Quantcast
Channel: Mongabay.co.id
Viewing all 9428 articles
Browse latest View live

Danau Lindung Ini Lahir dari Rahim Kearifan Masyarakat Empangau

$
0
0
Inilah Danau Lindung Empangau di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal

Inilah Danau Lindung Empangau di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Foto: Andi Fachrizal

Pernah mendengar nama hutan lindung? Itu biasa. Bagaimana dengan danau lindung? Tidak semua orang pastinya mengenal istilah ini. Maklum, di Kalimantan Barat, julukan ini baru populer di hulu Sungai Kapuas pada 2001 silam.

Ceritanya bermula dari sebuah hamparan danau seluas 124 hektar di Desa Nanga Empangau, Kecamatan Bunut Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kuatnya kearifan lokal di desa itu telah mengantar sebuah terobosan baru di dunia konservasi.

Sebagai kawasan ekosistem rawa gambut air tawar, kondisi air di Danau Empangau cenderung gelap (coklat merah kehitaman). Penetrasi cahaya matahari ke dalam air sangat rendah. Ini menjadi penanda bahwa kawasan tersebut merupakan habitat asli siluk/arwana (Schlerofagus formosus).

Tak hanya arwana. Lebih dari 70 jenis ikan bernilai ekonomis seperti toman (Channa micropeltes), jelawat (Leptobarbus hoevani), ringau (Datnoides microlepis), tapah (Wallago leeri), dan belida (Notopterus borneensis) ada di danau itu.

Perjuangan menyelamatkan kawasan Empangau dimulai sebagai cita-cita beberapa tetua kampung sejak 1986. Berdasarkan catatan WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, saat itu sedang terjadi penangkapan ikan berlebihan (overfishing).

“Tidak hanya kawasan dan keragaman spesiesnya yang terancam. Sumber penghidupan masyarakat juga mulai menipis,” kata Anas Nashrullah, Community Empowerment Coordinator WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat di Pontianak, Kamis (19/3/2015).

 

Pemerintah Kapuas Hulu bersama warga Desa Nanga Empangau melepas induk ikan arwana di Danau Lindung Empangau. Foto: Dok WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat

Pemerintah Kapuas Hulu bersama warga Desa Nanga Empangau melepas induk ikan arwana di Danau Lindung Empangau. Foto: Dok WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat

 

Beranjak dari persoalan yang dihadapi itulah, kata Anas, beberapa warga mulai menunjukkan kepeduliannya dengan melepasliarkan seekor induk arwana di danau. Namun ini tak bisa langsung memenuhi harapan para tetua lantaran ketiadaan aturan yang mengikat semua warga desa.

Pada 1998, dengan melejitnya harga ikan arwana, digelarlah rapat rukun nelayan untuk menyusun aturan main nelayan dengan fokus melindungi Danau Empangau. Mulailah masyarakat menegakkan aturan nelayan dan hukum adat setempat.

Selanjutnya, tahun 2000 mereka membeli secara swadaya tiga ekor anak arwana untuk dilepasliarkan. Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu mengapresiasi niat baik masyarakat itu dan lahirlah SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 6 Tahun 2001 yang menetapkan 30 hektar dari total kawasan danau sebagai kawasan lindung berbasis pengetahuan dan kearifan lokal.

Sejak itu, kesehatan ekosistem masyarakat makin meningkat, seiring penguatan solidaritas sosial dan peningkatan sumber pendapatan maereka. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2009 mencatat, peningkatan kerapatan stok ikan saat musim hujan sebanyak 21.922 ekor per hektar. Ini jauh meningkat dari angka 12.000 ekor per hektar pada 2005.

 

Sektor perikanan menjadi urat nadi kehidupan warga di sekitar danau. Foto: Andi Fachrizal

Sektor perikanan menjadi urat nadi kehidupan warga di sekitar danau. Foto: Andi Fachrizal

 

Masyarakat Empangau telah mempraktikkan pembangunan berkelanjutan, jauh sebelum kenal konsep ini dari lokakarya. Mereka tak pernah menyangka hebatnya dampak upaya mereka bertahan hidup dan melindungi sumber penghidupan dan cara mengelolanya melalui penguatan hukum adat.

Pemerintah desa pun mendapat tambahan pemasukan. Misalnya alokasi dana solidaritas duka sebesar Rp 200 ribu per orang per tahun. Tata kelola pemerintah desa juga mendapat dukungan, baik pembiayaan organisasi pemuda dan perempuan, musyawarah kampung, maupun kegiatan olahraga.

Beberapa fasilitas sosial seperti jalan penghubung antarrumah yang terbuat dari kayu, jembatan, bangunan sekolah, rumah ibadah, bahkan honor guru disokong dengan sistem bagi hasil 10 persen dari pengelolaan Danau Lindung Empangau. Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu menggambarkan keberhasilan masyarakat ini melalui dua hal, yakni kelembagaan yang kuat serta aturan main yang jelas, tegas, dan tidak diskriminatif.

Puncak penghargaan pun datang. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 16 November 2011 menobatkan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Danau Lindung Empangau sebagai Juara I Tingkat Nasional. Kesempatan ini membuka peluang bagi masyarakat di seluruh dunia untuk belajar bagaimana mengelola alam secara lestari. Anda tertantang?

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

 


Danau Lindung Ini Lahir dari Rahim Kearifan Masyarakat Empangau was first posted on March 21, 2015 at 1:02 am.

Polutan Kimia Menjadi Ancaman Keberadaan Beruang Kutub dan Satwa Liar

$
0
0

Beruang kutub yang ada di Alaska. Foto: Alan Wilson/Creative Commons 3.0.

Sebuah artikel yang diterbitkan dalam Environmental Research, menyebutkan bahwa saat ini beruang kutub (Ursus maritimus) berpotensi mendapatkan ancaman karena perubahan dan akumulasi polusi di kawasan Artik. Ketidakseimbangan hormon yang ada di otak pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan perilaku dan kemampuan bertahan hidup.

Polutan yang dikenal sebagai senyawa perfluoroalkyl compounds (PFA), menumpuk di daerah tertentu dalam otak beruang kutub selama bertahun-tahun, diketahui berasal dari konsumsi bahan makanan yang terkontaminasi. Bioakumulasi zat kimia dalam proses rantai makanan akan banyak terkonsentrasi pada hewan top predator, yang berada di rantai teratas dalam proses rantai makanan.

Katherine Eggers Pedersen, ahli toksikologi dari University of Copenhagen yang memimpin penelitian ini, menyebutkan bahwa meskipun perfluoroalkyl telah meningkat di kawasan Kutub Utara, secara khusus di Greenland selama tiga dekade terakhir, beberapa unsur perfluoroalkyl mulai menurun sejak 2007. Namun beberapa temuan terbaru menunjukkan kandungan tersebut kembali relatif tinggi baru-baru ini, seperti yang ditemukan dalam otak beruang kutub.

“Hasil penelitian kami mendukung hipotesis bahwa konsentrasi PFA beruang kutub dari Greenland timur telah melampaui ambang batas untuk perubahan neurokimia,” jelas Pedersen “Mengingat pentingnya sistem ini dalam proses kognitif dan fungsi motorik, hasil ini menunjukkan perlunya kebutuhan mendesak untuk lebih memahami efek neurokimia paparan PFA untuk satwa liar.” Bahan kimia seperti PFA diantaranya berasal dari limbah industri untuk proses pencegah noda dan campuran bahan anti kebocoran.

Para peneliti menyebutkan bahwa tingginya PFA telah menyebabkan gangguan tingkat aktivitas enzim. Lebih lanjut para peneliti terus melakukan riset untuk mengetahui efek yang tepat dari tingkat polusi terhadap perilaku beruang. Para peneliti menggunakan metode perbandingan antara kadar PFA di berbagai daerah otak dan tingkat aktivitas enzim.

Tingkat tertinggi PFA adalah tertinggi di batang otak, yang mengontrol fungsi-fungsi kehidupan yang vital, dan otak kecil, yang bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan gerakan dan keseimbangan. Saat ini, para peneliti sedang mencari hubungan transmiter dalam syaraf otak (neurotransmitter) yang menjadi kunci otak dalam hubungannya dengan perilaku, pembelajaran dan memori.

“Kami tengah mencari gangguan enzim dan zat sinyal yang berefek pada indera dan tingkah laku pada beruang kutub. Otak memiliki kemampuan adaptasi, hingga taraf tertentu mampu menyesuaikan diri mengimbangi kerusakan, tapi kami tidak tahu pasti tingkat tersebut. Sulit untuk menentukan apakah batas tersebut masih jauh atau sudah sangat dekat,” jelas Bjarne Styrishave, peneliti University of Copenhagen yang juga terlibat dalam penelitian ini.

Pengaruh bioakumulasi terhadap satwa liar, dan secara khusus satwa top predator, telah menarik banyak minat para pakar dalam bidang ekologi dan biologi lingkungan.

Dalam tahun 2013 akumulasi kimiawi polutan yang disebut dengan polychlorinated biphenyls (PCB), salah satu senyawa dioksin beracun, diindikasikan menjadi sumber yang dapat menyebabkan kemampuan penis beruang kutub jantan menjadi lemah. Selain berbagai efek polutan, maka ancaman keberadaan beruang kutub berasal dari perubahan iklim yang dapat menghancurkan habitat es mereka.

Pada tahun 2011 para peneliti Amerika melaporkan bahwa satwa top predator di Teluk San Fransisco seperti burung kormoran (Phalacrocorax auritus) dan anjing laut pasifik (Phoca vitulina richardii). Kandungan kimiawi perfluorooctane sulfonate (PFOS) ditemukan dalam telur burung kormoran dan ikan-ikan kecil yang menjadi mangsa mereka. Kandungan PFOS yang tinggi dalam tubuh anjing laut dan burung kormoran berasal dari lingkungan daerah urban yang berada di selatan Teluk.

Senyawa seperti perfluorooctane sulfonate (PFOS) dan perfluorooctanoic acid (PFOA) sendiri digunakan dalam berbagai bahan kebutuhan manusia sehari-hari diantaranya bahan pembuat wajan anti lengket, cat furniture, karpet dan kertas minyak pembungkus makanan cepat saji.

 

Referensi

  • Pedersen, et al. 2015. Brain region-specific perfluoroalkylated sulfonate (PFSA) and carboxylic acid (PFCA) accumulation and neurochemical biomarker Responses in east Greenland Polar Bears (Ursus maritimus). Environmental Research.
  • Sedlak, Margareth and Denise J. Greigb. 2011. Perfluoroalkyl compounds (PFCs) in wildlife from an urban estuary. Journal of Environmental Monitoring

 

 


Polutan Kimia Menjadi Ancaman Keberadaan Beruang Kutub dan Satwa Liar was first posted on March 21, 2015 at 12:53 pm.

Pemerintah Aceh Tetapkan Rawa Tripa Sebagai Kawasan Lindung Gambut

$
0
0

Hutan gambut Rawa Tripa yang kini telah ditetapkan sebagai kawasan lindung gambut. Foto: Yayasan Alam Lestari

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, melalui Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamuan, secara resmi menetapkan Rawa Tripa yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai kawasan lindung gambut. Penetapan tersebut dilakukan di Suak Bahung, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh, Sabtu (21/3/2015).

Lahan yang ditetapkan menjadi kawasan lindung gambut ini telah dimasukkan dalam Qanun Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Tata Ruang Wilayah Aceh. Gubernur Aceh juga sudah mengeluarkan Surat Nomor 590/33227 perihal tindak lanjut lahan eks PT. Kallista Alam pada 1 September 2014.

Dalam keterangannya, Husaini mengatakan hutan yang ada di Rawa Tripa harus dipertahankan sebagai kawasan lindung gambut. “Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh. Ini komitmen Pemerintah Aceh,” kata Husaini yang didampingi Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV, Usman.

Husaini juga mengutarakan bahwa Pemerintah Aceh tetap berkomitmen menjadikan kawasan gambut yang memiliki kedalaman minimal tiga meter sebagai kawasan lindung di luar kawasan hutan.

Proses rehabilitasi Rawa Tripa telah dilakukan dengan penanaman sejumlah pohon dan penutupan kanal. Foto: Firman Hidayat

Proses rehabilitasi Rawa Tripa telah dilakukan dengan penanaman sejumlah pohon dan penutupan kanal. Foto: Firman Hidayat

Kepala UPTD KPH IV, Usman, menuturkan bahwa proses rehabilitasi berupa penanaman pohon ketapang sebanyak 120 ribu batang telah dilakukan di areal yang rusak dan terbuka. Begitu juga dengan penutupan 18 titik kanal yang telah selesai dilakukan dengan sempurna.

Penutupan 18 titik kanal ini bertujuan menahan air agar tidak keluar dari kawasan, sehingga ekosistem lahan basah yang penting untuk menjaga subsidensi gambut, pertumbuhan vegetasi hutan, dan sebagai stabilitas hidrologis kawasan sekitarnya, tetap terjaga. “Penutupan kanal ini dilakukan pada saluran drainase yang pernah dibuat oleh perusahaan kelapa sawit PT. Kallista Alam,” jelasnya.

Bekas lahan PT. Kallista Alam yang sudah ditetapkan menjadi kawasan lindung gambut seluas 1.605 hektar ini pernah digugat Walhi Aceh ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Medan (PTTUN) Medan, atas Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUPB) yang dikeluarkan semasa Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Gugatan tersebut dimenangkan Walhi dengan putusan pencabutan IUPB di Kabupaten Nagan Raya, Aceh, tersebut.

Cut Erlianda, tokoh masyarakat di Suak Bahung, menyambut baik penetapan ini. Menurutnya, Pemerintah Aceh harus melibatkan masyarakat setempat dalam mengelola dan mengawasi kawasan linfung gambut kedepannya. “Gambut di Suak Bahung sangat tebal kedalamannya, sekarang sudah menjadi hak guna usaha (HGU) semua,” terangnya.

Pada peresmian tersebut hadir juga Muspika Kec. Darul Makmur, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nagan Raya, Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah IV, Yayasan Ekosistem Lestari, TFCA-Sumatra, Tim Koalisi Penyelamata Rawa Tripa, dan perwakilan masyarakat.

Lokasi Rawa Tripa di Nagan Raya. Foto: Tim Koalisi Penyelamat Rawa Tripa

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

 


Pemerintah Aceh Tetapkan Rawa Tripa Sebagai Kawasan Lindung Gambut was first posted on March 22, 2015 at 2:11 am.

Foto: Rangkong, Burung Sakti Penebar Biji

$
0
0
Kangkareng perut-putih saat terbang. Foto: Asep Ayat

Kangkareng perut-putih saat terbang. Foto: Asep Ayat

Anda kenal burung rangkong? Seberapa besar penghargaan Anda terhadap burung tanpa tanda jasa ini?

Rangkong merupakan burung berpostur besar yang ukurannya dapat mencapai 120 cm, atau dua kali panjangnya penggaris yang biasa kita gunakan. Umumnya, burung ini berbulu hitam, coklat atau putih dengan paruh yang panjang dan kuat.

Rangkong tersebar di Afrika, Asia daerah tropis, juga di Indonesia dan Papua Nugini. Pakan kesukaannya berupa buah-buahan dan serangga. Kala burung ini mengepakkan sayap, akan terdengar suara keras “buk buk buk” ibarat helikopter yang akan mengudara.

