komnas HAM kami desak untuk berperan aktif melakukan penyidikan atas kasus ini yang diduga terjadi pelanggaran HAM berat yang dilakukan perusahaan melalui pihak keamanan perusahaan.

Menurut Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel, perusahaan milik APP dalam praktik penguasaan lahan tidak hanya bermasalah di sektor agraria dan kemanusian. Tetapi juga melakukan kejahatan terhadap lingkungan hidup, seperti kebakaran hutan dan lahan di Riau, Jambi, dan Sumatera selatan.

“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dapat mengevaluasi segala perizinan APP yang ada di Indonesia. Salah satunya di Sumsel dan mencabut izin perusahaan APP yang bermasalah baik yang melakukan kejahatan kemanusiaan maupun agraria dan lingkungan hidup,” katanya.


Kematian Petani di Tebo, Jambi Akibat Konflik Lahan Berkepanjangan? was first posted on March 7, 2015 at 2:58 am.

7 Serangga yang Membuat Anda Berdecak Kagum

$
0
0

Serangga merupakan makhluk hidup yang paling mudah kita lihat di lingkungan sekitar. Bisa jadi, karena ukuran tubuhnya yang imut, kita sering mengabaikan kehadirannya.

Berikut, terangkum dari berbagai sumber, tujuh serangga yang akan membuat Anda berdecak kagum karena penampilannya yang mempesona. Penasaran?

 

1. Lalat Lebah

Lalat lebah sedang bersiap memakan sari bunga. Sumber: Conceptart.org

Serangga mungil ini berasal dari keluarga Bombyliidae. Meskipun mereka secara teknis adalah lalat, namun penampilan serangga ini bahkan perilakunya mirip lebah. Cukup fair jika  sering disebut sebagai lalat lebah. Lalat lebah ada di hampir semua tempat seluruh dunia dalam berbagai variasi; dan mungkin kita pernah melihatnya sekali waktu, namun menduganya sebagai lebah.

Lalat lebah Anastoechus nitidulus (gambar di atas) adalah salah satu lalat dengan penampilan yang ‘manis’. Lalat ini sama sekali tidak berbahaya. Jika beruntung, kita bisa mengambil fotonya saat sedang makan serbuk sari bunga dan nektar.

 

 

2. Ulat Hello Kitty

Ulat ini memiliki wajah seperti karakter animasi Hello Kitty. Sumber: Designyoutrust.com

Serangga ini sebenarnya ulat dari kupu-kupu Bush Brown China (Mycalesis gotama). Tapi, bentuk wajahnya cukup familiar dengan karakter animasi Jepang “Hello Kitty”. Belum banyak studi mengenai ulat ini, meskipun kemunculannya cukup menghebohkan Jepang dan bahkan dunia beberapa waktu lalu.

 

 

3. Serangga Elvis Presley

Serangga ini mirip Elvis Presley. Foto: Darlyne Murawski/Nat Geo Stok/Caters News

Darlyne Murawski, sang fotografer, terkejut setelah menemukan wajah Elvis Presley di punggung seekor serangga kecil,  dengan tanda-tanda di punggungnya yang menyerupai mata manusia, hidung, mulut, dan gaya rambut klasiknya. Satwa yang bau ini kemudian dijuluki “Serangga Perisai Elvis Presley” karena kemiripannya dengan raja rock ‘n’ roll tersebut.

Darlyne asal Massachusetts, Amerika, ini melihat serangga kecil Pentatomoidea yang juga dikenal sebagai serangga perisai raksasa, secara kebetulan, saat berada di Cagar Alam Khao Chong di Thailand selatan. Satwa ini sebelumnya juga ditemukan di hutan Singapura. Media setempat justru menjulukinya Bert, salah satu karakter serial animasi Sesame Street. 

 

 

4. Ulat Bulu Kucing

Ulat bulu ini laksana kucing karena bulu-bulunya. Sumber: Mothphotographersgroup.msstate.edu

Inilah ulat Megalopyge opercularis,  yang sering disebut sebagai “Puss Caterpillar” karena bulu-bulunya yang panjang mirip kucing. Saat mencapai usia dewasa, sekitar satu inci, ulat kucing ini akan tampak mengembang dengan bulu panjang coklat keabu-abuan, dan kadang kekuningan.

Namun, jangan terburu-buru mengelusnya karena ia beracun, seperti tertusuk, meski tak sampai mematikan. Puss caterpillar ini hanya menunjukkan diri dua kali dalam setahun di habitat aslinya di Florida yaitu saat musim gugur dan semi.

 

 

5. Ngengat Burung Kolibri

Jangan salah, ngengat ini sekilas menyerupai burung kolibri. Sumber: Wikimedia.org

Sekilas, kita mungkin beranggapan bahwa makhluk ini adalah burung kolibri yang sedang menghisap madu. Namun,  jika dilihat lebih dekat, ternyata ini adalah seekor ngengat. Ngengat yang mirip burung kolibri ini (Hemaris thysbe) dapat melayang serta memiliki belalai panjang menyerupai paruh.