Rangkong, yang termasuk dalam keluarga Bucerotidae, beradil besar terhadap regenerasi hutan. Berdasarkan penelitian para ahli, seekor rangkong dapat terbang hingga radius 100 km persegi. Dengan kata lain, burung gagah ini memiliki kesaktian menebarkan biji sejauh 100 km persegi.

Buah ara yang berkerabat dengan ficus misalnya, merupakan pakan kesukaan rangkong yang bijinya dapat ditebar sejauh daya jelajahnya yang luar biasa itu. Diperkirakan, ada sekitar 200 jenis pohon ara yang dapat dijadikan pakan utama rangkong.

 

Julang emas. Foto: Asep Ayat

Julang emas. Foto: Asep Ayat

 

Julang emas saat bertengger dengan pasangannya. Foto: Asep Ayat

Julang emas saat bertengger dengan pasangannya. Foto: Asep Ayat

 

Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O’Brien, peneliti rangkong dan hutan tropis, menjuluki rangkong sebagai petani hutan tangguh karena kedigjayaannya menebar biji. Kelebihan mengagumkan yang tidak dimiliki burung lain.

Menurut mereka, terdapat korelasi erat antara rangkong dengan hutan yang sehat. Mengapa? Karena burung mumpuni ini membutuhkan pohon yang besar dan sehat sebagai sarangnya, sehingga hadirnya rangkong menunjukkan adanya pepohonan besar yang kuat di rimba belantara. Pastinya, pohon sehat yang batangnya kokoh menjulang ke langit itu akan ada di hutan yang terjaga kondisinya.

Keunikan lain dari rangkong adalah kala bersarang. Sang betina, yang mengerami telurnya akan bersarang di lubang pohon yang seluruh permukaannya nyaris ditutup lumpur. Hanya sedikit bagian yang dibiarkan terbuka sebagai celah bagi sang jantan untuk mengantarkan makanan. Sampai kapan ia bertahan? Hingga telur yang dieramnya itu menetas.

Selanjutnya, rangkong betina ini akan mendobrak sarangnya untuk keluar, lalu menutupnya kembali. Tujuannya adalah melindungi rangkong muda dari predator dan akan dibuka lagi ketika generasi penerus itu benar-benar siap menjelajah angkasa.

 

Kangkareng perut-putih saat bertengger di pohon penuh buah. Foto: Asep Ayat

Kangkareng perut-putih saat bertengger di pohon penuh buah. Foto: Asep Ayat

 

Di Indonesia, ada sembilan jenis rangkong yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan, serta empat jenis yang berada di Sumba, Sulawesi, dan Papua.

Sembilan jenis yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan itu adalah enggang klihingan, enggang jambul, julang jambul-hitam, julang emas, kangkareng hitam, kangkareng perut-putih, rangkong badak, rangkong gading, dan rangkong papan. Khusus Kalimantan, semua jenis rangkong tersebut dapat dilihat kecuali rangkong papan.

Sementara, empat jenis lainnya adalah julang sumba (Sumba), julang dan kangkareng sulawesi (Sulawesi), serta julang papua (Papua).

Sayangnya, penjulukan nama rangkong di Indonesia masih sering tumpang tindih. Padahal, antara rangkong, julang, enggang, dan kangareng ini memiliki tanda fisik yang berbeda.

Rangkong memiliki cula yang jelas terlihat di atas paruhnya yang besar. Rangkong badak misalnya, memiliki cula perpaduan warna merah dan kuning yang begitu jelas terlihat.

Sementara julang, culanya pendek dan berkerenyut yang berada di atas paruh. Julang emas misalnya, di atas paruhnya yang agak kuning terlihat cula kecil berkerenyut.

Untuk kangkareng, culanya berukuran sedang dan terlihat jelas tidak berkerenyut. Sedangkan enggang, bisa dilihat dari cula di atas paruhnya yang tidak terlalu jelas dan tidak pula berkerenyut.

 

Rangkong badak. Foto: Asep Ayat

Rangkong badak. Foto: Asep Ayat

 


Foto: Rangkong, Burung Sakti Penebar Biji was first posted on March 22, 2015 at 5:56 am.

Warga Rembang dan Pati Minta Dosen UGM Jujur Selamatkan Kendeng. Ada Apa?

$
0
0

Puluhan petani dan perempuan dari Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, dengan dukungan Aliansi Mahasiswa Jogja Peduli Rembang datang menggeruduk ke Universitas Gajah Mada (UGM) pada Jumat (20/03/2015).

Meski masih lelah setelah sehari sebelumnya pada Kamis (19/03/2015) menghadiri sidang gugatan warga Rembang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, mereka datang ke Kampus UGM Yogyakarta.

Mereka long march dari Bunderan Lembah, lalu melakukan orasi di depan Fakultas Kehutanan dan di Gedung Pusat UGM, meneriakkan penyelamatan kelestarian Pegunungan Kendeng dan penolakan pabrik semen.

Puluhan warga dari Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati menggeruduk ke Universitas Gajah Mada (UGM) pada Jumat (20/03/2015) menuntut dua dosen UGM untuk jujur member kesaksian dalam kasus sidang gugatan warga di PTUN Semarang. Foto : Tommy Apriando

Puluhan warga dari Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati menggeruduk ke Universitas Gajah Mada (UGM) pada Jumat (20/03/2015) menuntut dua dosen UGM untuk jujur member kesaksian dalam kasus sidang gugatan warga di PTUN Semarang. Foto : Tommy Apriando

Tuntutan utama mereka adalah meminta dosen UGM yang telah memberikan kesaksian di PTUN Semarang untuk jujur dan netral. “Kami ingin menyampaikan kepada UGM, dosennya memberikan keterangan tidak jujur di PTUN Semarang. Di Desa kami tidak gersang, namun subur.  Kami berjungan untuk menjaga kelestarian Gunung Kendeng. Ini perjuangan, apapun halangannya untuk menyelamatkan alam dan lahan pertanian untuk anak cucu, akan kami hadapi,” kata Sukinah, salah satu warga tersebut.

Sukinah merujuk pada kesaksian dosen UGM bernama Eko Haryono dan Heru Hendrayana, yang dianggap menguntungkan pihak perusahaan dan tidak berpihak pada rakyat yang mempertahankan sumber mata air  dan kelestarian pegunungan Kendeng Utara.

Dia mengatakan ribuan warga Pati dan Rembang sejahtera bekerja sebagai petani dan peternak pada lahan yang subur dengan sumber mata air di lereng Pegunungan Kendeng, dan menolak keberadaan pabrik semen PT Semen Indonesia karena mengancam mata air dan pertanian mereka.

Bertemu Perwakilan UGM

Warga bertemu dengan perwakilan dari UGM, yaitu Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni  UGM, Paripurna Sugarda, beserta beberapa perwakilan dosen dari Fakultas Geografi dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UGM.

Joko Priyanto, warga Desa Tegaldowo mengatakan kesaksian kedua dosen UGM yang mengatakan bahwa tidak masalah menambang di kawasan karst karena tidak dilindungi, namun faktanya kawasan karst itu menjadi daerah resapan air dan dilindungi dalam perda tata ruang dan wilayah Kab. Rembang sebagai daerah imbuhan air.

Ia menambahkan, kedua dosen UGM mengatakan kalau Kabupaten Rembang wilayah tandus, kering dan karst kering yang tidak produktif. Padahal kenyataanya lereng Pegunungan Kendeng itu subur, sehingga mereka mempertanyakan kesaksian kedua dosen tersebut.

Sementara itu Gunretno dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menyampaikan PT Semen Gresik yang hadir sejak 2007,  dibuatkan Amdal oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan ahli-ahli dari universitas terkemuka, salah satunya adalah UGM.

Gunretno mengatakan dirinya sempat berkomunikasi dengan Dosen UGM, Eko Haryono sebagai pembuat Amdal PT Semen Gresik.  Dan banyak bukti bahwa Eko Hariyono belum membaca Amdal.  “Padahal namanya tercantum dalam dokumen Amdal, kok ya belum baca Amdal? Kejujurannya dimana?,” tanya Gunretno.

Gunretno menambahkan, warga Rembang menghadiri sidang PTUN di Semarang dan mendengarkan langsung kesaksian Eko Haryono yang mengatakan bahwa di Pegunungan Utara sebagai kategori karst muda dan boleh ditambang. Penjelasan tersebut berbeda dengan pakar karst lainya. “Keilmiahan dan kejujuran akademisi penting. Seharusnya akademisi netral atau berpihak pada kondisi lingkungan yang nyata,” kata Gunretno.

Sedangkan Paripurna Sugarda mengatakan UGM secara institusional belum melakukan evaluasi atau kajian terhadap kawasan karst di Rembang. Kesaksian ahli dari UGM itu dibolehkan namun perlu sikap netral. Harusnya kesaksian itu menjadi penjaga moral, harus diberikan secara jujur, bertanggung jawab, dibawah sumpah dan arif. Hakim juga dituntut bebas menggunakan kesaksian itu, jika kesaksian itu tidak jujur hakim bisa mengesampingkan.

UGM berjanji akan akan melakukan kajian di Rembang dan Pati, termasuk kesaksian Eko Haryono. Dan hasil penelitiannya akan disampaikan kepada semua pihak.

“Kami akan melakukan evaluasi dan keberpihakan UGM kepada rakyat dan nilai itu yang selalu kami utamakan. Dalam mengeluarkan rekomendasi atau kesaksian tidak fakta ilmiah saja, namun mempertimbangkan kearifan masyarakat sekitar,” kata Paripurna.

 


Warga Rembang dan Pati Minta Dosen UGM Jujur Selamatkan Kendeng. Ada Apa? was first posted on March 22, 2015 at 11:19 am.

Beginilah Kondisi Drainase dan Pesisir Makassar

$
0
0
Tumpukan sampah di depan pintu air Kanal Patompo, Makassar. Foto: Eko Rusdianto

Tumpukan sampah di depan pintu air Kanal Patompo, Makassar. Foto: Eko Rusdianto

Bagaimana jika terjatuh di kanal dan got-got pembuangan di Makassar? Berenang? Tak mungkin. Paling hanya berdiri bak patung, kaki tertancap pada endapan lumpur bersama aliran air hitam berbau busuk.

Pada November-Desember 2014, saya berkeliling mengikuti aliran-aliran kanal di Makassar. Menelusuri pemukiman-pemukiman padat penduduk di Jalan Daeng Tata, Jalan Abdul Kadir, lalu menerobos tenda-tenda pedagang di Pasar Pabaeng-baeng, Pasar Terong, dan Pasar Panampu.

Aliran kanal dari Pasar Pa’baeng-baeng, mengalirkan luapan ke Sungai Jeneberang dialihkan menuju pesisir di Pelabuhan Paotere. Kanal inilah andalan warga, selalu terjaga baik. Air mengalir bukan menggenang.

Saat musim hujan, debit-debit air memenuhi kanal ternyata tidak mengalir lancar  melainkan kubangan panjang. Sampah-sampah plastik, dan potongan-potongan kayu mengapung.

Jika volume air berkurang, pasir dan tanah yang bercampur air menumpuk dan mengendap di dasar-dasar kanal. Pelan-pelan membuat lapisan tebal.

Di Makassar, ada tiga aliran kanal utama mengatur sistem panyaluran drainase untuk pembuangan,  yakni, Kanal Panampu, Jongaya dan Sinrijala dengan panjang aliran masing-masing 40 km. Untuk kanal tersier 3.200 km.

Selain kanal, Makassar juga diapit dua sungai besar yakni Jeneberang dan Tallo. Pada kondisi alamiah, Jeneberang yang bermuara di Barombong–-sekarang dekat Tanjung Bayang–akan membuang sedimen seperti pasir dan tanah ke laut. Saat air pasang, sedimen didistribusikan menuju selatan dan surut beralih ke utara.

Sedimen-sedimen terendap itu memunculkan tanah-tanah timbul dan menumbuhkan tanaman mangrove. Namun, proses alamiah itu tak terjadi lagi. Reklamasi besar-besaran di Teluk Losari menjadi bangunan besar seperti rumah sakit, pusat perbelanjaan dan perumahan.

Dadang Ahmad Suriamiharja, Dosen Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, meneliti DAS Jeneberang dan Teluk Losari pada 2001 mengatakan, reklamasi pemerintah Makassar dan Sulawesi Selatan di peisisir tidak memperhitungkan sirkulasi dan hidrologi air. “Jadi, tak ada lagi proses pergantian air. Sekarang, kasat mata terlihat air berlumpur, bau menyengat dan hitam,” katanya.

Reklamasi ini, katanya, juga menghilangkan kawasan serapan air karena menjadi jalan utama lintas Metro Tanjung Bunga. “Pembangunan jalan tidak hanya menghilangkan kawasan mangrove, namun menyisakan kawasan tempat pelelangan ikan di Rajawali sebagai kubangan dan tempat bertumpuk sedimentasi.”

Sedimentasi juga mempengaruhi ekosistem dan biota laut karena menghilangkan beberapa satwa. Sebelum reklamasi,  beberapa penduduk lokal masih mudah menemukan kerang dan ebi serta beberapa ikan. Sekarang tidak lagi.

Ikan-ikan yang hidup di pesisir Losari, yang tahan perubahan lingkungan, seperti lele dan kerapu. “Lele, tahap tertentu mampu menyesuaikan diri dan tahan terhadap limbah atau logam,” kata Neil Muhammad, Antropolog Universitas Hasanuddin,  yang menggeluti kajian masyarakat pesisir.

“Jadi, tidak ada ebi,  salah satu indikator pencemaran. Ingat, udang cepat mati dengan perubahan lingkungan.”

Lele dan kerapu hasil pancingan di wilayah Losari. Foto: Eko Rusdianto

Lele dan kerapu hasil pancingan di wilayah Losari. Foto: Eko Rusdianto

Lalu, Pemerintah Makassar, membuat karamba ikan di Losari. “Ini lucu, itu untuk menunjukkan ikan dapat hidup, tapi belum tentu bisa dikonsumsi sehat dan aman.”

Padahal, regulasi reklamasi di pesisir Losari dianggap ilegal dan tak memenuhi izin lengkap oleh DPRD. Pada Jumat (6/3/15), Panitia Khusus (Pansus) Pembentuk Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah di DPRD Makassar, menyimpulkan semua pengusaha yang beraktivitas hanya mengantongi sebagian kecil dari 30 persyaratan Undang-undang.

Sebagian besar kegiatan reklamasi Losari, hanya mengantongi dokumen pedoman berupa izin dan rekomendasi pemanfaatan ruang dari Walikota. Hanya sebagian kecil memiliki dokumen Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), dengan keabsahan diragukan Pansus DPRD Makassar.

Buruknya lingkungan pesisir

September–November 1856, naturalis asal Inggris Alfred Russel Wallace dalam The Malay of Archiplago, menuliskan kekaguman saat mengunjungi Makassar. Menurut dia, Makassar kota yang dibangun Belanda di bagian timur yang paling cantik. “Jalan-jalan dijaga agar bersih dari sampah, pipa-pipa bawah tanah membawa semua kotoran dan mengalirkan ke saluran penampungan terbuka.”