Satwa ini bisa ditemukan di daerah beriklim hangat seperti di Eropa Selatan, Afrika Utara, bahkan di Amerika Utara hingga Alaska yang dingin. Ngengat ini aktif di siang hari. Kemiripannya dengan Kolibri disebut sebagai contoh evolusi konvergen yaitu ketika spesies yang berbeda berevolusi untuk memiliki sifat-sifat yang sama karena kondisi lingkungan mereka.

 

 

6. Ulat Kepala Alien

Ulat ini memiliki bentuk kepala menyerupai alien. Sumber: Socialphy.com

Ulat lebih rentan dimangsa oleh predator daripada saat sudah menjadi kupu-kupu. Hal inilah yang membuat banyak ulat mengembangkan berbagai cara pertahanan diri, termasuk penampilannya yang menakutkan bagi calon pemangsa. Ulat hijau ini ditemukan di Filipina dan di kepala bagian depannya terdapat mata kamlufase berukuran cukup besar, sehingga seolah membuat penampilannya seperti hewan dengan kepala besar dan menakutkan.

Ulat bernama ilmiah Daphnis nerii yang dalam Bahasa Inggris disebut Oleander hawk-moth, bisa ditemukan di Afrika dan sebagian Asia. Saat menjadi kupu-kupu, satwa ini bermigrasi terutama di musim panas, menuju Eropa bagian selatan dan timur hingga Turki.

 

 

7. Ulat Berpenampilan Ular

Inilah ulat berpenampilan ular. Sumber: I.dailymail.co.id

Inilah salah satu bentuk kamuflase mengangumkan dari spesies serangga untuk melindungi diri dari para pemangsa. Deilephila elpenor, adalah ngengat raksasa dari keluarga Sphingidae. Spesies ini bisa ditemukan di Inggris dan Irlandia yang panjangnya mencapai 75 mm dengan warna tubuh hijau dan coklat.

Ketika terancam, ulat ini menarik tubuh bagian depannya ke arah tengah, dan membentuk postur yang menyerupai ular dengan kepala besar dan bulatan hitam yang menyerupai mata yang besar. Predator utama mereka adalah burung, namun biasanya burung menghindar (setidaknya untuk beberapa waktu) saat ulat ini ber’pose’ seperti ular.

 


7 Serangga yang Membuat Anda Berdecak Kagum was first posted on March 7, 2015 at 4:47 am.

Teknologi: Inilah Aplikasi Web Interaktif Pendeteksi Dampak Banjir

$
0
0

Banjir Jakarta Februari 2015. Banjir selain merugikan warga juga berdampak pada PDB suatu negara. Indonesia termasuk satu dari 15 negara di dunia yang masuk dalam daftar tertinggi terdampak banjir. Foto: Indra Nugraha

World Resource Institute (WRI), minggu ini mengeluarkan aplikasi web interaktif yang dapat mendeteksi dampak banjir dan sungai yang akan berakibat pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) suatu negara dan kehidupan sosial ekonomi masyarakatnya.

Teknologi ini dikembangkan untuk melihat resiko bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan kajian lingkungan lainnya dan kedepannya dapat digunakan oleh penentu kebijakan dan swasta untuk mengembangkan proyek yang adaptif dengan perubahan iklim.

Aqueduct Global Flood Analyzer, demikian nama aplikasi ini dikembangkan atas kerjasama WRI dengan empat lembaga riset Belanda; Deltares, The Institute for Environmental Studies of the VU University Amsterdam, Utrecht University dan PBL Netherlands Environmental Assessment Agency.

Aplikasi ini bersifat global sehingga dapat digunakan untuk melihat dari sisi ekologis suatu daerah aliran sungai maupun wilayah administratif berdasarkan region atau negara. Data yang dapat diakses secara gratis ini dapat dipakai untuk menghitung resiko banjir dan dampak sosial-ekonomi bagi warga terdampak.

Menurut data WRI, setidak-tidaknya terdapat 21 juta manusia di seluruh dunia yang terdampak oleh banjir setiap tahunnya. Adapun 15 negara yang masyarakatnya paling tinggi potensi terdampaknya adalah India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Pakistan, Indonesia, Mesir, Myanmar, Afghanistan, Nigeria, Brasil, Thailand, Republik Demokrasi Kongo, Irak dan Cambodia.

Sebagai perbandingan di Amerika Serikat, -sebuah negara industri dengan tingkat pendapatan salah satu tertinggi di dunia, terdapat 167 ribu orang yang terkena dampak banjir pertahunnya. Di masa depan, diperkirakan fenomena perubahan iklim akan meningkatkan frekuensi kejadian banjir terutama di wilayah-wilayah rawan kebanjiran.

Di belahan Asia Selatan dan Asia Tenggara banjir diprediksikan akan menjadi potensi kerugian terbesar dibandingkan dengan berbagai tipe bencana alam lainnya. Sebagai contoh di Pakistan, pada tahun 2015 terdapat 715 ribu orang terdampak banjir, diperhitungkan akan meningkat menjadi 2 juta orang pada tahun 2030, limabelas tahun dari sekarang.

 

bjbjbbj

Aqueduct Global Flood Analyzer, aplikasi web interaktif yang digunakan untuk mendeteksi banjir dan daerah rawan kebanjiran.