“Air kotor akan masuk ke penampungan saat arus pasang dan hanyut saat surut,” tulis Wallace.

Gambaran Wallace itu sungguh berbeda dengan kini. Di wilayah utama Makassar saat kedatangan Wallace, seperti Jalan Ribura’ne, atau sekitaran Benteng Rotterdam, saluran-saluran drainase makin kacau. Ada beberapa tertutup bangunan, atau tumpukan sampah menyumbat aliran.

Tak jauh dari pelabuhan utama Makassar, saya menuju pelabuhan rakyat Paotere. Menelusuri kanal Panampu dan melihat penyempitan muara kanal begitu jelas. Sampah plastik menumpuk seperti gulungan-gulungan rumit yang sukar diurai. Beberapa pengemudi perahu bermesin dengan hati-hati menepi.

Mengangkat mesin dan baling-baling untuk memeriksa potongan kantong kresek yang melilit di kipas. Pada pagi pertengahan Desember 2014, ada puluhan kapal bermesin menepi di pinggir kanal Panampu. Menunggu penumpang dan barang untuk diangkut menuju pulau-pulau kecil di Spermonde.

Keadaan serupa terjadi di Pelabuhan Kayu Bangkoa. Di dermaga, hilir mudik penumpang dan buruh angkut mengangkat dus-dus air mineral, galon air, tabung gas, dan beberapa kebutuhan pokok lain. Di bawah tiang-tiang dermaga, gelombang laut bergoyang pelan, membawa sisa makanan, dan sampah dari berbagai jenis menuju pasir yang hitam.

Jalal, pemilik kapal penumpang Cari Kawan, mulai berteriak. Sesaat kemudian berangkat menuju Pulau Kodingareng, lama perjalanan sekitar 45 menit. Kapal, bergerak mundur dan berputar lalu melaju dengan rute bagian kiri dari Pelabuhan Bangkoa.

Beberapa menit kemudian, dari jarak puluhan meter Kapal Cari Kawan seperti terhimpit, bagian kanan Pulau Lae-lae dan sisi kiri jembatan yang dibangun pemerintah sebagai Center Point of Indonesia (CPI) yang menghubungkan pulau itu dengan Losari.

“Jika Lae-lae dan CPI dihubungkan, arus lalu lintas kapal penumpang menuju Kodingareng berputar jauh,” kata Neil.

Selain lalu lintas pelayaran rakyat berubah, Neil menghawatirkan pendangkalan begitu cepat. “Jika jembatan terhubung, Losari dan Lae-lae dalam hitungan puluhan tahun kedepan menjadi daratan.”

Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Sebab, puluhan nelayan sejak tiga tahun lalu, yang hendak membawa hasil tangkapan dengan kapal kecil bercadik–katinting-menuju TPI tak mampu melintas. Nelayan-nelayan itu terpaksa membongkar muatan di Losari, lalu diangkut kendaraan. “Saya kira ini karena sedimen. Drainase Makassar lebih tinggi dari permukaan laut. Jadi saat debit air dari hujan lebih banyak, dengan cepat menyebabkan banjir.”

Latar belakang jembatan CPI yang menghubungkan Losari dan Pulau Lae-lae. Foto: Eko Rusdianto

Latar belakang jembatan CPI yang menghubungkan Losari dan Pulau Lae-lae. Foto: Eko Rusdianto


Beginilah Kondisi Drainase dan Pesisir Makassar was first posted on March 22, 2015 at 3:21 pm.

Kala Busana Bikin Air Rancaekek Merana

$
0
0
Aksi para model memperingati Hari Air. Mereka melenggak lenggok di atas sungai yang tercemar karena pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha

Aksi para model memperingati Hari Air. Mereka melenggak lenggok di atas sungai yang tercemar karena pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha

Enam model melenggak lenggok di catwalk yang terbuat dari papan kayu. Mereka menggunakan sepatu booth, payung dan masker penyaring udara. Seolah memberikan pesan: ada masalah serius di tempat mereka memamerkan busana.

Mereka memakai busana kental nuansa alam. Beberapa berwarna cokelat. Ada putih. Menggambarkan semangat berkelanjutan dan eco-fashion.

Lokasi catwalk persis  di tengah sawah yang sudah tidak bisa ditanami akibat limbah tekstil PT Kahatex. Tepat di Dusun Nyalindung, Desa Linggar, Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Di bawah catwalk, air berwarna hitam pekat terlihat jelas. Lokasi ini dipilih demi menyuarakan industri fesyen global untuk beroperasi bersih dan ramah lingkungan.

Payung ditanggalkan. Satu per satu model berjalan gemulai sambil membawa gulungan spanduk. Beberapa saat, spanduk terbentang. Masing-masing berukuran satu meter itu berisi pesan kampanye anti detoks.

Acara ini bagian dari peringatan Hari Air Sedunia yang jatuh 22 Maret yang diadakan Greenpeace, dan Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling). Ia  juga kolaborasi bersama tiga perancang terkemuka di Indonesia, yakni Lenny Agustin, Felicia Budi dan Indita Karina bersama mahasiswi Binus Northumbria School of Design.

“Karya saya tentang membangun kesadaran dan tanggung jawab lingkungan untuk anak-anak dengan menggunakan fesyen  dan tekstil. Ini untuk meningkatkan kesadaran akan hewan yang terancam punah di Indonesia seperti harimau Sumatera, orangutan dan komodo,”  kata Indita.

Indita menggunakan limbah pakaian terbuat dari katun organik dan poplin sebagai bahan utama koleksi yang dipamerkan. Ini mencerminkan tanggung jawab sosial sebagai seorang perancang busana dan memastikan setiap orang di seluruh rantai produksi bekerja di bawah kondisi adil. Koleksinya juga dilengkapi kartu tiga satwa langka sebagai karakter.

Inilah kondisi sungai di Rancaekek, Kabupaten Bandung yang tercemar limbah itu. Foto: Indra Nugraha

Inilah kondisi sungai di Rancaekek, Kabupaten Bandung yang tercemar limbah itu. Foto: Indra Nugraha

Sedang Lenny Agustin  memamerkan koleksi “in the wood”.”Inspirasi suasana hutan tropis Indonesia yang indah. Bahan-bahan katun dan sutera dengan motif dedaunan bunga, kupu-kupu. Motif ini desain saya sendiri dengan teknik batik pewarnaan alam.”

Felicia Budi mengatakan, konsumen penentu dan penggerak industri. “Kita bisa menuntut perusahaan-perusahaan fesyen menggunakan cara lebih ramah lingkungan dalam menciptakan produk tekstil mereka.”

Sentra padi

Adi M Yadi, Ketua Pawapeling mengatakan, Rancaekek dulu penghasil padi kelas satu dan ikan emas cukup bagus. “Sejak 90an saat industri mulai merebak jadi rusak,” katanya.

Kini, sepanjang Jalan Raya Rancaekek-Garut berdiri 93 pabrik tekstil. Lokasi pabrik di Kabupaten Bandung dan Sumedang. Alhasil, 1.215 hektar sawah tercemar limbah langsung, 727 hektar saat banjir.

Hasil penelitian Greenpeace bersama Walhi 2012, menemukan banyak bahan kimia berbahaya di aliran Sungai Cikijing yang menjadi saluran pembuangan limbah.

Pada tanah sawah, terdapat kandungan timbal dan kadmium. Di bulir beras dan jerami terkandung kromium. Pencemaran ini bermuara di Sungai Citarum.

Ahmad Ashov Birry,  Juru Kampanye Detox Greenpeace Indonesia mengatakan, kegiatan ini bagian kampanye global ‘Detox’ Greenpeace dirintis sejak 2011.

“Dunia fesyen menawarkan keindahan dan kebahagiaan. Sudah seharusnya tidak merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan. Jutaan orang di dunia sepakat ini dan bergabung dengan kampanye detox. Mulai dari fashionista, aktivis, blogger hingga nama-nama besar di dunia fesyen.”

Padi-padi itupun kini hidup dengan air kotor dan berbahaya...Foto: Indra Nugraha

Padi-padi itupun kini hidup dengan air kotor dan berbahaya…Foto: Indra Nugraha

Tampak limbah memenuhi aliran sungai hingga air kotor dan hitam. Foto: Indra Nugraha

Tampak limbah memenuhi aliran sungai hingga air kotor dan hitam. Foto: Indra Nugraha

 


Kala Busana Bikin Air Rancaekek Merana was first posted on March 22, 2015 at 11:44 pm.

Satwa-satwa Ini Masuk ke Desa Sekitar Hutan Batang Gadis dan Batang Toru, Mengapa?

$
0
0
Operasi tambang emas Martabe, yang menggerus hutan Batang Toru. Foto: Ayat S Karokaro

Operasi tambang emas Martabe, yang menggerus hutan Batang Toru. Foto: Ayat S Karokaro

Laporan Sumatera Rainforest Institute (SRI), menemukan lebih 2.100 hektar hutan di Batang Toru, dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) hancur. Dua perusahaan tambang emas, yaitu Martabe G-Resources Group Ltd, di Batang Toru, Tapanuli Selatan, dan PT Sorikmas Mining, di Mandailing Natal (Madina) Sumatera Utara, menjadi penyebab utama.

Kerusakan parah selama lima tahun terakhir, menyebabkan kehancuran habitat orangutan dan harimau Sumatera. Kondisi ini memicu konflik satwa dan manusia. Satwa-satwa ini memasuki  perkampungan sekitar.

Rasyid Asaf Dongoran, Direktur Eksekutif SRI mengatakan,  kemunculan dua satwa ini ke pinggir-pinggir desa di dua perusahaan besar itu, seperti, Desa Hatupangan, Aek Nangali, Rantau Panjang, dan, Kabupaten Madina, menyebabkan konflik dengan manusia. Masyarakat yang hidup di sekitar dua perusahaan tambang  ini malah dianggap merusak habitat orangutan dan harimau.

Berdasarkan catatan SRI di Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Madina, konflik antara satwa dan manusia, menyebabkan lima harimau dan tiga orangutan mati. Itu terjadi selama lima tahun terakhir. Harimau mati kebanyakan di Madina, di sejumlah desa sekitar TNBG. Sedangkan orangutan, hampir semua di hutan Batang Toru, Tapsel. Dalam konflik ini, menyebabkan tujuh orang tewas diterkam harimau.

“Kita menyesalkan. Tragis dan mengerikan, ketika habitat hancur atau hilang, dua spesies ini muncul ke pinggir desa mencari makanan. Di hutan mangsa mereka mulai hilang karena eksploitasi tambang emas. Bertemu manusia, diusir atau diburu menyebabkan kematian.”

Menurut dia, delapan tahun lalu, konflik manusia dengan satwa nyaris tidak pernah terjadi apalagi sampai memakan korban. Setelah ada perusahaan tambang konflik mulai terjadi.

Habitat orangutan dan harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis dan hutan Batang Toru, makin terkikis. Satwa terdesak hingga masuk ke pemukiman dan berkonflik dengan manusia. Foto: Rhett Butler

Rasyid mengatakan, dua perusahaan ini perlu berinvestasi bagi keberlangsungan hutan, misal, membuat konsep penyediaan anggaran khusus penyelamatan orangutan dan harimau. Konsep konservasi juga wajib, karena kerusakan cukup parah. Data mereka, dua perusahaan ini tak memiliki konsep investasi penyelamatan dua satwa. “Jika terus dibiarkan akan mempercepat kepunahaan, karena eksplorasi hutan terus terjadi.”

Hal menarik lagi,  hasil pemantauan area oleh SRI, dan peta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebutkan ‘kawasan’ dua perusahaan  masuk hutan lindung. “Menjadi pertanyaan besar, mengapa bisa izin diberikan. Ini terjadi pelanggaran UU.”

Dari peta ‘wilayah’ Sorikmas di TNBG, berada di tengah hutan. Artinya, TNBG telah terbelah, bagian atas dan bawah masuk taman nasional, di tengah-tengah tidak lagi, karena dimiliki perusahaan.

“Ini keganjilan dan keanehan besar. Perlu ada penyidikan serius dari penegak hukum, menindak pihak-pihak terlibat yang memberikan izin.”

Harimau Sumatera, salah satu satwa  langka yang makin terancam karena habitat di TN Batang Gadis dan Batang Toru, terkikis pelahan. Salah satu penyebab, operasi perusahaan tambang. Foto: Sapariah Saturi

Harimau Sumatera, salah satu satwa langka yang makin terancam karena habitat di TN Batang Gadis dan Batang Toru, terkikis pelahan. Salah satu penyebab, operasi perusahaan tambang. Foto: Sapariah Saturi

ru2-Perut bumi Batang Toru dikeruk Tambang Emas Martabe. 2  Satwa muncul di desa Operasi tambang emas Martabe di hutan Batang Toru. Foto: Ayat S Karokaro

 

 


Satwa-satwa Ini Masuk ke Desa Sekitar Hutan Batang Gadis dan Batang Toru, Mengapa? was first posted on March 23, 2015 at 1:54 am.

Air Perlu Dilestarikan. Inilah Lima Fakta Air dan Kondisinya di Indonesia

$
0
0
Dari seluruh total air di bumi, hanya 3 persen yang merupakan air bersih. Dimana 2/3 nya dalam bentuk es dan gletser. Foto: Rhett A. Butler

Dari seluruh total air di bumi, hanya 3 persen yang merupakan air tawar, dimana dua pertiganya dalam bentuk es dan gletser. Foto: Rhett A. Butler

Tanggal 22 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Air tawar sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan manusia. Banyak yang lupa bahwa air bersih adalah sumberdaya yang terbatas (scarcity). Perubahan lingkungan, rusaknya daerah aliran sungai (DAS), pencemaran air dan limbah serta ketiadaan akses ke sumber air bersih menjadi problem yang akan semakin mengemuka di masa yang akan datang.

Namun, tetap saja masih banyak warga masyarakat yang menganggap air adalah “pemberian Tuhan yang gratis” tanpa perlu pusing-pusing memperhatikan bahwa sumberdaya air perlu dijaga demi kelangsungan generasi.

Mongabay Indonesia mengumpulkan dan mengolah berbagai data tentang sumberdaya air yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

 

 

1. Berapa Banyak Air Dikonsumsi oleh Penduduk Indonesia per Hari?

Tidak ada yang mengetahui secara pasti berapa banyak air yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Mari kita menghitung dengan pendekatan matematika sederhana. Catatan ini belum menghitung tambahan air yang diperlukan untuk mencuci pakaian, membersihkan rumah dan kebutuhan rumah tangga, berkebun dan sanitasi lainnya yang menurut WHO dapat mencapai 70 liter per individu per hari. Perhitungan ini pun belum memasukkan kebutuhan air untuk kebutuhan pertanian dan industri.

Mengacu kepada perhitungan WHO (2010), kebutuhan air adalah 30 liter per individu per hari, yaitu 10 liter untuk minum dan 20 liter untuk sanitasi. Dengan asumsi pada akhir tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia 252 juta orang (mengambil angka pembulatan dari BPS, 2014 dan rataan tanpa memandang demografi penduduk), maka per hari jumlah air yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia adalah 7,56 milyar liter.

Dalam sepuluh tahun kedepan, dengan jumlah penduduk Indonesia 285 juta orang sesuai prediksi BPS, maka jumlah air yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia akan semakin meningkat menjadi 8,55 milyar liter per harinya. Wow!

 

Mata air Umbul Gumulo di Batu, Malang, Sumber mata air yang beberapa waktu lalu pengelolaannya disengketakan oleh swasta dan warga. Foto: Walhi Jatim

 

2. Berapa Banyak Penduduk Indonesia yang Terakses Air Bersih?

Meskipun tahun ini Indonesia akan merayakan 70 tahun kemerdekaannya, tetapi belum semua penduduk Indonesia terakses dengan air bersih dan sanitasi yang layak. Sesuai sasaran program Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2015 ditargetkan 68,87 persen penduduk Indonesia memperoleh layanan air minum. Berdasarkan penjelasan Ditjen Cipta Karya, Danny Sutjiono pada akhir 2013, baru sekitar separuh dari jumlah penduduk Indonesia (57,35 persen) atau sekitar 36,7 juta kepala keluarga yang mendapatkan akses layanan air minum.

Selain perlu mengejar target capaian tersebut, pemerintah harus memperhitungkan pertambahan eksponensial kebutuhan air minum yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk.

 

Warga kesulitan air di Jimbaran Bali, saat air dari PDAM tak jalan, mereka harus membeli per tangki atau harus membuat sumur bor. Foto: Anton Muhajir

 

3. Apakah Sungai Kita Tercemar?

Sungai dan danau merupakan sumber air tawar yang masih digunakan oleh penduduk Indonesia. Dalam total jumlah, terdapat 5.590 aliran sungai tersebar di Indonesia. Karena tidak semua penduduk Indonesia terakses oleh pipanisasi, masih banyak penduduk yang memanfaatkan sungai sebagai sumber air minum maupun untuk sanitasi.

Sayangnya, seperti yang disebutkan oleh mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak (Juni 2014), 73 persen dari 53 sungai utama di Indonesia telah tercemar oleh bahan organik dan kimia baik dari limbah industri maupun limbah rumah tangga. Pencemaran tertinggi terjadi di wilayah perkotaan.

Sungai Citarum adalah sungai yang paling tercemar berat. Limbah industri menjadi penyebab tercemarnya sungai. Lebih kurang terdapat 500 pabrik yang berada di sepanjang aliran sungai ini. Sungai Citarum adalah salah satu sungai paling tercemar di dunia berdasarkan survey dari Blacksmith Institute (AS) dan Green Cross (Swiss).

Sungai Ciliwung dan Cisadane, adalah contoh dua sungai yang tercemar oleh limbah rumah tangga dan sampah. Sedangkan sungai Landak di Kalimantan Barat adalah salah satu sungai yang paling tercemar oleh limbah pertambangan seperti merkuri yang merupakan sisa pencucian pertambangan emas.

 

Kali Surabaya yang mengalami pencemaran yang menyebabkan matinya biota sungai. Foto: Ecoton

Kali Surabaya yang mengalami pencemaran yang menyebabkan matinya biota sungai. Foto: Ecoton

Sampah yang menumpuk di kali yang membelah kota Jayapura. Foto: Musa Abubar

Sampah yang menumpuk di kali yang membelah kota Jayapura. Foto: Musa Abubar

 

4.  Apakah Sumberdaya Air Terjamin Terus?

Djoko Kirmanto (2012), mantan Menteri Pekerjaan Umum menyebutkan bahwa potensi ketersediaan air di Indonesia mencapai 690 milyar meter kubik per tahun. Diperkirakan baru sekitar seperempatnya yang telah dimanfaatkan.

Masalahnya, dengan geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan, ketersediaan air menjadi tidak merata. Daerah seperti Nusa Tenggara Timur, merupakan wilayah yang secara alami selalu kekurangan air. Demikian pula penduduk yang berdiam di pulau-pulau kecil di Indonesia, acapkali sulit untuk mendapatkan sumber air bersih, bahkan mereka harus menampung dari air hujan. Teknologi untuk ‘memanen’ air tawar dari air laut belumlah ekonomis.

Kerusakan di hulu, baik karena deforestasi maupun konversi lahan hutan, pencemaran, sistem pendistribusian dan air permukaan terbuang percuma (run off) menjadikan penggunaan air belumlah efisien. Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari luas lahan di Indonesia, dihuni 65 persen penduduk, dan potensi air hanya 4,5 persen dari seluruh yang ada di Indonesia.  Dengan kondisi ini, Jawa terancam menjadi net importer air.

 

Kekeringan melanda Aceh dalam 8 bulan terakhir tahun 2014. Foto: Arsyad Volcano

 

5. Siapa Pemilik Sumberdaya Air?

Pada 18 Februari 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan keberadaan UU Sumber Daya Air no 7/2004 karena dianggap belum menjamin pembatasan air oleh pihak swasta dan dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut MK, UU no 7/2004 tidak memenuhi enam prinsip dasar pengelolaan sumber daya air sesuai dengan UUD 1945. Konsekuensi dari pembatalan UU ini, maka PP no 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), juga batal demi hukum.

Uji materi (judicial review) UU ini dimintakan oleh Pimpinan dan Pengurus Pusat Muhammadiyah dan kelompok kemasyarakatan karena menganggap air telah sarat dengan privatisasi terselubung dan mementingkan kepentingan bisnis. Untuk mengisi kekosongan hukum, sebelum UU baru dirumuskan kembali, maka UU no 11/1974 tentang Pengairan kembali diberlakukan.

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 (ayat 3) disebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

 

 

Akses air bersih berdasarkan provinsi di Indonesia. Sumber Riskesdes (2010) dalam UNICEF (2012)

Akses air bersih berdasarkan provinsi di Indonesia. Sumber Riskesdas (2010) dalam UNICEF (2012)

 

 

 


Air Perlu Dilestarikan. Inilah Lima Fakta Air dan Kondisinya di Indonesia was first posted on March 23, 2015 at 3:42 am.

Saat DJ Cantik Ninda Felina Belajar Tentang Kebakaran Hutan

$
0
0

Di sela-sela kemacetan rimba beton Jakarta akhir Februari lalu, Ninda Felina, model cantik yang juga DJ (disc jockey) terbang ke Pekanbaru, Riau. Bukan untuk melarikan diri dari keriuhan ibu kota, nominator Uprising DJ of the year versi Paranoia Awards 2014 ini justru blusukan ke pedalaman hutan gambut, tepatnya  di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Kepulauan Meranti, Riau.

Ninda adalah satu di antara empat host film dokumenter pendek yang diproduksi Greenpeace Indonesia pada tahun lalu. Di seri film berjudul Wajah Generasi ke 13, Ninda menyusuri hutan milik masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbahas, Sumatra Utara. Namun hutan ini diklaim oleh PT Toba Pulp Lestari setelah memperoleh izin perluasan areal dari Kementrian Kehutanan.

DJ cantik Ninda Felina saat blusukan hutan di Desa Sungai Tohor, Kepulauan Meranti Riau, pada 26 Februari 2015. Foto: Greenpeace

DJ cantik Ninda Felina saat blusukan hutan di Desa Sungai Tohor, Kepulauan Meranti Riau, pada 26 Februari 2015. Foto: Greenpeace

Berdasarkan izin perluasan inilah kemudian perusahaan menghancurkan pohon-pohon kemenyan yang sudah dijaga oleh 13 generasi. Kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan kemenyan pun turut hancur. Konflik pun pecah. Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) turun tangan. Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Humbang Hasundutan ikut menyelidikinya. Hasilnya terdapat tiga rekomendasi yang tertulis dalam Keputusan DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005. Diantaranya tanah adat harus dikeluarkan dari konsesi TPL. Tapi hingga saat ini tidak ada kelanjutannya.

Usai makan malam di hari terakhirnya di Pekanbaru akhir Februari lalu, Ninda menceritakan pengalaman blusukannya kepada Mongabay Indonesia.

Mongabay : Bagaimana, lelah? 

Ninda : Hmm… Untung ada petai, hahaha….. (Usai keluar dari hutan, Ninda berulang kali minta dicarikan petai)

Mongabay : Bagaimana awalnya bisa berhubungan dengan Greenpeace?

Ninda : Gue punya sepupu, dia join sama Greenpeace. Pas pertama kali jalan sama Greenpeace itu gue diajak sebagai host untuk mengangkat silent heroes. Kita membahas pahlawan yang tidak terkuak oleh media. Jadi dari situ ya udah jadi naluri aja sih gabung sama Greenpeace.

Mongabay : Pandangan kamu terhadap Greenpeace?

Ninda : Yang gue tau, (Greenpeace) organisasi yang ramah lingkungan, organisasi tentang lingkungan, tapi ya I dont really that care with Greenpeace karena ya memang  gue belum tau. Gue belum terlalu peduli, tapi setelah gue join beberapa trip Greenpeace jadi mulai  tertarik tuk gabung. Tertariknya kenapa? Basic-nya gue suka lingkungan, gue suka adventure, gue suka traveling, jadi kayak tiga segment itu jadi satu. Semuanya gue dapat. Tentang kulturisasi, tentang budaya, tentang lingkungan apalagi, ramah-tamah dengan masyarkat, jadi semuanya gue dapat.

Mongabay : Apa reaksi orang terhadap kamu?

Ninda : Dari trip gue pertama dengan Greenpeace, dari situ beberapa teman gue yang menurut gue sangat apatis dengan lingkungan sudah  mulai tertarik dengan melihat perjalanan gue, dengan mendengar cerita gue apa sih Greenpeace, apa yang lu lakukan di dalam sana, apa yang lu kerjakan. Dengan gue ikut ini, jadi automatically menarik orang untuk tau.

Ninda Felina di hutan gambut Desa Sungai Tohor, Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepualuan Meranti, Riau, pada 26 Februari 2015. Foto: Greenpeace

Ninda Felina di hutan gambut Desa Sungai Tohor, Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepualuan Meranti, Riau, pada 26 Februari 2015. Foto: Greenpeace

Mongabay : Pengalaman berkesan?

Ninda : Yang paling berkesan itu ya di saat gue melihat  bagaimana perjuangan mereka bertahan hidup, semenjak gue bergabung dengan Greenpeace gue jadi berpikir dengan cara yang lain. Khan biasanya gue berpikiran dengan cara yang normal, yang standar aja, tapi semenjak gue  joint, gue jadi kayak memikirkan lebih dalam lagi tentang bagaimana menghargai proses.

Mongabay : Apa yang ingin kamu sampaikan ke masyarakat tentang Silent Heroes?

Ninda : Belajarlah menghargai lingkungan sekitar. Belajarlah menghargai proses yang tidak kelihatan. Belajar untuk peduli.

Mongabay : Ke Riau dalam rangka apa?

Ninda : Belajar tentang kebakaran hutan gambut. Pelajarannya banyak banget. Gue tuh ndak tahu sama sekali tentang hutan gambut. Tapi kemarin setelah terjun ke lapangan gue tau apa itu hutan gambut. Bagaimana sensitifnya si lahan gambut itu kalau kita tidak bisa memeliharanya dengan baik.

Mongabay : Tadi sempat wawancara dengan ibu-ibu di Pekanbaru soal kebakaran hutan, kalau kamu jadi dia, apa yang akan kamu lakukan? (Saat Ninda wawancara dengan seorang ibu satu anak di Pekanbaru, si ibu mengatakan banyak orang tua yang sudah siap siaga menghadapi musim asap dari kebakaran hutan. Di antara kesiapan itu adalah mencuci masker yang tahun lalu dipakai untuk mengantisipasi paparan partikel kabut asap)

Ninda : Kalo gue jadi ibu itu, belum tentu bisa sekuat beliau itu. Mungkin gue udah pindah kali dari sini. Yang sangat gue salut, dia masih bertahan. Mungkin karena ya lapangan pekerjaan dia ya di sini. Jadi mau ndak mau menjalankan kehidupan dengan bayangan asap bertahun-tahun.

Ninda Felina bersama seorang ibu warga Pekanbaru dan anaknya yang langganan terpapar partikel kabut asap pada setiap musim kebakaran hutan, 27 Februari 2015. Foto: Greenpeace

Ninda Felina bersama seorang ibu warga Pekanbaru dan anaknya yang langganan terpapar partikel kabut asap pada setiap musim kebakaran hutan, 27 Februari 2015. Foto: Greenpeace

Mongabay : Apa yang ingin kamu sampaikan ke orang-orang di Jakarta tentang ibu-ibu itu?

Ninda : Belajar cari thau, kalau kita sudah tahu, lama-lama bisa peduli. Karena dari hal kecil itu bisa menjadi besar dan itu bisa berdampak kepada sekitar kita dan itu belum tentu baik. Tolonglah hargai. Mulailah peduli pada lingkungan kita.

Mongabay : Pemerintah harusnya bagaimana?

Ninda : Pemerintah harus benar-benar membenahi ini semua. Benar kata ibu Wiek tadi ya, memang harus ada hukuman bagi pelaku yang membuat kebakaran itu semakin buruk.

 

 


Saat DJ Cantik Ninda Felina Belajar Tentang Kebakaran Hutan was first posted on March 23, 2015 at 4:49 am.

TNBBBR, Rumah Nyaman Bagi Orangutan Kalimantan

$
0
0

Bayi orangutan di pohon. Foto: Rhett A. Butler

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) yang lokasinya berada di kabupaten Sintang dan Melawi (Kalimantan Barat), serta Katingan (Kalimantan Tengah) kini akan menjadi rumah yang nyaman bagi orangutan kalimantan. Sejumlah orangutan yang telah direhabilitasi, akan dilepasliarkan di kawasan konservasi seluas 181.090 hektar ini.

Penandatanganan kerja sama antara TNBBBR dengan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), penanggung jawab terhadap pelepasliaran tersebut, dilakukan di Kantor Balai TNBBBR di Nanga Pinoh, Melawi, yang disaksikan langsung Wakil Bupati Melawi, Panji, pertengahan Maret lalu.

Kepala Balai TNBBBR, Bambang Sukendro, mengungkapkan kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari kesepahaman antara Kementerian Kehutanan sebelumnya dengan YIARI.

“Dalam pelestarian orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), ada tiga langkah yang harus dilakukan yaitu penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasan ke alam liar. Pihak TNBBBR memfasilitasi pelepasan orangutan di taman nasional ini,” ujarnya.

Bambang mengungkapkan, ada beberapa hal yang ingin dicapai dari kerja sama ini. Diantaranya adalah pendayagunaan TNBBBR sebagai lokasi pelepasan orangutan kalimantan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan penyelamatan, perlindungan dan konservasi satwa liar, serta edukasi pada masyarakat pentingnya melestarikan orangutan di taman nasional.

“Kerja sama ini diawali dengan kajian kelayakan habitat, survei sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, serta survei masyarakat yang berada di sekitar taman nasional,” tuturnya.

Bambang mengatakan dukungan Pemerintah Kabupaten Melawi sangat dibutuhkan pada program yang berlangsung hingga lima tahun ini. Bila program berhasil, pelepasliaran akan berlanjut hingga orangutan kalimantan benar-benar nyaman di TNBBBR.