Daftar lima belas negara yang memiliki dampak banjir terbesar

Daftar lima belas negara yang memiliki dampak banjir terbesar di dunia

Cek  aplikasi web disini:  Aqueduct Global Flood Analyzer 

 

Banjir bandang di Manado, Januari 2014. Melumpuhkan sebagian besar aktivitas di kota ini, sekitar seribu rumah warga rusak. Foto: R.C. Toloh

 

Dampak Banjir Terhadap Sosial Ekonomi Desa di Indonesia

Kerugian karena banjir dan perubahan iklim juga dirasakan secara sosial ekonomi oleh masyarakat di perdesaan. Seorang peneliti LIPI, Ali Yansyah Abdurrahim, dalam tesis masternya di IPB menyebutkan bahwa dampak banjir, yang juga silih ganti dengan kekeringan di desa-desa, telah menyebabkan masyarakat desa memilih untuk pindah dan bermigrasi dari tempat tinggalnya.

Dalam studinya di Desa Karangmulya, Indramayu, Jawa Barat, Ali Yansyah melaporkan bahwa akibat banjir maka lahan pertanian yang hanya produktif untuk satu kali musim tanam setahunnya tidak lagi mencukupi bagi kehidupan masyarakat.

Alih-alih terus bertani, sebagian besar golongan termiskin dalam strata masyarakat memilih menjadi buruh dan sebagian lagi memilih untuk menjadi tenaga kerja di Korea.

Peran pemerintah, sebagai pihak yang menjadi penentu kebijakan, dalam hal ini amat minim. Program pemerintah tidak adaptif terhadap fenomena perubahan iklim. Jaringan irigasi yang menyempit dan sebagian lagi rusak belum menjadi perhatian dan memperoleh perawatan. Akibatnya, warga perdesaan tidak lagi dapat dan memilih hidup di desa, mereka memilih untuk melanjutkan hidup di tempat yang tidak terdampak bencana banjir dan kekeringan.

 

 

 

Referensi

Ali Yansyah Abdurrahim.2015. Kerentanan Ekologi dan Strategi Penghidupan Rumah Tangga Petani di Pantai Utara Indramayu. Thesis Magister. Institut Pertanian Bogor.

H. C. Winsemius, L. P. H. Van Beek, B. Jongman, P. J. Ward and A. Bouwman. 2013. A framework for global river flood risk assessments. Hydrology and Earth System Sciences.

P. Ward, B. Jongman, F. S. Weiland, A. Bouwman, van Beek, M. F. P. Bierkens, W. Ligtvoet and H. C Winsemius. 2013. Assessing flood risk at the global scale: model setup, results, and sensitivity. Environmental Research Letter.

 

 


Teknologi: Inilah Aplikasi Web Interaktif Pendeteksi Dampak Banjir was first posted on March 7, 2015 at 10:47 am.

Beginilah Ajakan Peduli Sampah bagi Penikmat Musik Jazz

$
0
0
Tempat sampah sesuai jenis yang disiapkan dalam Java Jazz Festival 2015. Penikmat musik jazz diajak peduli sampah dengan mengusung tema Less Waste, More Jazz. Foto: Indra Nugraha

Tempat sampah sesuai jenis yang disiapkan dalam Java Jazz Festival 2015. Penikmat musik jazz diajak peduli sampah dengan mengusung tema Less Waste, More Jazz. Foto: Indra Nugraha

Ada yang berbeda dalam penyelenggaraan Java Jazz Festival 2015. Event tahunan 6-7 Maret 2015 di JI Expo Kemayoran Jakarta itu lebih memperhatikan aspek kebersihan. Pengunjung diajak memilah dan sampah berdasarkan jenis.

Ada 28 set bak sampah terbuat dari kayu di lokasi. Satu set, tiga tempat sampah berwarna beda. Hijau untuk sampah makanan, jingga sampah kemasan, dan biru sampah kertas. Ditambah bak sampah milik JI Expo sekitar 100.

Pada tiap tempat sampah, ada relawan berjaga. Total 88 orang. Mereka senang hati memberikan arahan kepada pengunjung membuang sampah ke tempat sesuai jenis.

“Ini program Less Waste More Jazz. Kami berusaha memberikan edukasi dan ajakan kepada pengunjung bertanggungjawab terhadap sampah,” kata penanggung jawab program, Syaiful Rochman di Jakarta, Jumat (6/3/15).

Kotak sampah disebar berdasarkan potensi penumpukan. Di foodcourt tersebar kotak sampah berwarna hijau dan jingga. Di area pameran, atm center kotak warna biru.

Sampah organik akan disalurkan ke bank sampah Hijau Selaras Mandiri di Tanah Kosong, Kemayoran untuk kompos. Di kotak sampah hijau untuk makanan sisa, panitia memberikan aktivator sekam padi guna mempercepat pengomposan.

Untuk sampah anorganik disalurkan kepada pengepul. “Kami menjamin seluruh sampah dalam bak sampah akan dikelola dengan benar.”

Panitia juga menampilkan video ajakan dari artis di Java Jazz untuk membuang dan memilah sampah. Ada jeda waktu memutar video di sela konser.

“Sekitar 10 artis diwawancarai.  Idang Rasidi, Tulus, Tohpati, Potret dan lain-lain. Ini sangat menghemat publikasi. Dibanding membuat brosur dan spanduk justru tidak bisa digunakan lagi.”

Bank sampah Hijau Selaras Mandiri, lokasi penyaluran sampah organik Java Jazz, binaan Yayasan Unilever Indonesia (YUI). Total 976 bank sampah binaan YUI di 10 kota besar, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogjakarta, Denpasar, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Manado. Di Jakarta ada 150 bank sampah.

Maya Tamimi, Environment and Sustainability YUI mengatakan, bank sampah bagian program Green and Clean. YUI  mengedukasi masyarakat memilah sampah dari sumber. Kegiatan ini biasa di perumahan.

“Kita melihat mana yang belum dikelola petugas kebersihan, itu yang akan dibantu di bank sampah. Maka sampah organik sepenuhnya disalurkan kesana,” katanya.

Head of Promotion Java Jazz Festival Ressanda Tama Putra mengapresiasi kerjasama pengelolaan sampah  ini. Dia berharap kerjasama seperti itu terjadi di Java Jazz Festival berikutnya.

 

 

 


Beginilah Ajakan Peduli Sampah bagi Penikmat Musik Jazz was first posted on March 7, 2015 at 4:27 pm.

Ketika Lagu Hutan Tropis Menyentuh Hati Masyarakat Sumatera Selatan

$
0
0

Hutan Indonesia yang begitu kaya akan keanekaragaman hayatinya. Foto: Rhett Butler

Ingat dengan Hutan Tropis Band? Grup musik yang hadir karena galau terhadap pesoalan lingkungan hidup di Sumatera Selatan dan Indonesia?

Perlahan, lagu bertema cinta lingkungan yang diusung musisi muda asal Kota Palembang ini telah menyentuh hati masyarakat Sumatera Selatan. Tak terkecuali Alex Noerdin, Gubernur Sumatera Selatan. Secara langsung, Alex mengapresiasi karya musik yang bercerita alam semesta ini dan berharap masyarakat Sumatera Selatan bangga dengan kehadiran grup musik Hutan Tropis.

“Nah, bagus sekali. Album ini, sebaiknya produksinya diperbanyak lagi. Kalau bisa setiap warga Sumatera Selatan mendapatkannya,” kata Alex Noerdin seusai menerima CD Album Hutan Tropis berwarna coklat, dan selembar poster yang bertuliskan “Kabut Asap Jangan Terulang. Jaga Hutan dan Lahan Gambut”, dari Jemi Delvian, vokalis Hutan Tropis.

Sebelum menerima album dan poster tersebut, Alex menikmati dua lagu berjudul “Bumi Bukan Hanya Hari Ini” dan “Kekasih Cantik Berperahu” yang ditampilkan Hutan Tropis saat acara pencanangan “Gerakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut 2015” di Desa Sungai Baung, Kecamatan Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (03/03/2015) lalu.

Alex berharap lagu-lagu milik Hutan Tropis seperti Bujang Gambut, Kepak Semesta, Bumi Bukan Hanya Hari Ini, Kebun Terakhir, Kekasih Cantik Berperahu, Rain Forest, Kincir, dan Beri Kami Sedikit Tanah, mampu membangun kesadaran warga Sumatera Selatan yang mencapai 8,4 juta jiwa untuk menjaga lingkungan hidup. Khususnya, hutan dan lahan gambut.

Terhadap keinginan Alex Noerdin tersebut, Jemi Delvian, mengucapkan terima kasih. “Kami memang punya rencana pentas di 20 titik. Saat ini sudah manggung di dua tempat, yang intinya selain menghibur juga mengkampanyekan persoalan kebakaran hutan dan lahan gambut. Kami ingin Indonesia, khususnya Sumatera Selatan (Sumsel), ke depan, bebas dari kebakaran hutan dan lahan gambut. Meskipun itu tidak gampang, tapi kita harus bersatu memperjuangkannya,” kata Jemi, yang didampingi Herwin Meidison (gitar), Andi Achmad (gitar), David Wibowo (bas), dan Iftah Auladi (drum).

Alex Noerdin dan Jemi Delvian saat bersama mengkampanyekan "Kabut Asap Jangan Terulang. Jaga Hutan dan Lahan Gambut." Foto: Jimi Pieter

Alex Noerdin dan Jemi Delvian saat bersama mengkampanyekan “Kabut Asap Jangan Terulang. Jaga Hutan dan Lahan Gambut.” Foto: Jimi Pieter

Kabut asap memberi pelajaran

Sebelumnya dalam sambutannya, Alex Noerdin mengatakan, Sumsel memperoleh banyak pelajaran terkait bencana kabut asap yang terjadi selama ini. Tahun ini, Sumsel melakukan gerak cepat jangan sampai bencana kabut asap kembali terjadi dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, aktivitas pendidikan, transportasi, bahkan menganggu sektor perdagangan dan ekonomi. Sumsel tak ingin dikenal sebagai daerah produsen asap, dan Indonesia dicitrakan sebagai pengekspor asap ke negara tetangga.

“Gerakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan ini harus memberi aksi nyata. Tahun 2015 ini, Indonesia menargetkan bebas asap, zero burning. Khusus Sumsel, kita mulai dari sekarang,” ujar Alex Noerdin.