Ketua YIARI, Tantiyo Bangun, menuturkan pemilihan TNBBBR sebagai lokasi pelepasliaran orangutan kalimantan karena wilayah berhutan di taman nasional ini masih baik. “Aksesnya mudah dan potensi pengembangan ekowisatanya menjanjikan. Kami akan memulainya dari Melawi,” ujarnya.

Tantiyo menjelaskan, tahun pertama ini, jumlah orangutan yang akan dilepasliarkan sebanyak lima individu. Diikuti dengan jumlah yang sama di tahun berikutnya. “Orangutan tersebut telah menjalani rehabilitasi di Ketapang yang dulunya pernah dipelihara atau juga yang berhasil diselamatkan dari perkebunan. “Diperkirakan, total orangutan kalimantan saat ini sekitar 42 ribu individu yang habitatnya terus terancam akibat pembukaan hutan untuk perkebunan atau juga karena kebakaran.”

 

Peta Distribusi Orangutan di Indonesia. Sumber: www.forina.or.id

 

Wakil Bupati Melawi, Panji, menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Melawi dalam mendukung konservasi orangutan ini. “Sudah seharusnya banyak pihak yang peduli terhadap persoalan ini. Karena pada prinsipnya, lingkungan hidup adalah bagian dari hidup kita yang tidak bisa diabaikan,” ujarnya.

Panji juga menegaskan dirinya sangat membenci orang yang membunuh orangutan, baik karena alasan ekonomi maupun karena keserakahan. “Kita juga berharap konservasi orangutan bisa dilakukan di wilayah lain, seperti Bukit Saran, yang dulunya banyak orangutan namun kini berkurang akibat diburu.”

Sukartaji, Direktur Suar Institute, lembaga lokal di Melawi yang fokus terhadap isu-isu lingkungan mengungkapkan, lembaganya pernah melakukan survei orangutan di sejumlah desa dan kecamatan di Melawi melalui metode wawancara. “Dari wawancara itu diketahui, keberadaan orangutan masih ada di sejumlah kawasan hutan yang jauh dari pemukiman warga,” jelasnya.

Tahun 2013 juga, Suar menemukan sarang orangutan saat melakukan survei nilai konservasi tinggi (NKT) hutan di wilayah Desa Senempak dan Poring, Kecamatan Pinoh Selatan. Hutan Poring dinilai memiliki NKT lengkap karena sejumlah satwa dilindungi masih berada di wilayah tersebut.

 

Hutan Poring yang berada di Desa Poring, Kecamatan Pinoh Selatan, Kabupaten Melawi tidak hanya kaya akan flora dan fauna khas Kalimantan tetapi juga berfungsi sebagai sumber mata air. Foto: Eko Susilo

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

 

 


TNBBBR, Rumah Nyaman Bagi Orangutan Kalimantan was first posted on March 23, 2015 at 5:37 am.

Inilah Kondisi Pulau Bangka Setelah Kehadiran Tambang

$
0
0
Inilah kondisi Pulau Bangka, pada awal Maret 2015. Akankah, keindahan pulau ini akan hilang karena ulah izin pemerintah? Foto: Save Bangka Island

Inilah kondisi Pulau Bangka, pada awal Maret 2015. Akankah, keindahan pulau ini akan hilang karena ulah izin pemerintah? Foto: Save Bangka Island

Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, operasi PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka, Sulawesi Utara, setop sejak 2014. Alasannya, perusahaan belum memperoleh izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan sedang proses hukum.

“Masih menunggu hasil kajian lingkungan untuk mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sekarang masih suspend statusnya, kalau layak dilanjutkan, kalau tidak ya dicabut,” kata Paul Lubis, Sekretaris Dirjen Minerba, Kementerian ESDM, pada Desember 2014, dikutip dari Tambang.co.id.

Lagi-lagi, lain pernyataan pemerintah,  lain di lapangan. Perusahaan tetap bekerja. Tak pelak, kerusakan lingkungan terjadi. Kawasan mangrove terbabat, air laut sudah berubah keruh dan berdampak pada ekosistem di sana.

Rekaman dari Save Bangka Island, soal kondisi Pulau Bangka, terkini terlihat jelas. Foto yang diambil 20 Maret 2015, memperlihatkan, betapa, karang-karang mulai tertutup tumpahan meterial tanah dari daratan. Air lautpun keruh, berwarna kekuning-kuningan.

Di daratan,  pada awal Maret 2015 ini,  terlihat alat-alat berat bekerja, dari truk-truk besar sampai eskavator. Sebagian pepohonan di tepian pantai sudah ludes, tinggal tanah-tanah lapang karena proses reklamasi.

Alat berat terus bekerja buat reklamasi pantai di Pulau Bangka. Ini foto diambil 3 maret 2015 oleh Save Bangka Island. Katanya, pemerintah sudah menghentikan operasi, kok masih berjalan?

Alat berat terus bekerja buat reklamasi pantai di Pulau Bangka. Ini foto diambil 3 maret 2015 oleh Save Bangka Island. Katanya, pemerintah sudah menghentikan operasi, kok masih berjalan?

Kecewa Sidang Lapangan

Sementara itu, sidang gugatan warga masih berjalan. Pada Jumat (13/3/15), PTUN Jakarta menggelar sidang lapangan di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Namun, warga penggugat dilarang mengikuti persidangan. Mereka dihalang-halangi Brimob dan salah satu organisasi adat di Sulut. Tak pelak, para penggugat hanya bisa menyaksikan persidangan dari perahu. Wargapun  kecewa. Mereka mempertanyakan sikap aparat yang tampak memihak perusahaan, PT Mikgro Metal Perdana.

“Intimidasi begitu nyata. Sebagian warga dipaksa kembali ke perahu. Malah yang lain, dari Desa Lihunu, dicegat di pos,” kata Imanuel Tinungki, warga Desa Kahuku, kepada Mongabay di Manado, Selasa, pekan lalu.

Dia kecewa. Namun, berharap, hakim mempunyai hati nurani dan melihat kebohongan. “Misal, dikatakan tidak ada aktivitas pertambangan atau klaim semua warga mendukung.”

Dia menduga, tindakan ini upaya menyembunyikan operasi MMP di Bangka. Imanuel menyatakan, ketika tim PTUN Jakarta tiba, karyawan asing dan lokal disembunyikan. “Alat berat juga disembunyikan di Daro. Setelah sidang lapangan, mereka kembali beroperasi.”

Air laut mulai keruh dan berwarna kekuning-kuningan dampak reklamasi pantai di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island

Air laut mulai keruh dan berwarna kekuning-kuningan dampak reklamasi pantai di Pulau Bangka. Foto: Save Bangka Island

Dia kecewa tidak bisa menunjukkan lokasi mata air yang putus akibat karena perusahaan tambang. Pipa air bersih dibuat PNPM tidak bisa mengalirkan ke Desa Kahuku. “Air bersih tidak masuk ke Kahuku. Warga harus berinisiatif sendiri memenuhi kebutuhan air bersih.”

Merti Katulung, warga Desa Kahuku, termasuk tim penggugat, juga kecewa. Mulanya dia berencana menunjukkan bukti-bukti operasi perusahaan di Bangka, namun gagal karena dihadang kepolisian dan ormas adat.

“Ini, kan, sidang terbuka. Harusnya, masyarakat Kahuku, Lihunu dan Libas berhak menyaksikan. Ini malah terbalik. Kami coba turun dari perahu, dari aparat kepolisian tetap berkuat tidak bisa.”

“Saya, sebagai penggugat, kecewa karena kami yang mengundang pengadilan meninjau kesaksian Kementerian ESDM dan MMP yang mengatakan tidak ada aktivitas di lapangan. Namun di lapangan lain cerita.”

Padahal, katanya, sudah ada penggusuran gunung, penimbunan mangrove karena reklamasi dan konstruksi jalan. “Kami ingin membuktikan itu. Anehnya, di lapangan penggugat dihalangi menemui ketua pengadilan.”

Reklamasi pantai Pulau Bangka. Pohon-pohon terbabat. Foto ini diambil pada awal Maret 2015. Foto: Save Bangka Island

Reklamasi pantai Pulau Bangka. Pohon-pohon terbabat. Foto ini diambil pada awal Maret 2015. Foto: Save Bangka Island

Menurut kuasa hukum penggugat, kata Merti, MMP tidak berani memberi jawaban ketika tim PTUN menanyakan perihal masuk-tidak Desa Ehe sebagai lokasi pertambangan. “Padahal, Desa Ehe dan Kahuku termasuk areal pertambangan. Mereka takut mengatakan itu.”

Jull Takaliuang, Direktur Yayasan Suara Nurani Minaesa, mengecam kinerja aparat kepolisian dalam mengawal sidang lapangan PTUN Jakarta. Menurut dia, sebagai penegak hukum, kepolisian harusnya menjamin kehadiran masyarakat penggugat.

Sayangnya, polisi tidak mengerti hukum. “Harusnya mereka paham dan mengawal sidang lapangan agar berjalan baik dan aman. Bukan mengusir orang. Mereka itu penegak hukum atau bukan? Kalau bukan ya tidak usah pakai seragam. Polisi harusnya netral. Mereka, kan, digaji rakyat. Mereka bukan sekuriti perusahaan.”

Menurut Jull, kepolisian juga mencegat sepeda motor yang dibawa dari Lihunu. Padahal, sepeda motor itu sarana hakim dapat mengunjungi lokasi-lokasi yang ingin ditunjukkan penggugat. “Mereka mencoreng lembaga yang harusnya menjadi pengayom masyarakat.”

Sidang lapanganpun berjalan tidak maksimal, karena penggugat tidak bisa menunjukkan lokasi-lokasi di persidangan hari itu. “Hakim tidak bisa mengakses segala fasilitas yang disediakan penggugat. Hingga beberapa lokasi tidak bisa didatangi, karena jarak cukup jauh jika ditempuh bejalan kaki. Kami menduga ini diatur agar persidangan tidak maksimal,” kata Jull.

Di Jakarta, pada Rabu (18/3/15), sidang lanjutan digelar dengan kesaksian dari warga Pulau Bangka.

Inilah sidang lapangan pada 13 Maret 2015. Warga penggugat dilarang ikut sidang oleh Brimob dan organisasi masyarakat di sana. Foto: Save Bangka Island

Inilah sidang lapangan pada 13 Maret 2015. Warga penggugat dilarang ikut sidang oleh Brimob dan organisasi masyarakat di sana. Foto: Save Bangka Island

Lingkungan laut mulai terdampak reklamasi di tepian Pantai Bangka. Foto: Save Bangka Island

Lingkungan laut mulai terdampak reklamasi di tepian Pantai Bangka. Foto: Save Bangka Island

Awal Maret 2015, alat berat itu masih tampak beroperasi di tepian pantai Pulau Bangka. Aneh, pemerintah pusat bilang dihentikan, tapi tak ada pengawasan di lapangan. Foto: Save Bangka Island

Awal Maret 2015, alat berat itu masih tampak beroperasi di tepian pantai Pulau Bangka. Aneh, pemerintah pusat bilang dihentikan, tapi tak ada pengawasan di lapangan. Foto: Save Bangka Island

Karang inipun sudah terdampak proses reklamasi pantai Pulau Bangka. Foto diambil 20 Maret 2015. Foto: Save Bangka Island

Karang inipun sudah terdampak proses reklamasi pantai Pulau Bangka. Foto diambil 20 Maret 2015. Foto: Save Bangka Island

 

 

 


Inilah Kondisi Pulau Bangka Setelah Kehadiran Tambang was first posted on March 23, 2015 at 10:54 pm.

Menteri Siti Pastikan Perpanjangan Moratorium Izin Hutan

$
0
0

Hutan yang terbabat karena izin. Pemerintah memastikan moratorium izin baru di lahan gambut dan hutan diperpanjang. Foto: snadi/JMGR

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan kebijakan moratorium izin di hutan dan lahan gambut yang bakal berakhir Mei 2015, berlanjut. Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, dari hasil rapat kerja di Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolkam) memutuskan moratorium diperpanjang. “Itu kita lanjutkan, tak boleh ada izin baru di hutan dan gambut,” katanya di Jakarta, Senin (23/3/15).

Dia mengatakan, dengan ada peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) maka bisa menjadi alat kontrol bagi pemerintah. Kebijakan moratorium ini, katanya, dibarengi kaji ulang perizinan oleh Kementerian LHK.  “Review perizinan terus jalan. Ada tim review perizinan dan audit satwa. Ini sedang proses. Minggu ini saya rapiin seluruhnya,” ujar dia.

Menurut dia, tak mudah mempersiapkan semua agar segera berjalan. Terlebih, kementerian ini sedang menyiapkan pemilihan eselon satu. “Itu tak mudah.  Semua harus jalan, gak boleh ada yang berhenti.”

Penguatan subtansi

Teguh Surya, dari Greenpeace Indonesia, menyambut baik komitmen perpanjangan moratorium zin hutan dan lahan gambut. Namun, katanya, tanpa penguatan subtansi tak akan banyak membantu presiden dalam mencapai target perbaikan tata kelola kehutanan dan penurunan emisi.

“Misal, pengecualian pada Inpres 2013 harus dihapuskan,” katanya di Jakarta. Pengecualian dalam inpres moratorium itu, tak berlaku pada izin-izin yang telah mendapatkan izin prinsip.

Selain itu, kata Teguh, seharusnya, review perizinan dan langkah-langkahnya jelas tercantum dalam perpanjangan moratorium pasca Mei 2015. Terpenting, katanya, perpanjangan dan penguatan moratorium harus pada posisi mengawali peta jalan Indonesia menuju nol deforestasi 2020.

“Semua itu bisa dicapai jika perpanjangan moratorium diikuti penguatan subtansi dan pengawasan ketat. Legal basis perpanjangan moratorium ini minimal peraturan presiden.”

Kebijakan moratorium izin ini diawali kala era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada Mei 2011. Perpanjangan kedua, pada Mei 2013-Mei 2015. Kali ini, presiden baru, Joko Widodo, melanjutkan perpanjangan ketiga.

 

 


Menteri Siti Pastikan Perpanjangan Moratorium Izin Hutan was first posted on March 23, 2015 at 11:49 pm.

Banjir, Pemasalahan Lingkungan yang Belum Terselesaikan di Palembang

$
0
0

Sungai Musi yang panjangnya mencapai 750 kilometer, sekitar 20 kilometernya melintasi Kota Palembang. Foto: Muhammad Ikhsan

Salah satu persoalan lingkungan yang dihadapi Kota Palembang sampai saat ini adalah banjir. Permasalahan yang terjadi karena faktor alam maupun akibat ulah manusia.

Ahmad Bastari, dari Dinas Pengairan Umum (PU) Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Kota Palembang, mengatakan dari panjang Sungai Musi yang mencapai 750 kilometer, 20 kilometernya melintasi Palembang.

Ketika permukaan Sungai Musi meninggi akibat air pasang di laut, ditambah pula limpasan air dari hulu akibat intensitas hujan yang tinggi, maka banjir akan terjadi di Palembang,” ujar Ahmad pada seminar “Air dan Pembangunan Berkelanjutan” di Palembang, Jumat (20/3/2015).