Alex mengatakan, pemerintah bersama perusahaan dan masyarakat Sumsel harus bekerja sama mencegah kebakaran hutan dan lahan. Perusahaan dapat melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan dan lahan perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI). Dengan penguatan perekonomian masyarakat dan pelibatan mereka dalam gerakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Gerkarhutlah), kebakaran hutan dan lahan yang 90 persen diakibatkan oleh kesalahan dan kelalaian manusia dapat dicegah sejak awal.

Gerkarhutlah sejalan dengan pengarahan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disampaikan pertengahan Januari lalu, di Griya Agung, Palembang. Saat pertemuan dengan kepala daerah di Sumsel, pengusaha perkebunan dan HTI, Siti Nurbaya mengatakan strategi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 memiliki dua dimensi, yakni pencegahan dan penegakan hukum.

Hutan Tropis Band saat mengkampanyekan peduli lingkungan melalui musik pada acara Gerakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut 2015. Foto: Jimi Pieter

Hutan Tropis Band saat mengkampanyekan peduli lingkungan melalui musik pada acara Gerakan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut 2015. Foto: Jimi Pieter

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Ketika Lagu Hutan Tropis Menyentuh Hati Masyarakat Sumatera Selatan was first posted on March 8, 2015 at 12:22 am.

Nasib Bondol Hari Ini…

$
0
0
Bondol jawa. Foto: Asep Ayat

Bondol jawa. Foto: Asep Ayat

Bondol merupakan salah satu jenis burung yang paling senang mengunjungi pekarangan atau lingkungan tempat tingal kita. Hadirnya burung ini, selain meramaikan pagi tentunya memberikan nuansa alami yang saat ini mulai sulit kita dapatkan di sekitar permukiman.

Bondol haji (Lonchura maja) misalnya, bila bertandang ke pekarangan akan paling segera bertengger di pohon palem merah yang sekaligus akan digunakannya sebagai sarang. Sementara di alam, ia kerap mengunjungi padang rumput terbuka dan areal persawahan. Burung berkepala putih ini memiliki gaya menggemaskan saat terbang. Yaitu, naik dan turun dalam kecepatan rendah.

Sementara bondol peking (Lunchura punctuala) menyukai kebun dan semak belukar. Burung dengan bagian bawah tubuh putih dan bersisik coklat pada dada ini memiliki goyangan maut pada ekornya saat mendarat. Tingkah lakunya juga lincah dan tidak mau diam.

 

Bondol peking. Foto: Asep Ayat

Bondol peking. Foto: Asep Ayat

Johan Iskandar, Guru Besar Etnobiologi Universitas Padjadjaran (Unpad) menjelaskan, kita patut bersyukur bila burung liar masih rajin bertandang ke lingkungan kita. Pasalnya, burung tidak hanya berfungsi sebagai indikator alami kualitas lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekologis.

Secara ekologi, burung membantu penyerbukan tanamam, menebarkan biji, hingga berperan sebagai pengendali ulat. “Sebagai indikator alami keasrian lingkungan artinya adalah hadirnya burung tersebut menunjukkan kualitas udara di lingkungan kita masih sejuk dan sehat,” jelas Johan, Sabtu (7/3/2015).

Sayang, keberadaan bondol di alam mulai terdesak. Beradasarkan penelitian Johan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat, sebelum era 1970-an, populasi jenis bondol seperti bondol haji, bondol oto-hitam (Lonchura ferruginosa), dan bondol jawa (Lonchura leucogastroides) sangat melimpah jumlahnya. Mereka hidup dalam kelompok besar hingga ratusan ekor.

 

Bondol haji. Foto: Asep Ayat

Bondol haji. Foto: Asep Ayat

Namun, saat ini, terutama bondol haji dan bondol oto-hitam terus berkurang. Bahkan, pada beberapa tempat di DAS Citarum, jenis ini mulai sulit ditemukan. Menurut Johan, ada dua faktor penyebabnya.

Pertama, keracunan pestisida. Pasalnya, bondol merupakan burung pemakan biji-bijian, yang lazim mencari makan dan bersarang di sawah. Kedua, diburu dengan cara dijaring untuk diperdagangkan di pasar burung. “Berdasarkan pengalaman saya, jenis-jenis bondol dengan jumlah banyak, disimpan berjejal di sangkar untuk diperdagangkan di pasar burung. Kasihan sekali,” ujarnya.  

Padahal, menurut Johan, rumahnya para burung liar itu ya alam. Bukan sangkar. “Memelihara burung yang baik itu adalah dengan cara merawat lingkungan dan menjaga habitatnya dari kerusakan. Keliru besar bila ditangkap.”  

Selain bondol haji, peking, jawa, dan oto-hitam, jenis bondol lain yang biasa kita lihat adalah rawa, taruk, tunggir-putih, kalimantan, dan perut putih. Secara keseluruhan ukuran mereka sekitar 11 cm. Ciri khasnya adalah hidup berkelompok besar maupun kecil, serta sangat menyukai daerah persawahan dan pinggiran sungai.

 

Bondol jawa ini masih bisa kita lihat di Kebun Raya Bogor. Foto: Asep Ayat

 


Nasib Bondol Hari Ini… was first posted on March 8, 2015 at 12:42 am.

Inilah Gerakan Generasi Muda Surabaya Peduli Sungai. Seperti Apakah?

$
0
0

Kepedulian masyarakat di Surabaya terhadap lingkungan, terutama pengelolaan sumberdaya air masih rendah, terbukti dengan masih tingginya aktivitas pencemaran sungai di sekitar Surabaya.

Hal tersebut mengilhami Kelompok Social Entrepreneurship Universitas Ciputra Surabaya, Jawa Timur untuk terlibat dalam upaya menjaga air dan sungai di Surabaya dan sekitarnya. Dengan mengambil momentum Hari Air Sedunia 22 Maret, mereka membuat kegiatan bernama  “Klinik Sungai 2020” dengan tujuan membangun kesadaran generasi muda setingkat SMA/ SMK di sekitar Kali Brantas, untuk peduli terhadap sungai melalui tulisan.

Klinik Sungai 2020 memberikan pelatihan teknik menulis kepada pelajar, agar mau menyuarakan kondisi sungai yang rusak dan tercemar di tempat tinggalnya melalui tulisan.

“Klinik Sungai 2020 ini mengajak anak muda, pelajar SMA/SMK untuk peduli dengan sungai, dengan cara menulis fakta-fakta kerusakan air dan pencemaran sungai yang ditemui disekitar mereka. Surat itu nantinya akan disampaikan kepada Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur, yang bertanggung jawab atas pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Kali Surabaya,” ujar Diego Haffi Yasser Rastasenna, Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Ciputra.

Susur sungai untuk melihat secara langsung kualitas air  sungai Surabaya. Foto : Petrus Riski

Susur sungai untuk melihat secara langsung kualitas air sungai Surabaya. Foto : Petrus Riski

Selama bulan Februari hingga Maret 2015, Klinik Sungai 2020 akan melatih sekitar 500 pelajar dari 8 Sekolah yaitu SMAN 1 Driyorejo, SMKN 1 Driyorejo, SMAN 1 Wringinanom, SMPN 1 Wringinanom, SMPN 1 Kedamean, MA Panglungan Wonosalam, serta SMPN 16 dan SMAN 18 Surabaya.

“Kami berharap tulisan pelajar tentang kondisi sungai yang sakit dapat diterima oleh pemerintah dan direspon dengan melakukan upaya perbaikan sungai,” kata Rezky Firmansyah, Mahasiswa International Bussiness Management Universitas Ciputra.

Kali Brantas bagian hilir merupakan wilayah terpenting bagi masyarakat di Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, serta Kota Surabaya, karena perusahaan daerah air minum di tiga daerah itu mengambil hampir 100 persen bahan baku air minum dari Kali Surabaya, yang merupakan bagian dari Kali Brantas.

Namun Kali Brantas sepanjang 400 kilometer ini juga digunakan untuk tempat pembuangan limbah dari ribuan industri besar dan kecil yang berada di 14 kabupaten/kota yang dilalui Kali Brantas. Selain itu Kali Brantas juga menjadi tempat buangan limbah pestisida dari areal pertanian, serta tempat pembuangan limbah domestik dan sampah warga.

“Industri-industri yang berada di sepanjang sungai di Gresik dan Sidoarjo melakukan aktivitas pembuangan limbah dengan melakukan pengolahan, namun ada kekhawatiran mereka tidak melakukan pengolahan pada malam hari dan membuang limbahnya tanpa diolah,” imbuh Diego.

Seorang peserta susur sungai mengambil sample air pada  perusahaan yang membuang limbahnya ke Kali Brantas. Foto : Petrus Riski

Seorang peserta susur sungai mengambil sample air pada perusahaan yang membuang limbahnya ke Kali Brantas. Foto : Petrus Riski

Klinik Sungai 2020 diharapkan menjadi jembatan untuk menyampaikan segala sesuatu yang dirasa perlu untuk menyelamatkan lingkungan kepada pemerintah, yang seharusnya melaksanakan amanat Undang-Undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan 32/2009 Pasal 65 (2) yang menyebutkan setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses pertisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Melalui tulisan para pelajar atau generasi muda, perubahan sungai menjadi lebih baik diharapkan dapat terwujud melalui partisipasi masyarakat.

“Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri, butuh kepedulian dan pengawasan masyarakat. Selama ini yang terjadi ada jurang antara pemerintah dan masyarakat,” lanjut Setyo Ruci Dewaningrum, mahasiswa Universitas Ciputra.

Selain Klinik Sungai 2020, mahasiswa Universitas Ciputra ini juga membentuk River Rangers, yakni sebuah permainan petualangan yang diciptakan bagi anak usia 12-15 Tahun atau setingkat pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP). River Rangers merupakan kegiatan yang mengajak peserta menyusuri bantaran sungai menggunakan sepeda, serta melakukan observasi dan mengamati aktivitas sosial di sekitar sungai. Peserta dapat melihat dan menginventarisasi flora dan fauna menarik yang ditemukan sepanjang perjalanan di bantaran sungai.