Sementara banjir akibat ulah manusia, menurut Ahmad, akibat kurangnya kesadaran masyarakat yang membuang sampah di saluran air hingga mendirikan bangunan di pinggiran sungai ataupun di aliran drainase. “Selain itu, di Palembang, masih banyak juga ditemukan kapasitas saluran air yang lebih kecil dibandingkan dengan volume air limpasan.”

Ahmad mengatakan, untuk mengendalikan banjir Pemerintah Kota Palembang telah memiliki dua tindakan penanggulangan, yakni tindakan non-struktural dan struktural. Non-struktural berupa program kali bersih hingga sosialisasi peningkatan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan drainase. Sementara tindakan struktural merupakan peningkatan kapasitas saluran dengan membuat saluran baru atau juga melebarkan dan memperdalam saluran lama, memelihara aliran sungai, hingga membangun pompa pengendali banjir.

“Palembang meraih peringkat kedua pengelolaan sistem drainase terbaik se-Indonesia. Saat ini, Palembang memiliki enam stasiun pompa dengan kapasitas beragam, mulai dari 500 liter per detik hingga 1.100 liter per detik.”

Bistok Simanjuntak, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VII, mengatakan, dalam penanganan banjir, Pemerintah Kota Palembang harus menuntaskan pembebasan lahan guna pembangunan pompa bendung di Kawasan Sekip, Palembang.

Dana sebesar 200 miliar rupiah dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) itu, bila digunakan sekarang maka pompa bendung dapat selesai pada 2017. Mekanisme pompa terdiri tiga komponen yakni pintu air, pompa, dan kolam luas seperti bendungan. Lahan yang dibutuhkan kurang lebih 1,7 hektar. “Akan ada pintu elektrik yang terbuka otomatis bila air penuh. Airnya akan mengalir dan bermuara ke Sungai Musi yang posisinya lebih rendah dari bendungan,” jelasnya.

Banjir, persoalan lingkungan yang masih menghantui Palembang, baik terjadi karena faktor alam juga karena ulah manusia yang mendirikan bangunan di atas saluran air ataupun bantaran sungai. Foto: Junaidi Hanafiah

Manajemen rawa

Robiyanto Hendro Susanto, Guru Besar Manajemen Air dan Lahan Rawa Universitas Sriwijaya (Unsri), mengatakan dalam manajemen kawasan dataran rendah dan pesisir terpadu untuk pembangunan desa dan kota berkelanjutan perlu peranan data dan informasi. Alasannya, pengelolaan antara satu kawasan dengan kawasan lainnya berbeda, tergantung peruntukkannya.

“Pengembangan dan manajemen dataran rendah dan kawasan pesisir menggunakan banyak pertimbangan, seperti geologi dan psiografi, skema reklamasi, iklim, jenis tanah, sistem pertanian, persoalan sosial budaya, kondisi ekonomi, hingga lingkungan.”

Menurut Robiyanto, manajemen air dan lahan rawa dapat dilakukan dengan melakukan konservasi dataran rendah dan kawasan pesisir dengan melindungi kealamiannya serta membatasi segala aktivitas manusia di dalamnya. Atau, menjaga keseimbangan lingkungan di dataran rendah dan kawasan pesisir dengan melaksanakan aktivitas produksi yang bernilai ekonomi seperti pertanian, pertambakan, dan peternakan.

Robiyanto mengatakan, untuk pengelolaan daerah rawa dan pesisir, ia mendirikan pusat data dan informasi (pusdatainfo) rawa dan pesisir sebagai wahana berbagi pengetahuan. “Hasilnya luar biasa. Sumatera Selayan bisa surplus 1,2 juta ton beras berkat optimalisasi lahan pasang surut. Biayanya juga rendah, hanya Rp 3 juta per hektar.”

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Banjir, Pemasalahan Lingkungan yang Belum Terselesaikan di Palembang was first posted on March 24, 2015 at 12:13 am.

Pegiat Lingkungan: Moratorium Perizinan Hutan dan Lahan Gambut Harus Dilanjutkan

$
0
0

Moratorium perizinan di hutan dan lahan gambut harus dilanjutkan. Berdasarkan Inpres No.6 Tahun 2013, moratorium akan berakhir pada 12 Mei 2015. Foto: Rhett Butler

Para pegiat lingkungan hidup di Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak pemerintah meneruskan moratorium perizinan di hutan dan lahan gambut oleh aktivitas perkebunan, pertambangan, dan hutan tanaman industri lantaran mengancam kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan Inpres No.6 Tahun 2013, moratorium akan berakhir pada 12 Mei 2015.

Moratorium harus dilanjutkan. Tapi bukan berdasarkan waktu, melainkan hasil,” kata Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, dalam Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Menimbang Pelaksanaan Moratorium, di Palembang, Senin (23/03/2015).

Artinya, moratorium tersebut benar-benar dilakukan pada wilayah yang terancam lingkungannya. Bukan pada wilayah yang sudah dilindungi oleh undang-undang (UU) atau aturan yang berlaku.

Misalnya, kata Hadi, di Sumatera Selatan, ada perkampungan, lokasi transmigran, kawasan konservasi, kawasan gambut di atas tiga meter, yang dimoratorium. “Itu kan tidak perlu dimoratorium lagi, sebab sudah dilindungi UU.”

“Contoh dekatnya adalah Suaka Margasatwa Dangku di Kabupaten Musi Banyuasin yang dimoratorium. Itu kan sudah jelas merupakan wilayah dilindungi UU sebagai kawasan konservasi,” kata Hadi.

Selain itu, jika moratorium dilanjutkan, maka penegakan hukum harus benar-benar dijalankan. “Selama ini penegakan hukum, seperti yang dibebankan pada BP REDD+ serta lembaga-lembaga yang diberi tanggung jawab persoalan moratorium, tidak menjalankannya secara optimal,” kata Hadi.

Selanjutnya, wilayah yang akan dimoratorium harus dimasukan ke rencana tata ruang wilayah (RTRW), sehingga kebijakan ini benar-benar berjalan sampai tingkat daerah. “Percuma kalau dimoratorium, tapi tidak dimasukan RTRW. Sebab, perizinan dikeluarkan berdasarkan RTRW,” jelas Hadi.

Ekologi, korupsi, hingga konflik sosial

Nunik Handayani dari FITRA Sumsel, mengatakan moratorium penting dilanjutkan, sebab hingga saat ini, Indonesia khususnya Sumatera Selatan, masih terancam oleh bencana ekologis seperti air yang kering saat kemarau dan banjir kala penghujan serta kebakaran, yang diakibatkan oleh aktivitas perkebunan, pertambangan, dan HTI.

Faktor berikut, pentingnya moratorium adalah kemungkinan adanya tindak korupsi dalam pembuatan izin baru. “Indikasinya, sulitnya akses informasi atau tidak transparansnya pemerintah terkait perizinan perkebunan, pertambangan, dan HTI,” ujar Nunik.

Begitu juga dengan Muhammad Syarifuddin dari Yayasan SPORA. Menurutnya, moratorium harus dilanjutkan sebagai upaya mengurangi konflik sosial. “Eksplorasi sumber daya alam (SDA) telah menimbulkan sengketa tanah, perubahan perilaku masyarakat desa, yang sebelumnya arif terhadap lingkungan menjadi lebih merusak alam, konsumtif, dan menimbulkan banyak tindak kriminalitas,” katanya.

“Coba perhatikan kondisi masyarakat di sekitar perkebunan dan pertambangan. Semua itu akan terasa. Padahal sebelum adanya aktivitas perkebunan dan pertambangan, kehidupan mereka aman, sejahtera dan damai,” ujar Syarifuddin.

Lebih jauh Syarifuddin berpendapat, sebenarnya inti persoalan lingkungan hidup di Indonesia, dikarenakan pembangunan berbasis eksplorasi SDA. “Seharusnya, pembangunan berbasis jasa terhadap potensi SDA yang ada bukan eksplorasi,” ujarnya.

 

Inilah peta kawasan yang dimoratorium. Peta: Walhi Sumsel

Inilah peta kawasan yang dimoratorium. Peta: Walhi Sumsel

 

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio


Pegiat Lingkungan: Moratorium Perizinan Hutan dan Lahan Gambut Harus Dilanjutkan was first posted on March 24, 2015 at 12:58 am.

Menolak Privatisasi Air, Melawan Pencemaran Sungai di Jawa Timur. Kenapa?

$
0
0

Dicabutnya Undang-undang No.7/2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, menjadi angin segar dikembalikannya hak rakyat akan air yang selama ini banyak dikuasai oleh swasta maupun investor asing.

Hal itu diungkapkan Lembaga Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) lewat seruannya pada Peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret di Surabaya.

Aksi memperingati Hari Air Sedunia 2015 di depan gedung negara  Grahadi, Surabaya, menolak privatisasi air dan mendesak revitalisasi  sungai. Foto : Petrus Riski

Aksi memperingati Hari Air Sedunia 2015 di depan gedung negara Grahadi, Surabaya, menolak privatisasi air dan mendesak revitalisasi sungai. Foto : Petrus Riski

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengungkapkan, peringatan Hari Air Sedunia harus dapat menjadi momentum bagi negara dan pemerintah, untuk dapat menyediakan air bersih yang layak konsumsi untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.

“Negara harus siap mengembalikan mandat rakyat, bila negara mutlak berwenang atas pengelolaan sumber daya air. Artinya kita sebagai masyarakat mendorong pemerintah agar jangan sampai pengelolaan itu kembali ke sepuluh tahun lalu, dimana asing dan swasta menguasai hajat hidup kita,” terangnya.

Selama 10 tahun  terakhir sumber daya air dikuasai oleh swasta, yang memproduksi air minum dalam kemasan. Kondisi air yang kurang bersih atau tidak layak konsumsi menjadikan masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain membeli air minum dalam kemasan.

“Selama ini kita kuatir minum air dari PDAM, karena air sungai kita sudah banyak tercemar sehingga kita mau tidak mau membeli air minum kemasan. Ini bukti kegagalan negara dalam menyediakan air bersih,” tambah Prigi.

Melalui pencabutan UU No.7/2004, diharapkan pemerintah dapat mengembalikan hak dasar setiap masyarakat untuk memperoleh air bersih yang layak konsumsi. Negara harus memberikan hak pengelolaan air  kepada BUMN dan BUMD, dengan membatasi peran swasta.

“Negara harus menggunakan prinsip-prinsip keseimbangan dan keberkelanjutan. Dalam eksploitasi air harus ada prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup. Selama ini kita melihat air dianggap sebagai barang komoditas, air dijual dan negara membiarkan itu. Dengan kembalinya kita ke UU 11/ 1974, kita juga kembali ke UUD 1945 dimana air dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” papar Prigi.

Selain harus menyediakan air bersih bagi rakyatnya, negara juga diminta untuk membuka ruang partisipasi, untuk mengajak masyarakat terlibat dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan air.

“Terpenting water for life, kita mengembalikan fungsi air untuk kehidupan, karena memang kita melihat fungsi air untuk kehidupan, sedangkan sungai adalah peradaban,” ujar alumni Jurusan Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini.

Prigi juga mengajak seluruh komponen masyarakat untuk lebih bijaksana terhadap pemanfaatan air, agar ketersediaaan air tetap terjaga dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia.

“Karena semua agama sangat menghargai air dan semua ibadah kita butuh air untuk pensucian kita, maka negara harus mengarusutamakan manajemen pengelolaan sumber daya air diatas segalanya,” tandasnya.

Terkait pengelolaan sungai di Jawa Timur, Ecoton menyatakan kekecewaannya atas pembiaran yang dilakukan pemerintah terkait penataan kawasan sempadan sungai. Ketegasan pemerintah dalam menata sempadan sungai akan menjadi indikasi yang kuat dalam mengembalikan fungsi dan kualitas sungai di Jawa Timur.

“Selama ini Menteri PU, Gubernur Jawa Timur, menurut kami abai dalam menyelenggarakan penyelamatan dan pelestarian di sumber-sumber air,” tukas penerima Goldman Environmental Prize dari Presiden Barrack Obama.

Prigi juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap pemerintah pusat maupun di daerah, yang dianggap kurang serius dalam menjaga serta memelihara kelestarian sumber air. Selain persoalan privatisasi air oleh swasta dan tingginya pencemaran sungai, pemerintah juga dianggap terlalu lembek terhadap pemanfaatan sempadan sungai untuk bangunan yang dapat mengurangi area resapan air.

“Pemerintah masih kurang tegas menjalankan aturan, sehingga air bersih tidak dapat dinikmati meski itu merupakan hak dasar. Jadi sebenarnya dosa besar bagi negara ini kalau tidak bisa menyediakan air bersih untuk rakyatnya, karena air bersih adalah hak asasi manusia,” cetus Prigi Arisandi.

Kran air siap miinum, fasilitas air bersih layak minum  yang terdapat di kampus ITS Surabaya. Pemerintah masih harus memperbanyak  fasilitas air bersih seperti itu di masyarakat. Foto : Petrus Riski

Kran air siap miinum, fasilitas air bersih layak minum yang terdapat di kampus ITS Surabaya. Pemerintah masih harus memperbanyak fasilitas air bersih seperti itu di masyarakat. Foto : Petrus Riski

Sementara itu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika mengungkapkan, dicabutnya UU No.7/2004 harus ditindaklanjuti pemerintah dengan menutup perusahaan air minum dalam kemasan.

“Pertama, pemerintah harus segera menutup perusahan air kemasan dan mencabut ijinnya. Pemerintah harus segera menyusun RUU SDA baru yang prinsipnya untuk kepentingan, keselamatan rakyat dan fungsi-fungsi keberlanjutan alam,” kata Ony.

Banyaknya perusahaan air minum dalam kemasan justru menjadikan sumber mata air di sejumlah daerah menjadi hilang atau mati. Dampak terburuk kehidupan masyarakat yang bergantung dari sumber mata air juga banyak yang terganggu.

“Rakyat tidak lagi bisa menikmati sumber mata air karena banyak yang mati, akibatnya terjadi krisis mata air setiap tahunnya, padahal air bukanlah komoditi melainkan untuk kehidupan,” tandas Ony.

Sampah Plastik Di Ekosistem Air

Kondisi air sungai di Surabaya yang masih banyak tercemar oleh limbah industri maupun limbah rumah tangga, juga menjadi keprihatinan ditengah sulitnya masyarakat memperoleh air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Sampah plastik menjadi salah satu ancaman serius bagi lingkungan dan ekosistem air, yang paling mendesak adanya pembatasan pemakaian plastik di masyarakat.

Hermawan Some dari Komunitas Nol Sampah mengatakan, keberadaan sampah plastik di Surabaya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari total volume sampah yang ada, diprediksi lebih dari 12 persen adalah sampah plastik. Sampah plastik termasuk hidrokarbon, yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa terurai di alam. Selain itu plastik mengandung bahan kimia dan bahan berbahaya lainnya seperti BPA, yang dapat mempengaruhi jenis kelamin ikan dan satwa yang ada di sungai.

“Pengurangan sampah plastik di sungai sangat penting, karena sebagian besar sampah plastik pasti masuk ke laut dan sungai. Sampah plastik di Indonesia bisa mencapai 4,5 juta ton yang masuk ke laut, dan Indonesia merupakan peringkat kedua penyumbang sampah palstik di dunia setelah China,” ujar Hermawan.

Hermawan mengatakan bahwa upaya menjaga sungai dari limbah maupun sampah plastik harus menjadi gerakan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini dilakukan agar bahaya sampah plastik tidak semakin mengancam kehidupan makhluk lain, khususnya yang ada di dalam sungai maupun laut.

“Dampak terburuk misalnya bisa membunuh satwa-satwa atau biota yang ada di situ, kemudian dia bisa menyumbat saluran kalau itu masuk saluran. Kita lihat pantai timur Surabaya, banyak mangrove yang mati karena sampah plastik menutupi akar dan menutupi anak-anak mangrove yang ada disana,” pungkas Hermawan.


Menolak Privatisasi Air, Melawan Pencemaran Sungai di Jawa Timur. Kenapa? was first posted on March 24, 2015 at 2:12 am.

Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa?

$
0
0

Sekelompok anak dari Sedulur Sikep, Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah terlihat riang gembira bermain air sambil membawa bendera merah putih di sendang Goa Wareh, Desa Kedumulyo, Sukolilo.

Mereka kemudian bersama-sama mencuci membersihkan bendera pusaka itu, sambil menyanyikan lagu-lagu Jawa karya komunitas anak sedulur sikep. Ya, itulah bentuk aksi mereka memperingati hari air sedunia pada Minggu (22/03/2015).

“Dulur~dulur, gendera iki reged kena bledhu. Kuwajibane awake dhewe kanggo ngumbah nen gendera iki resik maneh. Ibu Pertiwi wis nyediyani banyu kang cukup. Resike gendera muga uga ndadekke resik ati kita. Le ngumbah sinambi tetembangan ya. Iya, ayo nyemplung sendhang bebarengan.” (Saudara-saudara bendera ini kotor kena lumpur. Kewajiban kita untuk membersihkan agar bendera ini bersih kembali. Ibu Pertiwi telah menyediakan air yang cukup. Bersihnya bendera, smoga juga menjadikan hati kita bersih. Mencucinya sambil bernyanyi ya. Iya, ayo kita ke Sendang).

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

Aksi anak-anak sedukur sikep Sukolilo memperingati hari air sedunia. Mencuci bendera merah putih di Sumber Air Goa Wareh. Foto : JMPPK.

Tokoh Sedulur Sikep, Gunretno mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan anak tentang air, arti dan kegunaannya. Mereka bernyanyi dan diajari mengenalkan alam dan cara menjaganya.

“Cara ini diharapkan anak bisa belajar memelihara dan melestarikan sumber air yang telah mencukupi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari dan demi keseimbangan alam,” kata Gunretno.

Ia menambahkan, rencana pendirian pabrik dan pertambangan semen di Kecamatan Kayen dan Tambakromo di Pati begitu juga di Rembang, Grobogan dan Blora tentu menjadi ancaman terhadap kelestarian sumber mata air dan air sungai bawah tanah.

Kepedulian Anak Muda di Yogyakarta

Sementara di Yogyakarta hari air sedunia diperingati beberapa komunitas anak muda yang peduli lingkungan yakni Sahabat Lingkungan (Sha-Link) WALHI Yogyakarta dan relawan Greenpeace Indonesia di NoL Kilometer Yogyakarta.

Dalam aksinya mereka mengajak masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya untuk ikut dalam gerakan penyelamatan lingkungan hidup, khususnya sumber daya air,  atas berbagai permasalahannya seperti privatisasi air dan kedaulatan sumber daya air.

Yulia Wulandari anggota Sha-Link kepada Mongabay mengatakan, dengan mengangkat tema “Air untuk Semua”, masyarakat diajak untuk memperkuat gerakan yaitu “3Ng : Nggodok, Nggowo, Ngunjuk” (memasak, membawa dan minum air) agar menjadi gaya hidup.

Kegiatan kampanye Sahabat Lingkungan Yogyakarta di Nol Kilometer Yogyakarta di hari air sedunia. Mereka mengajak masyarakat Jogja peduli akan kelestarian air. Foto  : Tommy Apriando

Kegiatan kampanye Sahabat Lingkungan Yogyakarta di Nol Kilometer Yogyakarta di hari air sedunia. Mereka mengajak masyarakat Jogja peduli akan kelestarian air. Foto : Tommy Apriando

Aksi mereka didukung Komunitas Nalitari atau Dance Ability Indonesia, karena sekaligus  memperingati Hari Down Sydrome Sedunia pada 21 Maret 2015.

Dalam aksinya, mereka menyediakan air siap minum bagi masyarakat untuk minum dan mengisi botol minum yang dibawa sendiri. Ini menjadi satu solusi sederhana gerakan 3Ng.

Sementara itu, relawan Greenpeace Indonesia melakukan aksi di jembatan Sayidan, Gondomanan, Yogyakarta. Koordinator aksi, Ibar Furqonul Akbar mengatakan aksi mereka bertujuan bahwa perusahaan fashion  di Indonesia banyak yang melakukan pembuangan limbah dan mencemarkan sungai. Contohnya brand fashion mencemari di DAS Citarum yang airnya dibutukan oleh warga Bandung dan Jakarta.

Ia menambahkan, di Jogja sendiri pencemaran limbah produk fashion belum begitu parah. Oleh karena itu, aksi tersebut untuk menyadarkan masyarakat, perusahaan dan pemerintah tentang pentingnya fungsi ekologi sungai.

Data Greenpeace Indonesia menunjukkan hasil laboratorium dari sampel air Sungai Citarum, pada 2011-2012 menemukan adanya bahan kimia yang umumnya digunakan industri tekstil pada kulit buatan dan beberapa pewarna. Hasil riset pusat studi ilmu lingkungan Universitas Padjajaran di dekat Curug Jompong menemukan berbagai kandungan logam berat.  Sekitar 75 persen atau enam dari delapan sampel yang diproduksi di Indonesia teridentifikasi mengandung bahan kimia berbahaya yakni Armani Esprit, Gap, Mango dan Mark&Spencer.

“Keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya pada merek tersebut menjadi indikasi penggunaannya ketika diproduksi, yang akhirnya meracuni sungai dan sumber air,” kata Ibar.


Aksi Anak Sedulur Sikep Jateng Mencuci Bendera Merah Putih. Ada Apa? was first posted on March 24, 2015 at 2:42 am.

10 Makhluk Dasar Laut yang Patut Anda Ketahui

$
0
0

Makhluk hidup dasar laut memang super sulit untuk kita lihat langsung karena selain ‘di luar jangkauan’ penglihatan, mereka juga “ogah” nyembul ke permukaan. Untunglah, penjelajahan yang telah dilakukan hingga dasar samudera mampu menyibak fenomena makhluk yang mengagumkan tersebut.

Istilah makhluk di dasar laut sendiri mengacu pada organisme yang hidupnya memang di bawah zona fotik laut. Makhluk yang hidup jauh di dasar samudera ini harus bertahan dalam kondisi yang sangat keras, mulai dari tekanan 20 hingga 1.000 bar, oksigen yang minim, makanan yang sangat sedikit, ketiadaan sinar matahari, hingga suhu yang sangat dingin. Kebanyakan dari makhluk ini, bahkan bergantung pada makanan sisa yang tenggelam dari permukaan.

Mongabay Indonesia telah merangkum 10 makhluk hidup dasar laut yang akan membuat Anda terkagum.

 

1.  Ikan Pemancing

Ikan pemancing dengan kepala besar dan gigi runcing. Sumber: Livescience.com

Ikan ini terkenal saat masuk dalam karakter film animasi “Finding Nemo” yang popular tahun 2003. Habitatnya di Samudra Arktik, Samudra Pasifik, Samudra Hindia, Samudra Atlantik, dan Laut Mediterania. Ikan karnivora dari ordo Lophiiformes ini terlihat mencolok dengan bagian kepala yang besar dan lebar, serta mulut besar bergigi runcing.

Ikan ini mempunyai organ bercahaya yang menggantung di atas mulutnya guna menarik perhatian mangsanya agar mendekat. Inilah alasan mengapa ia dinamakan Anglerfish atau ikan pemancing.

 

 

2.  Ikan Stargazer

Ikan berwajah seram ini memiliki mata yang melotot. Sumber: Livescience.com

Ikan berwajah seram ini dijuluki “stargazer” karena bentuk mata yang melotot di kepalanya. Ia mengubur tubuh gepengnya di bawah pasir dasar samudera dan hanya menyisakan “wajah”nya saja. Begitu ada mangsa yang lewat, dengan sigap akan disambar. Stargazer (Astroscopus guttatus) hidup di perairan Atlantik utara.

 

 

3.  Cumi-cumi Vampir

Namanya cumi-cumi vampir karena tubuh dan matanya menyala. Sumber: Iaincarstairs.files.wordpress.com

Meskipun namanya menakutkan, namun ukuran cumi-cumi vampir ini relatif kecil. Panjang tubuhnya maksimum hanya 15,4 cm.  Nama ‘vampire’ diberikan karena tubuhnya yang merah menyala berpadu dengan mata bercahaya dan bentuk tubuh yang menyerupai jubah itu terhubung dengan delapan lengannya.

Meskipun memiliki kesamaan dengan cumi-cumi dan gurita, namun cumi vampire ini bukanlah cumi seperti yang kita kenal. Spesies bernama ilmiah Vampyroteuthis infernalis, yang secara harfiah diterjemahkan menjadi cumi vampir dari neraka, merupakan anggota tersisa dari keluarganya sehingga kerap dipanggil “fosil hidup”.

 

 

4.  Kutu Laut Raksasa

Kutu laut raksasa ini tubuhnya dapat mencapai ukuran 40,6 cm. Sumber: Dailymail.co.uk

Mahkluk dasar laut ini mirip kutu, hanya saja tubuhnya dapat tumbuh sepanjang 40,6 cm atau seukuran kucing dewasa. Kutu Laut Raksasa (Giant Isopod) ini mampu bertahan hidup di dasar samudera hingga kedalaman 6.000 m.

Makhluk yang bernama ilmiah Bathynomus giganteus ini adalah satu dari 17 spesies dari genus Bathynomus yang menghuni gelap dan dinginnya laut Pasifik, Atlantik, dan lautan India. Berbeda dengan kerabat dekatnya, isopod ini hidup jauh di kedalaman yang tidak dapat dijangkau oleh manusia tanpa peralatan penyelaman khusus.

 

 

5.  Hiu Berjumbai 

Hiu ini pertama kali ditemukan di perairan Jepang pada 21 Januari 2007. Sumber: npr.org

Hiu ini pertama kali ditemukan di perairan Jepang pada 21 Januari 2007. Sumber: npr.org

Hiu berjumbai ini bernama ilmiah Chlamydoselachus anguineus dan ditemukan pertama kali di perairan Jepang pada 21 Januari 2007. Hiu ini adalah satu dari dua Chlamydoselachus yang masih hidup. Penyebarannya merata di laut dalam perairan Atlantik dan Samudra Pasifik.

Para ahli memperkirakan, hiu ini biasanya menelan mangsa tanpa mengunyah dengan sempurna, yakni dengan membengkoknya tubuhnya agar tubuh mangsa tersebut bisa leluasa masuk ke perutnya.

 

 

6.  Kepiting Laba-laba 

Menurut para ilmuwan, kepiting ini bisa berumur 100 tahun. Sumber: Terrifictop10.files.wordpress.com

Kepiting laba-laba (Macrocheira kaempferi) ini adalah spesies kepiting yang memiliki kaki panjang hingga 3,8 meter (paling panjang di antara arthropoda) dan berat hingga 19 kg. Menurut para ilmuwan, umurnya bisa mencapai 100 tahun.

Kepiting ini mampu hidup hingga kedalaman 600 meter di antara rongga-rongga dasar laut. Ketika  musim semi, ia merangkak naik hingga kedalaman 50 meter. Saat kepiting ini naik, ia ditangkap dalam skala besar di Jepang untuk dikonsumsi. Beberapa tahun belakangan, populasinya menurun drastis.

 

 

7.  Naga Hitam Pasifik

Naga Pasifik

Naga Hitam Pasifik. Sumber: Oceana.org

Naga Hitam Pasifik (Idiacanthus antrostomus) ini hidup di kedalaman hingga 1.000 meter. Meski begitu, kadang ia berenang ke permukaan untuk mencari mangsa. Populasi alamiahnya yang sedikit akan terancam saat lingkungan sekitarnya berubah.

Predator laut ini dijuluki naga hitam karena sebagian besar mangsanya merupakan hewan-hewan bawah laut bercahaya. Perut sang naga memang telah diciptakan untuk mencegah keluarnya cahaya mangsa yang telah ditelannya itu. 

 

 

8.  Ikan Mata Barrel 

Ikan ini memiliki kepala yang transparan. Sumber: MBARI/Youtube

Ikan yang ditemukan hidup di perairan dalam lepas pantai California oleh Monterey Bay Aquarium Research Institute (MBARI) ini merupakan spesimen pertama dari jenisnya yang ditemukan utuh dengan kepala yang lunak dan transparan.

Ukuran ikan ini tergolong kecil, yakni 15 cm. Ikan bernama ilmiah Macropinna microstoma ini kepalanya benar-benar transparan, berisi cairan, dan mirip kokpit helikopter. Matanya sangat sensitif, menangkap sekecil apapun aliran cahaya yang terlihat.

Tidak seperti kebanyakan ikan, kedua matanya berada di depan kepala dan mengarah pada titik dalam arah yang sama, yang memberikannya penglihatan menakjubkan layaknya binokuler.

 

 

9.  Hiu Goblin

Hiu goblin ini terjerat jaring di lepas pantai Florida, Amerika. Sumber: Pixshark.com

Gambar di atas adalah hiu goblin yang terjerat jaring di lepas pantai Florida, Amerika. Hiu yang bernama ilmiah Mitsukurina owstoni ini mungkin adalah hiu dengan penampilan paling menyeramkan.

Hiu Goblin adalah makhluk yang bergerak lambat dan hidup di kedalaman 1.200 m di berbagai perairan dalam di di samudera Pasifik dan Atlantik. Ia hidup dengan mengkonsumsi ikan, termasuk hiu, dan tubuhnya bisa tumbuh hingga 3,8 m.

Seperti halnya hiu berjumbai, hiu goblin juga diperkirakan ada sejak zaman prasejarah dengan struktur tubuh yang tidak berubah selama jutaan tahun. Sejauh ini, informasi ilmiah mengenai hiu goblin masih sangat terbatas. Meski demikian hewan ini masih eksis, masih ada di perairan Jepang dan beberapa kali berhasil terekam kamera.

 

 

10. Ikan Blobfish

Ikan ini hidup di lepas pantai Australia bagian tenggara dan Tasmania, hingga Selandia baru. Sumber: Alwaysimages.it

Ikan Blobfish (Psychrolutes marcidus)  yang memiliki paras aneh ini biasa hidup di lepas pantai Australia bagian tenggara dan Tasmania, hingga Selandia baru. Ukurannya tak lebih dari 30 cm, dan hidup di kedalaman laut antara 600 hingga 1.200 meter.