River Rangers ini adalah permainan petualangan dengan objek lingkungan sungai, tujuannya untuk menumbuhkan empati, kepekaan sosial dan merangsang lahirnya critical thinking berupa kepedulian, yang pada gilirannya membuahkan aksi-aksi sosial untuk membuat perubahan,” jelas Setyo.

Kegiatan River Ranger mengajak pelajar melihat beragam tumbuhan semak di bantaran sungai yang ternyata berkhasiat. Foto : Petrus Riski

Kegiatan River Ranger mengajak pelajar melihat beragam tumbuhan semak di bantaran sungai yang ternyata berkhasiat. Foto : Petrus Riski

Permainan petualangan pada Minggu (01/03/2015) ini mengajak peserta yang berjumlah 12 remaja untuk mengenal lingkungan sekitar dan berinteraksi dengan masyarakat yang tinggal ditepi sungai. Peserta River Rangers diwajibkan mendokumentasikan hasil temuannya dengan media foto, di sepanjang sungai Surabaya yang melintasi 5 desa sejauh 4 kilometer.

“Senang ikut kegiatan ini karena kami jadi tahu manfaat tanaman yang ada di tepi sungai, padahal setiap hari kita bertemu dengan tumbuhan-tumbuhan ini tapi tidak tahu manfaatnya, sehingga kita sering mengacuhkan bahkan menganggapnya tanaman tidak berguna,” tutur Feni Anggraeni, Pelajar SMPN 1 Wringinanom, yang rumahnya berjarak 200 meter dari hilir Kali Brantas.

Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengapresiasi kepedulian generasi muda terhadap sungai, sebagai urat nadi kehidupan manusia yang harus dijaga. “Kami berharap semakin banyak anak muda atau pelajar yang mau terlibat dalam upaya menjaga sungai.  Sekarang ini keterlibatan masyarakat sangat diperlukan untuk mendorong pemerintah melaksanakan amanat undang-undang dalam menjaga dan melestarikan sungai,” tegas Prigi Arisandi.

Selain itu pembatalan Undang-undang No.7/2004 mengenai Sumberdaya Air oleh Mahkamah Konstitusi, menjadi kesempatan bagi masyarakat dan aktivis pemerhati air untuk  memberikan masukan dan usulan demi pengelolaan sumberdaya air yang baik. “Kami mengajak semua pihak mengawal ini, dan bersama-sama merumuskan formula untuk melindungi air kita,” tandas Prigi.

 


Inilah Gerakan Generasi Muda Surabaya Peduli Sungai. Seperti Apakah? was first posted on March 8, 2015 at 1:00 am.

Nasib Pesisir Pantai di Sentra Rumput Laut Sulawesi Selatan

$
0
0
Petani tengah mengangkut rumput laut yang baru dipanen dari laut. Foto: Eko Rusdianto

Petani tengah mengangkut rumput laut yang baru dipanen dari laut. Foto: Eko Rusdianto

Semburat biru laut berubah menjadi coklat. Pantulan matahari di permukaan mulai hilang. Berganti botol-botol mineral terikat tali-tali nilon. Ia tempat bergantung bibit rumput laut yang menghampar sejauh dua mil di pesisir Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Orang-orang bekerja, menjemur rumput laut, mengikat bibit ke tali di pesisir Pantai  Bantaeng. Ada anak-anak, laki-laki, dan perempuan. Perahu cadik bermesin hilir mudik.

Mereka ini petani jagung, sawah, pekebun, nelayan, supir angkutan umum, hingga tukang becak. Sejak demam rumput laut “menjangkiti” warga pada 2004, mereka beralih menjadi petani tanaman ini.

Baso, mantan supir angkutan mengatakan, bertani rumput laut hanya perlu modal awal, untuk membuat bentangan, menanam lalu menunggu hasil dalam 40 hari. Menjemur pun hanya menggunakan dari ‘– berbentuk jala berwarna hitam–selama empat hari.

Musim budidaya rumput laut pada April hingga pertengahan Desember. Masa itu, angin barat tak bertiup dan gelombang lautan tidak besar.

Pada 2010, Baso mengelola 1.000 bentangan dengan modal awal Rp20 juta. Ini untuk pembelian bibit dua ton, hingga upah pemasangan. Jika beruntung, hasil bisa Rp70 juta.

Akhir 2014, saya mengunjungi pesisir kabupaten ini. Warga masih budidaya rumput laut.  Di pesisir pantai Dusun Kampalaya, Desa Pa’jukukang, Kecamatan Pa’jukukang, saya menemui beberapa petani rumput laut. Salah satu Jamaluddin.

Jamaluddin memiiki 300 bentangan. Setiap bentang rumput laut sekitar 17–18 meter. Setiap bentangan ada pemberat, sebagai jangkar agar tak terbawa arus. Untuk bentangan 30 meter, pemberat minimal lima karung pasir 20 kg.

Karung-karung pasir itu diikat dengan nilon diameter satu cm, lalu ditenggelamkan ke dasar laut. Karung-karung  pasir inilah dihantam gelombang dasar, perlahan-lahan rusak, dan robek. Pasir menyebar kemana-mana dan menutupi sebagian permukaan karang.

Pemberat karung pasir ini maksimal bertahan dalam tiga kali panen. Botol-botol mineral yang menjadi pelampung saat rusak dengan tali tambat putus tenggelam ke dasar laut lalu menjadi sampah.  Ia tak pernah diangkut ke daratan.

Apakah petani menyadari itu? “Kami menggunakan pasir untuk pemberat karena tidak beli lagi. Kami ambil di sini lalu dikarungkan.  Kalau itu merusak karang, kami tidak tahu. Tidak ada yang beritahu,” kata Jamaluddin.

Mengangkut hasil panen. Foto: Eko Rusdianto

Mengangkut hasil panen. Foto: Eko Rusdianto

Antropolog Universitas Hasanuddin, Neil Muhammad, 2006-2010 meneliti pesisir Bantaeng, Jeneponto dan Takalar. Dia mengatakan, pesisir di tiga kawasan itu begitu memprihatinkan. “Karang-karang sudah mati. Air coklat, karena pasir daratan,” katanya.

Dari catatan lapangan, katanya, rumput laut memberikan penghidupan baru bagi masyarakat. Taraf hidup beberapa keluarga meningkat. Namun, ada dampak lingkungan yang tidak terpikirkan pemerintah. “Karang-karang mati akan membuat arus gelombang lebih mudah sampai ke pantai. Sebab karang berfungsi sebagai pemecah ombak.” “Efek lain, dipastikan abrasi akan makin cepat.”

Hasil penelitian itu, diberikan pada Pemerintah Bantaeng, namun belum mendapatkan tanggapan. “Saya kira pemerintah harus membantu pengadaan pemberat untuk petani, seperti pembuatan beton kecil sebagai jangkar. Karena petani tidak mungkin membuat sendiri, harga lebih mahal.”

Kampling laut

Tak hanya sebaran pasir yang menutupi permukaan karang. Minat warga menjadi petani rumput laut, menjadikan laut serupa lahan di daratan dan memunculkan status kepemilikan. Memang, petakan rumput laut tak memiliki sertifikat, tetapi muncul upaya pencaplokan dan pengakuan, seperti beberapa tokoh masyarakat atau kepala desa yang memiliki lahan. Harga sewa lahan atau kapling rumput laut ini Rp6-10 juta per tahun dengan luasan tanam hingga 200 bentangan.

Menurut Jamaluddin, kampling masing-masing petani tidak selalu berbentuk persegi atau memanjang. Bisa berbentuk garis memanjang dan berkelok-kelok. “Ada punya kampling kecil ada yang besar.”

Ini menjadi kekhawatiran Neil. Menurut dia, penguasaan lahan permukaan laut belum memiliki regulasi. “Dengan model itu, tak ada jalur khusus untuk akses laut. Jalan menuju pantai atau keluar ke laut lepas pun menjadi sulit dan berkelok.”

Padahal, jalur laut pesisir Bantaeng, katanya, adalah jalur utama pelayaran rakyat. Kapal-kapal dari Timur seperti Nusa Tenggara akan mengitari perairan Selayar, Bantaeng, Jeneponto, Takalar, lalu memasuki Makassar. Begitupun sebaliknya.

“Bayangkan, sebagai jalur utama pelayaran, jika terjadi keadaan darurat, dan kapal harus menepi ke pantai, bentangan-bentangan rumput laut akan tertabrak dan tergulung di kipas.” “Sementara satu bentangan tertabrak akan mendapat ganti rugi Rp1 juta.”

Ekosistem tak seimbang

Di Sulsel,  panjang pesisir pantai mencapai 1.937 kilometer. Dengan luas budidaya laut 193.700 hektar. Sentra utama penghasil rumput laut di Bantaeng, Jeneponto dan Takalar.

Namun, pada 2010 pemerintah Sulsel menambahkan kawasan rumput laut di tiga kabupaten, yakni Wajo, Luwu dan Bone. Sebanyak 16.000 kg bibit unggul akan disalurkan, 1.600 tali bentang, dan 6.400 pelampung botol plastik.

Di setiap daerah, sistem penanaman rumput laut memanfaatkan permukaan. Padahal, menanam pada permukaan, menjadikan kehidupan dasar laut terganggu. Sinar matahari sulit menerobos ke air, karena bentangan rumput laut padat.

Pada 2010, di Bantaeng dalam foto citra satelit oleh Neil dan tim, ditemukan beberapa titik terumbu karang. Ketika diselami karang sudah tak ada, melebur menjadi pasir.

Selain membunuh terumbu karang, pertanian rumput laut yang berlebihan membuat beberapa ikan pemangsa seperti baronang membludak. Rumput laut menjadi pakan favorit. Ikan-ikan lain atau biota lain pelan-pelan akan terdesak dan menghilang. “Jika satu spesies membludak, keseimbangan ekosistem jelas berubah dan berpengaruh.”

Panen rumput laut. Foto: Eko Rusdianto

Panen rumput laut. Foto: Eko Rusdianto

Para petani sibuk memasang bibit rumput laut. Foto: Eko Rusdianto

Para petani sibuk memasang bibit rumput laut. Foto: Eko Rusdianto


Nasib Pesisir Pantai di Sentra Rumput Laut Sulawesi Selatan was first posted on March 8, 2015 at 2:23 pm.
Viewing all 9435 articles
Browse latest View live