Tubuhnya yang mirip agar-agar dengan kepadatan lebih rendah dari air ini, memungkinkannya melayang-layang di dasar laut tanpa mengeluarkan energi. Populasi ikan blobfish diperkirakan makin sedikit karena sering menjadi korban pukat dari kapal-kapal nelayan.

 

 


10 Makhluk Dasar Laut yang Patut Anda Ketahui was first posted on March 24, 2015 at 5:22 am.

Ide Cerdas. Kurangi Limbah, Warga Gagas Pendirian Rumah Berbahan Baku Botol Plastik

$
0
0
Rumah yang dibangun dari material botol plastik (bottle brick), sebuah proyek di Nigeria. Sumber: chicamod.com

Ilustrasi. Rumah serupa dengan rancangan material botol plastik (bottle brick), sebuah proyek di Nigeria. Sumber: chicamod.com

Awalnya pusing dengan masalah limbah plastik yang selalu mengotori pantai Pasir Panjang di Kota Bengkulu, sekumpulan warga masyarakat kemudian memiliki ide cerdas yaitu memanfaatkan botol-botol plastik yang ada di pantai untuk membangun dan merenovasi rumah warga. Selain berguna mengurangi limbah, gerakan membangun rumah dari botol plastik (bottle brick) ini pun turut membantu kelompok warga miskin. Bagaimana cerita selengkapnya?

Dengan tagline “Gerakan Bersama: Satu Botolmu, Untuk Rumah Impianku”  kelompok masyarakat di Kelurahan Sumur Meleleh, Kota Bengkulu yang diinisiasi oleh Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Rafflesia menggagas pendirian rumah dari botol plastik yang dikumpulkan di pantai Pasir Panjang Bengkulu. Gerakan ini merencanakan untuk merenovasi 11 rumah warga, masing-masing berukuran 6 x 6 meter persegi.

“Siapa yang lebih duluan memiliki botol sesuai jumlah yang dibutuhkan, rumahnya yang lebih dulu dibenahi. Kalau saya, baru sekitar 1.500-an botol yang terkumpul,” ujar Roynelwan Cintari, Sekretaris BKM Rafflesia, yang juga merupakan salah satu dari warga yang rumahnya akan direnovasi. Selain rumah Roynelwan terdapat 10 rumah warga lain yang menjadi target renovasi.

Untuk membangun sebuah rumah, jumlah botol plastik yang dibutuhkan diperkirakan sekitar 9.000. Jenis botol plastik yang dibutuhkan adalah botol plastik minuman berkarbonasi berukuran 1,5 liter dan air mineral ukuran 600 mililiter. Botol yang dibutuhkan harus lengkap dengan tutupnya.

“Botol akan diisi dengan tanah liat atau pasir. Pengisiannya hingga penuh dan padat, lalu ditutup. Botol berisi tanah liat atau pasir menjadi pengganti batu bata. Sewaktu dibangun, botol yang satu dengan yang lain akan diikat atau dianyam menggunakan kawat,” terang Roynelwan (21/03).

Menurut Roynelwan, kehadiran gerakan yang didukung tim Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) PNPM Mandiri Perkotaan ini amat berkontribusi mengurangi sampah botol plastik di pinggir pantai kawasan Kelurahan Sumur Meleleh dan sekitarnya. Tak hanya warga setempat, pemilik usaha kuliner di Kelurahan Sumur Meleleh dan sekitarnya juga memberikan botol plastik. “Secara perlahan, permasalahan botol plastik di lingkungan kami sudah mulai teratasi.”

 

Rumah bottle-brick yang dibuat oleh arsitek dari Bolivia, Inggrids. Sumber:

Inilah hasil akhir rumah bottle-brick di Amerika Latin yang dibuat oleh arsitek dari Bolivia, Inggrid Vaca Diez. Sumber: Greendiary.com

material botol plastik

Dalam pengerjaan rumah, botol plastik diisi dengan tanah atau pasir dan saling diikat dengan tali ataupun kawat. Sumber: instructables.com

 

Fasilitator PLPBK Ida Rupaida Umar, yang menemani Roynelwan menambahkan, manajemen dua hotel juga telah bersedia menyumbangkan botol seminggu sekali. Selain itu, empat sekolah juga bersedia membantu dengan menggugah setiap siswanya untuk menyumbangkan dua buah botol setiap bulan. “Kami juga sedang membangun kerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan kajian-kajian lebih detail dan mendalam. Kami berharap gerakan ini bisa berhasil dilakukan, sehingga bisa menular ke kelurahan lainnya.”

Terpisah, Anggota Ikatan Arsitek Indonesia cabang Bengkulu Apriandi mengapresiasi kemunculan gerakan tersebut. Sehingga, permasalahan sampah botol plastik dapat diatasi. Namun, dia menyarankan agar dilakukan pengujian terlebih dahulu.

“Inisiatif membangun rumah menggunakan material dari botol itu memang sudah sejak lama dilakukan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, salah satunya rumah Walikota Bandung Ridwan Kamil. Namun tetap perlu diuji.” Pengujian yang dimaksud, sambung Apriandi, menyangkut kekuatan dan ketahanan fisik bangunan terkait kondisi iklim atau cuaca. Apalagi Bengkulu termasuk daerah rawan gempa.

“Secara teoritis, membangun rumah menggunakan sampah botol plastik itu bisa masuk dalam kajian arsitektur bioklimatis atau hijau. Namun hendaknya tidak hanya menitikberatkan aspek reuse semata, tapi juga aspek lainnya. Seperti sirkulasi, pencahayaan dan suhu ruangan, ketahanan dan keamanan bangunan.”

Di luar negeri, teknologi pembangunan rumah dari botol plastik (bottle brick), sudah dicobakan di beberapa negara berkembang diantaranya India, Bolivia, Argentina dan Nigeria. Seperti dikutip dari situs visualnews.com, para pengembang mengklaim bahwa bahan baku bottle brick lebih kuat 20 kali ketimbang bahan bangunan konvensional. Sedangkan biaya pembangunan rumah ini hanya sepertiga dari dari biaya pada lazimnya.

Mengutip pernyataan Yahaya Ahmed, Koordinator Proyek Development Association for Renewable Energies (DARE), sebuah NGO di Nigeria dalam BBC News, maka terdapat keuntungan lain dari rumah bottle brick diantaranya tahan api, tahan peluru, dan tahan gempa bumi. Bahkan suhu di dalam ruang cukup sejuk bagi kawasan tropis.

 

Rumah akan dipugar

Rumah Roynelwan saat ini, dia berharap rumahnya akan dipugar dengan memanfaatkan botol plastik. Foto: Dedek Hendry

 

Bank Sampah

Selain gerakan rumah dari botol plastik, inisiatif lain untuk mengurangi dan menanggulangi permasalahan sampah Kota Bengkulu dilakukan 20 mahasiswa Universitas Bengkulu dengan membentuk komunitas Bank Sampah Green Action Economies (Grace) yang didirikan sejak Februari 2015 lalu.

“Sudah ada 20 nasabah,” tutur Novrian Carnegie, Direktur Grace (22/3). Menurutnya inisiatif ini diharap dapat mengubah cara pikir masyarakat terhadap sampah. Bila selama ini masyarakat mengganggp sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan bernilai, dengan bank sampah diharapkan anggapan tersebut pun ditinggalkan. Masyarakat pun akan beralih mengelola sampah menggunakan prinsip reduce, reuse dan recycle.

Untuk menjadi nasabahnya cukup mendaftar dengan membawa fotocopy kartu tanda penduduk. Selanjutnya, nasabah akan diberikan buku tabungan sebagai bukti transaksi yang dilakukan. “Kalau nasabah bank komersial datang membawa uang, kalau nasabah bank sampah membawa sampah. Sampah ditimbang dan ditaksir harganya. Jumlah taksiran kemudian dicatat dalam buku tabungan,” tutur Novrian yang juga mahasiswa semester 4 Fakultas Teknik Mesin Universitas Bengkulu.

“Untuk sementara ini, sampah yang paling banyak dibawa nasabah adalah botol plastik dan kardus.” Limbah plastik dihargai bervariasi per kilogramnya, contohnya botol plastik dihargai 1.300 rupiah dan gelas plastik 2.000 rupiah.

Uang yang ditabung bisa diambil nasabah bila saldo minimal yang dimiliki 25.000 rupiah. Sedangkan saldo minimal yang harus tersisa adalah 5.000 rupiah. Bank sampah Grace juga menyediakan program simpan pinjam tanpa dipungut bunga. Jumlah uang yang dipinjam maksimal 3 kali dari jumlah rata-rata tabungan selama 1 bulan. “Misalnya, satu bulan rata-rata nasabah A menabung 50.000 rupiah, dia dapat meminjam maksimal 150.000 rupiah,” kata Novrian.


Ide Cerdas. Kurangi Limbah, Warga Gagas Pendirian Rumah Berbahan Baku Botol Plastik was first posted on March 24, 2015 at 5:24 am.

Soal MoU Penyelamatan Sumber Daya Alam, Apa Kata Mereka?

$
0
0

Inilah Pulau Bangka di Sulawesi Utara yang merana. Di pulau kecil ini izin tambang diberikan oleh daerah dan diperkuat dengan izin operasi dari Kementerian ESDM. Tak hanya daratan pulau terancam, ekosistem laut juga dalam bahaya. Akankah, kementerian terkait akan menyelamatkan kekayaan alam nan indah ini dari kerusakan? Foto: Save Bangka Island

Pada Kamis (19/3/15), KPK bersama 29 kementerian dan lembaga negara, serta 12 pemerintah provinsi menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN-PSDA) di Istana Negara. MoU ini mencakup penyelamatan SDA secara luas, dari sektor kehutanan, perkebunan dan kelautan sampai pertambangan.

Kala itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, nota kesepahaman jangan sampai hanya ditandatangani tanpa tindak lanjut jelas. “Jangan semua tanda tangan, teken, teken, tapi tidak ada tindak lanjut. Saya ingat, dulu semua tanda tangan pakta integritas, semua teken, tapi indeks persepsi korupsi masih jauh sekali dengan negara tetangga, 34 angka, urutan 107,” katanya seperti dikutip dari Detik.com.

Berbagai kalangan, seperti Walhi dan DKN, menanggapi soal nota kesepahaman ini. Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, nota kesepahaman penyelamatan SDA ini harus membuat negara mampu mengembalikan fungsi lingkungan guna menekan kerugian. Ia juga semestinya mampu membaca dan mengendalikan skenario-skenario legitimasi perampokan SDA Indonesia.

Dia memberikan, beberapa contoh,  yakni, PP 06 tahun 2007 yang menjadi payung hukum perusahaan HTI membabat hutan alam, dan alih fungsi serta peruntukan kawasan hutan melalui review untuk tata ruang.

Hasil dari kebijakan itu, periode 2008-2014, pelepasan kawasan hutan mencapai 7,8 juta hektar. Praktik ini, katanya,  tak hanya melegitimasi penebangan hutan alam, juga merugikan negara. “Karena membebaskan perusahaan tambang dari kewajiban izin pinjam pakai kawasan hutan,” katanya di Jakarta, Senin (23/3/15).

Contoh lain, pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan yang menjadi pintu masuk pengusaha membabat hutan hingga enam juta hektar, bahkan, menyelamatkan perusahaan perkebunan dari jeratan UU Kehutanan.

Dengan kesepahaman ini, kata Abetnego,  seharusnya bisa membuat Bappenas, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengkaji ulang mekanisme pelepasan kawasan hutan. “Atau membatalkan surat keputusan soal perubahan status kawasan hutan yang banyak dipakai pengusaha dan kepala daerah untuk menguasai SDA.”

Menurut Abetnego, penyelamatan SDA dari kejahatan korporasi harus dilihat dari tiga dimensi faktual merugikan negara. Pertama, kejahatan merugikan negara atas SDA yang menjadi kekayaan negara. Praktik ini, katanya,  bisa diatasi bila ada proses kontrol negara, kendali dan penegakan hukum terhadap perampasan, pengerukan dan penyelundupan SDA Indonesia oleh korporasi.

Penanggulangan kerugian negara, katanya,  harus dilakukan pada mata rantai arus uang dan distribusi SDA. Baik dari lokasi penebangan kayu dan pengerukan SDA marak tak terkendali, serta jalur transportasi pengangkutan dan pelabuhan yang berpotensi memanipulasi nilai ekspor. Juga pelabuhan tempat tujuan ekspor yang memungkinkan penekanan nilai pajak melalui praktik transfer pricing.

Seorang warga menyaksikan hutan gambut di desanya hancur oleh RAPP. Warga memastikan wilayah operasi itu masuk ke Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Riau, Indonesia, Mei 2014. Akankah, kehancuran kekayaan alam seperti ini diselamatkan oleh pemerintah lewat review perizinan? Foto: Zamzami

Kedua, kejahatan yang merugikan perekonomian negara. Kejahatan ini, ucap Abetnego, dizinkan melalui kebijakan dan izin pemerintah hingga mengakibatkan SDA terkuras, dan sistem perekonomian pedesaaan hancur. “Ini dapat dikendalikan bila ada langkah serius dan terintegrasi antar pemerintah dan kementerian untuk review perizinan,” katanya di Jakarta, Senin (23/3/15).

Ketiga, kejahatan lingkungan menimbulkan beban ekonomi begara. Penerbitan izin massif tidak diimbangi peningkatan kapasitas negara dalam mengontrol dan mengendalikan praktik produksi dan dampak, katanya,  mengakibatkan kerugian negara. “Bentuknya dalam penanggulangan dampak bencana ekologis banjir, longsor, kebakaran, asap dan kemiskinan serta lain-lain.”

Sedang Andiko Sutan Mancahyo, Ketua Harian Dewan Kehutanan Nasional (DKN) juga pengacara senior di ASM Law Office tak terlalu optimistis dengan nota kesepakatan ini.  “Saya ragu, sebelum KPK kuat lagi. Kabinet ini seperti tak solid,” katanya.

Untuk itu, katanya, perlu ada tim pendukung yang kuat dan bisa menjembatani komunikasi antar kementerian.

Menurut dia, pengalaman lalu, tim nota kesepahaman bersama (NKB) bisa berjalan karena orang pada takut KPK. Kini, kondisi agak berbeda.  Saat ini, katanya, rasa takut itu berkurang dan harus diganti dengan kerjasama kuat antarkementerian.

Martua Sirait dari DKN ikut pada acara nota kesepakatan GN-PSDA itu. Dia melihat antusiasme kementerian dan lembaga yang terlibat. “Karena banyak kemiripan dengan Nawa Cita, hingga prosesnya saya rasa lancar selama ini.”

Tak hanya itu, GN-PSDA sangat detail dan lebih luas. Pada NKB 2013,  terdiri dari 12 kementerian dan lembaga. Kini, diperluas dengan melibatkan pemerintah provinsi juga organisasi masyarakat sipil. Ia juga dilengkapi keterbukaan informasi yang diposting di website KPK. “Sampai form-form monitoring setiap aspek ada.”

Akankah praktik-praktik seperti ini akan terus terjadi di perairan negeri ini? Foto: Australian National Fish Collection, CSIRO


Soal MoU Penyelamatan Sumber Daya Alam, Apa Kata Mereka? was first posted on March 24, 2015 at 3:11 pm.
Viewing all 9428 articles
Browse latest View live